
Suara dering notifikasi dari aplikasi komunikasi internal perusahaan memecah keheningan pagi itu.
67Please respect copyright.PENANAjhv51IgvRs
[09.13] Ario: “Nadira, rapat jam 10 ya, ruang meeting lantai 21. Soal pembaruan strategi portofolio klien Agra Group. Mau kopi dulu? ☕”
Nadira mengetik cepat.
[09.14] Nadira: “Siap. Kopi boleh. Tapi lo yang traktir, ya. :)”
67Please respect copyright.PENANASbx9p8vPYW
Tak sampai sepuluh menit, Ario sudah muncul di depan ruangannya sambil membawa dua gelas kopi. “Gue tahu lo pasti bilang ‘iya’, jadi langsung beli,” ujarnya, meletakkan satu gelas di meja Nadira.
67Please respect copyright.PENANAj80jw3qRgI
Sekilas tentang Ario, Ario Pradipta, pria itu tinggi badannya 178 cm. Tubuhnya atletis, seperti pria yang rajin jogging tapi bukan gym freak. Kulitnya lebih cerah, wajahnya bersih dengan garis rahang yang tajam dan senyum yang gampang muncul, membuatnya terlihat lebih approachable. Rambutnya hitam, cenderung berantakan dengan gaya semi-undercut yang sering dibiarkan tidak terlalu rapi. Matanya sedikit sipit.
67Please respect copyright.PENANAcrziKFhbbr
Nadira tersenyum. “Terima kasih, Ario. Lo bisa jadi asisten pribadi gue, tahu nggak?”
“Wah, nanti dituduh abuse of power, Mbak Nadira,” jawab Ario sambil tertawa kecil.
67Please respect copyright.PENANA5MZsjMMOTF
Ruang kerja mereka di lantai 17 memang sangat modern dan terbuka. Dinding kaca menyajikan pemandangan Jakarta yang padat, dan interior kantor didesain minimalis dengan sentuhan alami. Ada tanaman-tanaman hijau di tiap sudut ruangan, meja-meja kerja yang tidak dipisahkan sekat tinggi, dan area santai yang terasa lebih seperti lounge kafe ketimbang kantor konsultan finansial.
67Please respect copyright.PENANA6JTYdKxsA3
Rapat dimulai tepat pukul sepuluh.
Nadira mengambil posisi duduk di sebelah kanan kepala divisi, Bu Ratih, seorang wanita elegan berusia 40-an yang punya pengalaman luas di bidang merger dan akuisisi. Ratih Kusumawardhani nama lengkapnya, dia tipe atasan yang disegani karena caranya bicara selalu tenang, rapi, dan penuh perhitungan. Sekilas, ia adalah sosok pemimpin wanita karier yang sempurna, cerdas, terstruktur, dan selalu tampil elegan.
Rambutnya sebahu, hitam dengan sedikit highlight coklat, selalu disisir rapi dan diselipkan di belakang telinga. Wajahnya lonjong, dengan tulang pipi tinggi dan sorot mata yang kalem tapi sulit dibaca. Penampilannya sering terlihat lebih muda karena gaya berpakaian yang formal tapi feminin—blazer ramping dan rok pensil warna netral, dikombinasikan dengan heels berukuran sedang.
Tingginya sekitar 168 cm, posturnya ramping, langkahnya pelan namun mantap. Ia jarang mengangkat suara, tapi justru itu yang membuat semua orang di tim langsung diam ketika dia marah. Ada aura kontrol yang halus tapi kuat dalam dirinya. Nadira sempat menjadikannya sebagai panutan.
67Please respect copyright.PENANAdhSijKDgFl
Di seberangnya, ada Dimas, manajer strategi yang selalu tampil rapi dengan jas dan dasi bermotif geometris. Nadira sangat jarang berhubungan langsung dengan Dimas, dia cuma sekedar tahu pria kurus ini usianya sekitar pertengahan dua puluhan. Wajahnya polos, dengan kulit sawo matang dan rambut selalu dipotong cepak rapi. Dimas dikenal sebagai anak bawang yang cekatan, suka membantu, dan cenderung pendiam kalau tidak diajak bicara.
