"Boleh saya duduk di sini, Nona?", kata seorang pemuda kurus bertanya kepada Dokter Zelena.

"Maaf anda siapa ya?", tanya Dokter Zelena yang merasa tidak mengenal pemuda di hadapannya ini.

"Saya bukan siapa-siapa, Nona. Hanya ingin menumpang duduk di sini saja. Apa anda mengizinkannya?", kata pemuda itu sambil menatap Dokter Zelena dengan pandangan penuh hasrat.

"Silahkan duduk di sini. Asalkan anda tidak mengganggu saya", kata Zelena mengangguk dan mengizinkan pemuda tidak di kenal itu duduk semeja dengannya.

"Baik, Nona. Terima kasih. Saya berjanji tidak akan mengganggu anda", kata pemuda itu berjanji kemudian duduk membelakangi Dokter Zelena.

Yang tidak diketahui oleh Dokter Zelena adalah pemuda itu saat ini sedang tersenyum menyeramkan.

Awalnya pemuda itu memang biasa saja dan tidak mengganggu Dokter Zelena. Semuanya berubah saat pemuda itu terlalu banyak minum minuman beralkohol. Tidak berapa lama kemudian, pemuda itu mulai sedikit kurang ajar.

Kulit di pergelangan tangan Dokter Zelena dirabanya. Sangat halus, pikir pemuda itu. 

Dokter Zelena kemudian segera menepis tangan dari pemuda itu. Selanjutnya pemuda itu kembali berulah dengan menyentuh dagu Dokter Zelena, dan itulah yang membuat Dokter Zelena sangat muak.

Akhirnya, dengan kesal dan jijik, Dokter Zelena memutuskan untuk segera pergi dari tempat itu.

Saat Dokter Zelena hendak bangkit berdiri dari duduknya, dengan sengaja pemuda kurus itu menghalangi jalan Dokter Zelena. Kemudian memegang pergelangan tangannya dengan tanda-tanda tidak akan di lepaskan. Dokter Zelena pun akhirnya murka.

"Lepaskan tanganku!!", bentak Dokter Zelena. 

Pemuda kurus itu hanya tersenyum penuh makna dan berkata.

"Temani aku dan bersenang-senanglah denganku malam ini", kata pemuda kurus itu dengan tetap memandang wajah Dokter Zelena yang cantik.

Dokter Zelena memperingati pemuda kurus itu sekali lagi. Akan tetapi, pemuda itu tidak menggubrisnya.

Dokter Zelena yang benar-benar sudah muak pun akhirnya memutar pergelangan tangan pemuda kurus itu. Dan terdengarlah bunyi renyah dan teriakan kesengsaraan sesudahnya.

"Arrrgghhh!!!", kata pemuda itu yang berteriak kesakitan saat ini. 

Selanjutnya, Dokter Zelena menendang dada pemuda itu hingga sang pemuda kurus terhempas ke belakang. Sekarang sudah ada kesempatan untuk lari. Maka Dokter Zelena pun segera berlari meninggalkan kafe.

Banyak orang yang melihat kejadian itu, tetapi mereka hanya diam saja seolah-olah tidak mau mencampuri urusan orang lain.

"Tangkap jalang itu!!", kata si pemuda kurus menyuruh beberapa anak buahnya. 

"Baik bos!!", kata anak buahnya serempak dan segera mengejar keluar dari kafe.

Dokter Zelena berlari dan terus berlari hingga melalui beberapa blok dari kafe itu. Setiap ada gang kecil, dia masuk ke dalamnya dan berlari terus menerus entah kemana. Dokter Zelena berlari dengan tanpa menggunakan alas kaki agar larinya lebih cepat. 

Sementara anak buah pemuda kurus yang tadi dipukulnya, terus saja mengejar di belakang. Dokter Zelena terus berlari hingga 15 menit lamanya dan tanpa henti hingga akhirnya dirinya merasa kelelahan dan tak sanggup lagi untuk berlari.

Beruntung ada sebuah rumah besar yang gerbangnya terbuka. Dokter Zelena tanpa ragu memasuki rumah itu, dan bersembunyi di balik kursi di teras rumah.

Hal yang Dokter Zelena belum ketahui adalah sang pemilik rumah itu diam-diam memperhatikannya begitu dia masuk dan bersembunyi di balik kursi teras.

Kemungkinan karena sangat panik, Dokter Zelena tidak menyadari bahwa pemilik rumah itu sedang duduk sambil membaca koran di sampingnya.

Anak buah pemuda kurus itu kini kebingungan dan kehilangan jejak Dokter Zelena. Beberapa dari mereka berpencar mencari ke sana dan kemari akan tetapi tidak juga menemukan Dokter Zelena.

