
Bandara Soekarno-Hatta, Pagi Hari
118Please respect copyright.PENANA2tZ5d3ikVt
Nadira menyesuaikan langkahnya di belakang Bima, tangannya erat memegang troli koper kecil berisi dokumen dan beberapa pakaian kerja. Suara sepatu haknya yang beradu dengan lantai bandara terdengar tegas, seolah ingin menutupi kegelisahannya.
118Please respect copyright.PENANAET1V186EKk
"Jangan terlalu jauh dariku," Bima melirik ke belakang, suaranya rendah tapi tegas. "Kita boarding bareng."
Nadira mengangguk cepat, mempercepat langkahnya hingga sejajar. "Aku masih belum percaya ini benar-benar terjadi," bisiknya, jari-jarinya memainkan ujung blazer-nya.
118Please respect copyright.PENANAP1E3nImTu4
Bima tersenyum, satu tangan dengan santai menyentuh punggung Nadira, mengarahkannya ke jalur prioritas. "Kamu pikir aku bakal biarin kamu terbang sendirian? Setelah weekend kita?"
Wajah Nadira memanas. Weekend itu, dua malam penuh di mana Bima memakainya sampai tubuhnya gemetar, sampai ia berjalan tertatih-tatih ke kantor.
118Please respect copyright.PENANAzXDaJSpPHg
"Jangan diingat-ingat di sini," desisnya, menoleh ke samping agar Bima tak melihat senyum kecutnya.
Tapi Bima tahu. Selalu tahu.
118Please respect copyright.PENANAtesg2JooGz
Kursi kulit yang lebar, privasi yang cukup, dan champagne yang sudah menunggu di atas nampan. Bima mengangkat gelasnya, mengetuk perlahan gelas Nadira.
"Untuk proyek sukses," ujarnya, tapi matanya masih ingin berkata hal lain. "Dan untuk hal-hal lain yang tidak bisa kita bicarakan di depan umum."
118Please respect copyright.PENANAI5LEa4HtNz
Nadira meneguk champagne-nya, cairan dingin itu mengalir ke tenggorokan, tapi tidak semeredam rasa panas yang merambat di kulitnya setiap kali Bima memandangnya seperti itu.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Bima tiba-tiba, jari-jarinya yang panjang mengetuk-ngetuk sandaran kursi.
118Please respect copyright.PENANApenxHnor7c
"Kenapa tanya?"
"Kamu menggigit bibir bawahmu. Seperti nervous."
118Please respect copyright.PENANAjSZkwpPMvU
Nadira menjawab seadanya. "Aku cuma mikirin meeting besok."
Bima tertawa pendek, lalu mencondongkan badan, bibirnya hampir menyentuh telinga Nadira. "Bohong. Kamu mikirin apa yang akan kulakukan padamu di suite nanti."
118Please respect copyright.PENANAZ0BZLwxiqd
Perjalanan berlangsung lancar tanpa ada kendala cuaca, tak terasa mereka sudah sampai Bandara Changi. Saat menunggu bagasi, ponsel Nadira bergetar di saku blazernya. Pada layar ponselnya menampilkan nama yang langsung membuat jantungnya berdetak lebih kencang—Bu Ratih.
118Please respect copyright.PENANAOOn0n0Gsyk
Dia melirik ke arah Bima yang sedang sibuk memantau conveyor belt, lalu membuka pesan itu dengan jari yang sedikit gemetar.
118Please respect copyright.PENANAaGykKrki39
Bu Ratih: "Nadira, ingat, kamu di sana bukan hanya untuk meeting. Kamu bawa nama perusahaan. Pastikan proyek ini berjalan lancar, bawa pulang kontrak yang menguntungkan kedua belah pihak. Jangan sampai ada kesalahan yang bisa merugikan kita."
118Please respect copyright.PENANAuL1u9k5Qs5
Nadira menghela napas, jempolnya segera menari di atas layar.
118Please respect copyright.PENANAufshloZfzL
Nadira: "Siap, Bu. Saya sudah persiapkan semuanya. Data lengkap, proposal revisi terakhir sudah saya bawa, dan saya akan pastikan semua diskusi tetap pada track-nya."
118Please respect copyright.PENANAF0IKesGxqY
Dia memencet send, lalu menatap ponselnya, seolah-olah Bu Ratih bisa muncul dari balik layar dengan tatapan tajamnya.
Tak sampai sepuluh detik, balasan datang.
118Please respect copyright.PENANAIUkLKAQ8lE
Bu Ratih: "Good. Oh, dan satu lagi..."
118Please respect copyright.PENANA6xJWPBm6Zv
Nadira menahan napas, menunggu apa yang akan di ketik oleh Bu Ratih
.
Bu Ratih: "Have fun di sana. Jangan lupa pengaman ya, Nadira. ;)"
118Please respect copyright.PENANAK0Qt41Zu4g
Dia tersentak. Ponselnya hampir terjatuh. Pipinya memanas dalam sekejap, rasanya seperti seluruh bandara tahu apa yang baru saja dibacanya.
118Please respect copyright.PENANAClKTerbIEr
"Nadira?" Bima mendekat, tas kerjanya sudah tergantung di bahu. "Kamu kenapa? Wajahmu merah banget."
Nadira segera mematikan layar ponselnya. "Nggak, nggak ada. Cuma... Bu Ratih ngirim reminder soal meeting besok."
118Please respect copyright.PENANAHqdPZ0en7Y
Bima mengangkat alis, ia dengan jeli menangkap Nadira, membaca adanya kebohongan disana. "Oke. Tapi kalau sampai besok wajahmu masih semerah itu saat meeting, semua orang akan tahu kamu bohong."
Nadira mengatupkan gigi. "Diam."
118Please respect copyright.PENANAWHhvLcAGAm
Tapi Bima sudah berbalik, berjalan menuju pintu exit dengan langkah percaya diri. Nadira mengikutinya, tapi pikirannya masih tertahan pada pesan Bu Ratih.
118Please respect copyright.PENANAZgXSjNNbJV
"Dia tahu. Benar-benar tahu."
Dan yang lebih membuatnya bergidik,
118Please respect copyright.PENANAT5N34jQvSL
Bu Ratih mengizinkannya.
118Please respect copyright.PENANA2NeQyDJTil
Baca versi lengkapnya lihat dari profile penulis.
ns216.73.216.85da2