Tapi di balik sikap kalemnya, dia cukup jeli memperhatikan lingkungan sekitar. Sesekali ia suka bercanda kalau suasana sedang renggang, tapi umumnya lebih sering jadi pendengar.
67Please respect copyright.PENANAqbdZE0p3YU
“Team,” ujar Bu Ratih membuka, “...hari ini kita bahas tentang portofolio klien Agra Group. Mereka akan ekspansi ke sektor F&B, dan butuh skema investasi yang aman tapi cukup agresif.”
Dimas melanjutkan dengan slide presentasi. Nadira sesekali mengangguk, mencatat poin penting. Ia tahu betul, Agra Group adalah klien besar.
67Please respect copyright.PENANAVuLOLdABg2
Ketika tiba gilirannya bicara, Nadira menjelaskan dengan tenang namun penuh keyakinan. “Saya pikir, kalau kita analisis tren industri F&B dalam tiga tahun terakhir, sebenarnya ada potensi besar di sektor makanan sehat siap saji."
ucapnya dengan penuh percaya diri. "Kalau Agra mau masuk ke situ, kita bisa arahkan mereka ke rekanan startup yang butuh pendanaan seri B. Itu akan jadi sinergi menarik, dan berisiko rendah karena sudah punya traction.”
67Please respect copyright.PENANAoarijtssjf
Semua mata tertuju padanya. Dimas mencatat cepat, sementara Bu Ratih mengangguk. “Itu insight yang menarik, Nadira. Tolong buat draf pendek analisisnya, kita bawa ke mereka Jumat ini.”
67Please respect copyright.PENANAsaicLvRlVA
Selesai rapat, Ario dan beberapa rekan kerja lainnya—Dina, seorang staf riset pasar yang cerdas namun santai, serta Evan dari legal—mengajak Nadira nongkrong sebentar di kantin lantai dasar.
“Kita semua udah kayak robot ya,” kata Dina sambil menyeruput es kopi susu. “Nad, lo tuh kerja kayak gak pernah capek. Gak pengen nongkrong bareng kita lebih sering?”
Nadira tersenyum.
67Please respect copyright.PENANAuqwXvXlJLu
“Gue suka kerja, Din. Tapi iya sih, kayaknya perlu juga punya waktu buat ngobrol begini.” balas Nadira.
Evan menimpali. “Nadira tuh kalau udah fokus kerja kayak punya dunianya sendiri. Gue kadang takut ganggu dia pas lagi serius.”
67Please respect copyright.PENANAc3im1KulNE
“Haha, aku gak gigit, Van,” jawab Nadira ringan.
67Please respect copyright.PENANA1ZMzqqG44t
Percakapan mereka meluas, mulai dari isu saham, gosip kantor, hingga makanan favorit. Nadira menyimak, sesekali melempar komentar. Meski terlihat sangat profesional, dalam momen seperti ini, Nadira menunjukkan sisi yang lebih manusiawi.
Ia tertawa, menanggapi celetukan Dina, bahkan menertawakan dirinya sendiri ketika Evan mengungkit kejadian konyol waktu presentasi slide-nya sempat typo besar-besaran—“Strategi Penetrasi Pasar” menjadi “Strategi Penetrasi Pasangan.”
67Please respect copyright.PENANA32OgxfJ5wi
“Ampun deh,” kata Nadira sambil menutup wajah, malu-malu tertawa. “Itu typo paling memalukan sepanjang karierku.” Tidak mungkin juga ia menceritakan alasan sebenarnya, saat itu ia habis selesai membaca manhwa untuk melepas stres. Makanya bisa typo seperti itu.