 

Setelah pencarian mereka yang terus menerus berputar di sekitar blok hingga berkali-kali, dan sudah ada beberapa warga yang mencurigai aksi mereka, akhirnya beberapa anak buah pemuda kurus itu saling berdiskusi dan memutuskan untuk kembali ke kafe dengan meninggalkan jejak-jejak wajah keputusasaan.

Dokter Zelena pun akhirnya bisa menarik nafas panjang dengan penuh rasa kelegaan. Tampak tubuh Dokter Zelena bermandikan keringat. Peluh yang ada di dahinya layaknya seperti orang yang baru saja berolahraga berat.

'Seharusnya aku bisa menghajar mereka semua. Hitung-hitung malam ini aku sedang melatih staminaku lagi', kata Dokter Zelena yang sedikit meremehkan orang-orang yang mengejarnya itu.

Setelah cukup tenaga, Dokter Zelena bangkit dan akan segera pergi keluar dari rumah itu. Sambil mengawasi ke depan gerbang takutnya beberapa orang yang mengejarnya hanya menjebaknya untuk keluar dari persembunyiannya.

Dan sebelum sempat Dokter Zelena melangkahkan kakinya, mendadak ada suara yang terdengar dari samping kirinya.

"Mereka sudah pergi, kalo mau pulang ya pulang saja", kata suara itu.

Dokter Zelena terkejut dan beristighfar saking kagetnya. Dokter Zelena segera meminta maaf kepada pemilik rumah karena sudah lancang memasuki rumahnya tanpa izin.

"Maaf, maaf, pak. Saya terdesak dan masuk ke sini. Saya akan segera... Hah?! Anda Dokter Zein kan, yang di RS Derisa?!", kata Dokter Zelena yang sangat terkejut jika dia kini sedang di hadapan Dokter Zein.

"Ya ini aku", kata Dokter Zein sambil terus membaca koran.

"Dokter sedang apa di sini?", kata Dokter Zelena yang penasaran.

"Seharusnya aku yang bertanya begitu, ini kan rumahku, huh..", balas Dokter Zein yang menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Oh maaf maaf, he he", kata Dokter Zelena merasa canggung.

Karena sudah terjadi seperti ini, mau tidak mau mereka berdua jadi mengobrol.

"Jadi kenapa kau sampai dikejar-kejar orang-orang itu", tanya Dokter Zein yang cukup penasaran.

"Ceritanya pelik", kata Dokter Zelena.

Dokter Zelena kemudian menceritakan semua yang terjadi padanya saat di kafe. Dari dia bertemu pemuda itu hingga dia dikejar-kejar.

Tapi Dokter Zelena tidak memberitahu Dokter Zein alasan kenapa dia nekat pergi ke kafe dalam keadaan pikiran yang tidak karuan itu. Karena memang benar-benar Dokter Zelena tidak bisa lepas dari bayangan dan pikiran sosok yang ada di depannya ini.

Dan jika Dokter Zein tahu alasan yang sebenarnya, bisa-bisa dirinya malah akan ditertawakan oleh Dokter Zein.

"Apa kau mau makan atau minum sesuatu?", tanya Dokter Zein.

"Ah.. Apa tidak merepotkanmu?", kata Dokter Zelena yang merasa tidak enak hati. Dokter Zein pun hanya menggeleng saja.

"Kalau begitu, aku minta air dingin, air es atau minuman apa saja yang penting dingin.. Aku merasa haus dan lelah sekali. Kalau makanan, itu terserah kamu saja", kata Dokter Zelena.

"Baiklah tunggu sebentar", kata Dokter Zein lagi.

Dokter Zein kemudian pergi mengambil beberapa biskuit coklat kecil dan beberapa minuman botol dingin yang ada di kulkasnya. 

Sementara saat ini, Dokter Zelena sedang berpikir dan berbicara dalam hatinya.

'Entah ini keberuntungan atau kesialan, aku sedang mencoba untuk tidak memikirkan lagi Dokter Zein. Sekarang aku malah bertamu di rumahnya. Haahh!!', kata Dokter Zelena bergumam dalam hati.

= = = = = = = = = = = = = = = = = =

"Apa..?! Tidak ketemu?!! Bagaimana bisa?!!", kata pemuda kurus itu yang bernama asli Andy Arjito alias Gareng ini. Gareng masih muda dan berusia 21 tahun, anak dari pejabat korup di kota ini.

"Iya bos, larinya cepat sekali seperti kancil bos!!", kata anak buahnya beralasan.

"Jalang itu nanti saja kita pikirkan, sekarang cepat bawa aku ke Rumah Sakit!!", kata Gareng yang masih memegangi tangannya karena kesakitan.

'Tidak ada orang yang bisa lepas dari Gareng', kata Gareng dalam hati, yang sudah sangat geram kali ini.

