
Hari-hari berlalu dengan detak jantung yang tak pernah benar-benar tenang.
171Please respect copyright.PENANAGgy7bNqrUj
Kalimat “minggu depan” dari pesan Bima, jatuh pada hari ini. Nadira duduk di meja kerjanya, jemarinya mengetuk permukaannya dengan ritme tak menentu. Layar komputernya menyala, dokumen-dokumen proyek Agra Group terbuka, tapi pikirannya jauh, sangat jauh dari angka-angka dan strategi bisnis.
171Please respect copyright.PENANA7zzOLatWpc
Di sudut layar, notifikasi kalender mengingatkannya: " 19.00 – Meeting dengan Pak Bima." Hanya membaca namanya saja sudah cukup membuat napasnya tertahan..
171Please respect copyright.PENANAdChTKmtBBL
Bu Ratih, dengan senyum yang khas, telah memastikan pertemuan ini terjadi. Sehari setelah mendapatkan pesan dari Bima, di sela-sela rapat, ia menyenggol Nadira dan berbisik, “Pak Bima sudah menghubungimu? Kuberi dia nomormu. Jangan marah. Pria seperti itu tidak datang dua kali." Nadira sudah menduga akan hal lagi, kalau bukan dari Bu Ratih, dari siapa lagi Bima bisa mendapatkan nomornya.
171Please respect copyright.PENANAwwagIBfNHR
"Ohya..soal kalian di Bali, dia sempat bercerita padaku sebelumnya.” lalu ekspresinya berubah, ekspresi jahil terpancar dari raut wajah Bu Ratih, “Katanya penampilan kamu menarik saat itu, sampai membuatnya pangling? Hmm... Aku bisa lihat kenapa dia tergoda dan makin ingin dekat dengan kamu." Nadira nyaris tersedak air mineralnya. Tapi Bu Ratih hanya tertawa, menambahkan, "Santai, Nad. Dia pria baik. Dan yang paling penting... dia sangat-sangat menginginkanmu."
171Please respect copyright.PENANADhETLcNOVx
Kalimat itu terus bergema di kepalanya.
171Please respect copyright.PENANAUYHmEHLNYG
***
171Please respect copyright.PENANAL7SvcRLOAZ
Restoran itu sepi, hanya diisi oleh bisik-bisik pelanggan dan denting gelas anggur.
171Please respect copyright.PENANAHU8CtjNnSQ
Untuk pertemuan hari ini, Nadira memilih gaun hitam sederhana yang dipadukan dengan Blazer kerjanya, ia tak mungkin pulang terlebih dahulu untuk mengganti baju. Jadi hari ini ia memilih gaun yang simple tapi tetap profesional untuk dikenakan di kantor. Namun tetap saja gaun itu memberi gambaran lekuk tubuhnya dengan sempurna. Sesuatu yang ia tahu akan menarik perhatian Bima. Dan ia tidak salah.
171Please respect copyright.PENANAcsLiZoWvMo
Begitu Bima melangkah masuk, matanya langsung menemukannya. Seperti radar yang terlatih. Ia mengenakan kemeja putih lengan panjang dengan jas hitam, tampak sempurna seperti selalu. Tapi yang membuat Nadira tersipu adalah bagaimana tatapannya menyapu tubuhnya, perlahan, dari ujung rambut hingga ke sepatu hak tingginya. Seolah ia sedang menandai wilayah.
171Please respect copyright.PENANA8PT0wDg47R
"Kamu terlihat cantik," ujarnya langsung, tanpa basa-basi, saat duduk di depannya. Suaranya rendah, hanya untuk Nadira.
"Terima kasih," Nadira menjawab, berusaha terdengar biasa saja. Tapi jemarinya gemetar memegang menu.
171Please respect copyright.PENANAPKU1Cxjcyz
Makan malam berlangsung dengan percakapan ringan, tentang proyek, cuaca, bahkan rekomendasi wine. Tapi di antara semua itu, ada ketegangan yang tak terucapkan. Kaki Bima sesekali menyentuh miliknya di bawah meja. Tatapannya kerap terjebak di bibir Nadira saat ia menyesap anggur.
171Please respect copyright.PENANA9fmKNfeNte
Dan setiap kali ia memanggil namanya—"Nadira" nada suaranya seperti sebuah perangkap..
171Please respect copyright.PENANAt2VGX42zYu
Sampai akhirnya, Bima meletakkan gelasnya. "Aku lelah berpura-pura," katanya tiba-tiba dan mengganti kata 'saya' yang biasanya digunakan menjad 'aku'.
Nadira mengangkat alis. "Tentang apa?"
171Please respect copyright.PENANAqPy1lubt8I
"Tentang ini. tentang perasaanku ke kamu." Tatapnya tajam, menggunakan pandangannya untuk menyatakan keseriusannya pada Nadira.
"Aku tidak ingin membuang waktu dengan permainan. Kamu tahu apa yang aku inginkan."Nadira menelan ludah. "Dan apa itu?"
171Please respect copyright.PENANAGCKGHY790n
Bima mendekat, siku di atas meja, wajahnya hanya berjarak sejengkal. "Kamu. Aku mau kamu sepenuhnya."
Dunia seakan berhenti. Nadira bisa mendengar detak jantungnya sendiri, berdebar kencang seperti drum perang.
171Please respect copyright.PENANAcDm0gw0eln
"Aku tidak—" ucap Nadira yang juga mengganti gaya bicaranya menjadi lebih casual, namun belum sempat selesai bicara, "Jangan berbohong," Bima memotong, "Aku lihat caramu memandangku. Aku tahu kita memiliki perasaan yang sama."
Nadira tersentak. "I-itu..." Bima tersenyum, "Meskipun tidak banyak kata, tapi bahasa tubuh kita lebih jujur dalam mengungkapkan perasaan kita kan?" Muka Nadira memerah. Ia tidak bisa mengelak dari kalimat itu.
171Please respect copyright.PENANA4Pj9NQN2za
Ia pernah tenggelam dalam fantasinya tentang Bima, semua tentang pria itu mengubah semua yang ada didalam hidup Nadira selama ini. Baginya, pria ini memiliki magnet yang begitu kuat untuk menarik semua hal yang ada di diri Nadira.
Bahkan Nadira meraih orgasme pertamanya dari khayalannya tentang Bima, dan ia sadar, saat ini dihadapannya, ada pintu terlarang yang siap untuk dibuka.
171Please respect copyright.PENANAjmQKmaRydf
Baca versi lengkapnya lihat dari profile penulis.
ns216.73.216.167da2