
Pagi hari, di dalam kamar mandi suite Marina Bay Sands, air hangat menggenangi bath tub yang cukup untuk dua orang. Uap mengepul lembut, menciptakan kabut tipis di udara.
74Please respect copyright.PENANAzvpRzoLosD
Nadira merebahkan punggungnya ke dada Bima, tubuhnya terendam sepenuhnya dalam pelukan pria itu. Tangannya mengelus lengan Bima yang melingkari lehernya, jari-jarinya menelusuri otot-otot yang tegas namun rileks.
74Please respect copyright.PENANAzngEpPScQb
"Aku gak pernah ngerasain kayak gini sebelumnya," bisik Nadira, senyum kecil mengembang di bibirnya. Bima mengecup bahunya, suaranya berat namun hangat. "Kayak apa?"
"Kayak... pasangan baru nikah lagi honeymoon," jawab Nadira sambil memejamkan mata, menikmati sensasi kulit Bima yang menempel di punggungnya. "Rasanya aneh, tapi enak. Aku gak nyangka kamu bisa romantis kayak gini."
74Please respect copyright.PENANAHsbacHF04R
"Kapan-kapan gini lagi boleh?," Nadira menyeringai, memutar tubuhnya sedikit sehingga bisa menatap Bima. Matanya berbinar, pipinya memerah karena air hangat atau mungkin karena perasaan yang tiba-tiba menggebu. "Aku suka rasanya kayak gini." Bima pun hanya menjawab dengan anggukan, sambil menatapnya dengan ekspresi lembut yang jarang ia tunjukkan.
74Please respect copyright.PENANAuNx23dBq5l
Jari-jarinya menyibak rambut Nadira yang basah, menyingkannya dari wajah. "Kamu makin cantik banget kaya gini," gumamnya,"Aura cantik dan happynya keluar."
Nadira tersipu mendengar pujian Bima, ia ingin menjawabnya tapi belum sempat karena tiba-tiba dering ponsel Bima dari luar kamar mandi memecah keheningan. Suaranya terus-menerus, tidak berhenti setelah beberapa detik—tanda panggilan penting.
74Please respect copyright.PENANAYIAiKPDbR3
"Ganggu orang lagi enak-enak aja," gerutu Bima, wajahnya berkerut kesal.
Nadira tersenyum kecut. "Udah angkat dulu, siapa tau penting."
Bima menghela napas, lalu dengan enggan melepaskan pelukannya. "Jangan kemana-mana," bisiknya sebelum melangkah keluar, meninggalkan Nadira sendirian di bath tub.
74Please respect copyright.PENANA7qLHsaAbN5
Suara Bima mengobrol dalam bahasa Inggris terdengar samar. Nadira menghela napas, merasa momen romantisnya telah terganggu. Ia memutuskan untuk membilas tubuhnya, menikmati sisa air hangat yang perlahan mulai mendingin.
Tak lama, Bima kembali masuk. Ekspresinya berbeda—wajahnya puas, seperti kehilangan sebuah beban atau pun seperti seseorang yang baru saja menang lotre.
74Please respect copyright.PENANAJ40mUlwodp
"Siapa?" tanya Nadira, menatapnya penuh rasa ingin tahu.
"Agra Group," jawab Bima singkat. Ia mendekat, kedua tangannya langsung mencekram dada Nadira dari belakang, jari-jarinya memainkan putingnya yang sudah mengeras karena sentuhan. "Kita pulang besok. Urusan di sini sudah selesai, dan semuanya sukses. Kontraknya akan dikirim via email. Kalau perlu tanda tangan fisik, aku bisa one day trip ke sini lagi."
74Please respect copyright.PENANA52HnQm7KvN
Nadira menoleh, wajahnya bersinar senang. "Congrats, sayang!"
Bima menggeleng, lalu mengecup bibir Nadira dengan singkat sebelum menariknya lebih dalam. "Yang harusnya dikasih selamat itu kamu, bukan aku. Kamu yang bikin ini semua sukses."
74Please respect copyright.PENANAzpL6dksKlX
Lidah mereka bertautan, panas dan penuh keinginan. Tangan Bima meraba setiap lekuk tubuh Nadira, dari pinggang yang ramping hingga paha yang sudah mulai gemetar. Dengan gerakan cepat, ia meluncur berjongkok dihadapan Nadira, mengangkat satu kakinya ke bahu.
74Please respect copyright.PENANAgR1G19BxyM
"Bima—!" Nadira terengah, tangannya mencengkeram lengan Bima saat lidah Bima menyapu selangkangannya dengan gerakan ahli.
"Daddy," koreksi Bima, suaranya bergema di antara pahanya.
74Please respect copyright.PENANARus1Suro7O
Nadira mengerang, kepalanya terlempar ke belakang. "D-Daddy—ahh!"
74Please respect copyright.PENANAoeIDttPsDn
Baca versi lengkapnya lihat dari profile penulis.
ns216.73.216.85da2