67Please respect copyright.PENANAxHDp6u4XKY
Dari obrolan ringan itu, Nadira mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Sebuah rasa hangat, semacam keintiman yang jarang ia izinkan hadir dalam kesehariannya.
Mungkin selama ini ia terlalu menjaga jarak, terlalu terpaku pada dunia kerja dan zona aman yang ia bangun.
67Please respect copyright.PENANA0n2zoiKJ5n
***
67Please respect copyright.PENANARvAi8hFZdp
Malam menjelang, dan kantor sudah mulai sepi. Nadira masih duduk di depan laptopnya, menyelesaikan revisi dokumen analisis untuk Agra Group yang harus dikirim ke Bu Ratih malam ini juga.
67Please respect copyright.PENANAp3Y9zDDJPo
Ia mengetik cepat, sesekali melirik jam di pojok kanan bawah layar, saat ini jam menunjukan 19.47.
Tak lama kemudian, notifikasi muncul dari aplikasi kantor.
67Please respect copyright.PENANANxDarGkFlS
[19.48] Ario: “Masih di kantor? Gue, Dina, sama Evan mau makan di bawah. Join yuk. Masih sempat sebelum lo jadi satu sama kursi kerja. 😄”
Nadira menatap layar itu selama beberapa detik. Biasanya, ia akan menolak ajakan seperti itu. Tapi entah kenapa, hari ini ada dorongan dalam dirinya untuk berkata “iya.”
[19.49] Nadira: “Oke. Tungguin ya, 5 menit.”
67Please respect copyright.PENANAC5Qzr9b95S
Mereka bertiga sudah duduk di meja panjang restoran cepat saji yang ada di lobby gedung. Dina terlihat santai dengan rambut diikat sembarangan dan hoodie biru gelap. Evan sibuk memesan makanan lewat aplikasi, sementara Ario melambai ke arah Nadira.
67Please respect copyright.PENANAlrfmyuV7kA
“Luar biasa, seorang Nadira Ayu Prameswari ikut nongkrong malam-malam begini,” canda Evan.
“Gue juga manusia, Van,” jawab Nadira sambil tersenyum.
67Please respect copyright.PENANAWiHlCASzRq
Setelah makanan tiba, obrolan ringan kembali mewarnai tonkrongan mereka. Nadira sungguh menikmati malam ini, disetiap percakapannya pun nadanya terasa lebih jujur, lebih ringan.
“Gue tuh pernah mikir ya,” kata Dina sambil mengunyah ayam gorengnya, “...kalau kita semua pensiun dari dunia konsultan, bakal jadi apa ya? Ario mungkin buka kafe. Evan jelas jadi pengacara film drama. Nadira?”
67Please respect copyright.PENANAlFlEgYUz3T
Semua mata menoleh ke arah Nadira.
67Please respect copyright.PENANAw9EXCtfseN
Nadira mengangkat bahu. “Belum kepikiran. Mungkin jadi penulis? Atau... stay di industri ini sampai tua.”
“Ah, masa sih?” sela Ario. “Lo gak pernah kepikiran buat, ya tahu lah... hidup yang lebih personal? Pacaran? Liburan? Hidup normal?”
67Please respect copyright.PENANAEeorhSOcAc
Nadira diam sejenak, kemudian tertawa kecil. “Pacaran? Banyak yang coba ngedeketin, tapi rasanya nggak ada yang cocok. Gak tahu kenapa, gue lebih nyaman sendiri. Mungkin terlalu selektif.”
“Selektif tuh bagus,” kata Dina. “Tapi jangan sampai kamu kehilangan momen juga. Dunia tuh luas, Nad. Kadang, hal yang kita butuhin bukan sesuatu yang kita rancang dari awal.”
Kata-kata itu menggantung. Nadira menunduk sedikit, memutar sedotan plastik di tangannya, lalu tersenyum samar.