Mobil Gareng melaju dengan sangat cepat dan hanya dua puluh menit kemudian, mereka sudah sampai di depan Rumah Sakit. Gareng dibawa anak buahnya menuju ke Instalasi Gawat Darurat (IGD), untuk diperiksa dan mendapatkan pengobatan.

= = = = = = = = = = = = = = = = =

"Hei, pelan-pelan minumnya, apa kau tidak takut kembung?!", kata Dokter Zein yang terkejut melihat Dokter Zelena yang sudah menghabiskan gelas ke-5 nya.

"Maaf aku benar-benar kehausan sekali", kata Dokter Zelena yang terus-menerus menatap Dokter Zein dengan mata yang terlihat rakus dan sambil minum juga. 

'Zelena kau memalukan sekali!!', teriak Dokter Zelena di dalam hati.

Setelah menghabiskan hingga 7 gelas, Dokter Zelena pun berhenti. Kemudian terdengar suara "aaarrrrgggg". Itu adalah suara sendawa keras dari Dokter Zelena yang menandakan sudah penuhnya air di dalam organ lambungnya.

"Kau sedang mabuk air es ya?", kata Dokter Zein sambil menaikkan sebelah alisnya.

"Ha ha ha ha", kata Dokter Zelena yang seketika tertawa lucu. 

"Kamu lucu deh kayak marmut", kata Dokter Zelena yang mendadak berhenti berbicara setelah keceplosan berkata 'marmut'.

"Kamu juga lucu kayak orang... Orang utan..", kata Dokter Zein membalas datar.

"Ha ha ha ha.. Ha ha ha ha.. Ha ha ha ha.. Ha ha ha ha..", entah kenapa Dokter Zelena malah tertawa terbahak-bahak saat Dokter Zein mengucapkan kalimat itu.

'Padahal candaan ini kan garing, kok bisa dia ketawa sampai begitu?!', kata Dokter Zein dengan penuh keheranan.

Mendengar tawa perempuan yang tidak dikenalnya, mendadak Pak Abdullah datang ke teras depan dan berkata.

"Zein, baca Ta'awudz, abu dengar suara setan perempuan, kayak kuntilanak", kata Pak Abdullah serius.

"Apa ini setannya bi..", kata Dokter Zein sambil menunjuk Dokter Zelena yang memang saat itu terlihat sangat berantakan sekali.

"Allahu Akbar..", kata Pak Abdullah memandang Dokter Zelena kemudian membuat gerakan-gerakan silat, sambil berkata.

"Kamu jangan ketipu, Zein. Setan ini berhijab dan sangat cantik!!!", kata Pak Abdullah waspada tingkat dewa.

Dokter Zein tertawa terpingkal-pingkal mendengar Pak Abdullah mempercayai ucapannya. Sementara Dokter Zelena merah padam wajahnya. Akhirnya, karena kasihan, Dokter Zein menjelaskan jika Dokter Zelena ini adalah teman kerjanya di Rumah Sakit dan sama-sama berprofesi sebagai Dokter.

"Ente bahlul, Zein.. Astaghfirullah, 'afwu 'afwu..(maaf maaf)", kata Pak Abdullah meminta maaf kepada Dokter Zelena.

Dokter Zelena yang masih merah padam wajahnya pun, akhirnya memaafkan Pak Abdullah.

Tapi sejurus kemudian, Pak Abdullah kembali bermuka tegas.

"Ente Zein sama Enti fulana, apa sedang berkhalwat?!", kata Pak Abdullah curiga. 

Dokter Zein dan Dokter Zelena yang mendengarnya pun kaget. Mereka berdua membela diri masing-masing.

"Astaghfirullah.. Wallahi ana gak khalwat bi", kata Dokter Zein yang terdengar cukup panik dituduh seperti itu.

"Wallahi, ana gak sengaja mampir ke sini, bah", kata Dokter Zelena. 

Dokter Zelena kemudian menjelaskan lagi semuanya dari awal, dari dia berkunjung ke sebuah kafe, memukul orang, sampai dikejar-kejar anak buah orang yang di pukulnya tadi dan secara tidak sengaja malah bersembunyi di tempat ini yang ternyata adalah rumah Dokter Zein. Pak Abdullah pun hanya manggut-manggut saja mendengarnya.

Sambil melihat wajah Dokter Zein lalu berganti melihat ke wajah Dokter Zelena, Pak Abdullah mengatakan.

"Ente berdua cocok, serasi.. Ada kemiripan antara ente berdua. Kalo udah siap, tinggal ijab aja", kata Pak Abdullah yang tersenyum sambil meninggalkan Dokter Zein dan Dokter Zelena.

Dokter Zein dan Dokter Zelena hanya saling memandang satu sama lain. Kemudian mengalihkan pandangan masing-masing karena malu.

=========================