67Please respect copyright.PENANAcUz9aqnsKh
“Gimana kalau kita bikin rencana trip kecil?” usul Evan. “Gak harus jauh. Staycation aja. Kita udah kerja keras terus, dan Nadira juga butuh liburan tuh kayaknya.”
Ario mengangguk. “Setuju. Nanti aku cari tempatnya.” Nadira tidak langsung menjawab. Tapi senyumnya tidak hilang sepanjang sisa malam itu.
67Please respect copyright.PENANAhbj3JfXJfY
Hampir pukul sepuluh malam ketika Nadira memasuki apartemen studio-nya di bilangan Setiabudi. Lampu gantung kecil ia nyalakan, lalu ia letakkan tas dan sepatu di tempat biasa.
Ia berjalan pelan menuju dapur, menuangkan air mineral dingin ke gelas, lalu duduk di sofa kecil dekat jendela besar yang menampilkan lampu-lampu Jakarta yang masih berjaga malam ini.
67Please respect copyright.PENANAGJe0biMJe0
Ia menarik napas panjang. Malam itu terasa berbeda. Ada sesuatu dari percakapan dengan Ario, Dina, dan Evan yang mengusik bagian dari dirinya yang selama ini tertidur.
67Please respect copyright.PENANAUcrZNFZxZH
Salah satu kata-kata Dina terus terngiang—“Hal yang kita butuhin bukan sesuatu yang kita rancang dari awal.”
Nadira berdiri, membuka laptopnya. Tapi bukan untuk membuka dokumen kerja. Ia membuka website favoritnya, memilih salah satu koleksi manhwa yang ia bookmark.
67Please respect copyright.PENANAC472l7g6RA
Pilihannya jatuh pada judul lama yang dulu sangat ia sukai: “Noona’s Secret Hours.”
67Please respect copyright.PENANAvMXo6azlTG
Kisahnya tentang seorang perempuan karier sukses yang diam-diam hidup dalam dua dunia. Satu sebagai manajer eksekutif yang disegani, satu lagi sebagai wanita yang menyimpan fantasi dan hasrat yang tak pernah ia tunjukkan pada dunia.
Semakin ia membaca, semakin Nadira merasa dirinya tercermin di tokoh utama manhwa itu.
67Please respect copyright.PENANAkW36Y6CsIv
Ada sesuatu yang familiar. Bukan pada plotnya, tapi pada rasa... rasa ingin bebas, rasa ingin merasakan sesuatu tanpa harus menjelaskannya ke siapa pun.
Matanya berhenti pada salah satu panel.
67Please respect copyright.PENANAfDPeg4HJPO
“Kita selalu ingin terlihat kuat, sampai lupa bahwa diri kita butuh disentuh—bukan hanya secara fisik, tapi juga secara jiwa.”
Nadira memejamkan mata. Di balik kekuatannya, di balik profesionalisme dan disiplin yang ia jaga setiap hari, ada kerinduan yang tak bisa ia ceritakan pada siapa pun. Bukan semata soal cinta, tapi soal dimengerti.
67Please respect copyright.PENANA1UuCiMIqlK
Ia meletakkan laptop di samping tempat tidur, merebahkan diri, dan menatap langit-langit.
67Please respect copyright.PENANA8WfPNfJnfn
Dalam hening kamarnya, ia membayangkan sesuatu. Bukan fantasi yang eksplisit atau murahan, tapi sebuah dunia alternatif—di mana ia bisa menjadi versi lain dari dirinya. Versi yang tertawa lebih sering, yang menangis jika perlu, yang bisa menggenggam tangan seseorang tanpa takut kehilangan.
67Please respect copyright.PENANAygJcPwyKix
Dan malam itu, dalam keheningan apartemennya, Nadira menemukan satu hal:
67Please respect copyright.PENANAhEzxymeIHe
Ia tak ingin terus hidup hanya untuk bekerja.
67Please respect copyright.PENANA7O7H4sIds6
Ia ingin hidup…
dan merasakannya apapun sepenuhnya.
ns18.222.227.24da2