
Chapter 1: Riska yang Kukenal
33626Please respect copyright.PENANA8sf0NHyxH1
Namaku Jaka. Seorang suami biasa dengan hidup yang... sampai beberapa bulan lalu, rasanya adem
33626Please respect copyright.PENANAoapmeR1V9h
https://victie.com/app/author/49673
33626Please respect copyright.PENANARAoeAMMcAd
aja. Aku kerja kantoran, gajian tiap bulan cukup buat hidup layak. Istriku, Riska, wanita paling kalem yang pernah aku kenal. Lulusan kampus Islam, pintar, lembut, dan—kalau boleh jujur—terlalu baik buat dunia ini.
Riska itu tipe perempuan yang kalau aku ajak ngobrol agak ‘dewasa’ aja langsung bilang, “Mas... astaghfirullah.” Bahkan waktu malam pertama dulu, dia malu-malu banget. Sering kali aku yang harus ngerem diri sendiri, karena dia terlalu takut ‘dosa’.
33626Please respect copyright.PENANAd9dJIOnPGW
Tapi aku suka itu. Aku suka Riska yang polos, sholehah, dan selalu menunduk kalau bicara sama lawan jenis. Dia bikin aku ngerasa tenang. Rumah jadi kayak surga kecil.
Lalu dia mulai kerja lagi.
Awalnya aku yang mendorong dia balik ke dunia kerja. Sayang ilmunya kalau nggak dipakai. Setelah nganggur dua tahun lebih, akhirnya dia dapat kerja di kantor distributor alat kesehatan. Posisi administrasi, katanya nggak terlalu berat.
33626Please respect copyright.PENANAael4hkPY3s
Dari awal dia masuk, aku bisa lihat semangatnya. Tiap pagi dandan lebih rapi, kadang pakai lipstik tipis yang nggak pernah dia sentuh waktu jadi ibu rumah tangga.
33626Please respect copyright.PENANAmXefr0dYXO
Aku bangga, tapi juga... jujur aja, mulai ada rasa asing. Tapi kubuang jauh-jauh. Mungkin cuma aku yang terlalu sensitif.
33626Please respect copyright.PENANAxyd60OolsK
Setelah beberapa minggu kerja, Riska mulai sering cerita soal teman-teman kantornya. Ada satu nama yang paling sering disebut: Nina.
“Nina itu rame banget, Mas. Orangnya asik, suka becandain aku. Tapi kadang... agak frontal,” katanya sambil senyum-senyum sendiri.
“Frontal gimana?”
“Ya... suka bahas hal-hal yang agak ‘nakal’. Tadi aja dia cerita soal cowoknya yang suka minta difoto pakai lingerie. Aku sampe kaget, ‘Astaga, Na! Kamu ngomong gitu ke aku?’ Eh dia malah bilang, ‘Ris, kamu tuh kudu belajar nakal dikit, masa iya suami kamu nggak penasaran?’”
Aku ketawa hambar. “Terus kamu jawab apa?”
33626Please respect copyright.PENANA6HKST1B3gk
“Aku bilang, ‘Gila kamu, Na. Aku mana bisa kayak gitu.’ Tapi terus dia godain lagi, katanya, ‘Justru karena kamu polos, makanya seru kalau dicoba.’”
Riska ketawa. Tapi aku cuma diam.
Aku tahu Riska masih polos. Tapi dari caranya cerita, dari cara dia ketawa—ada yang berbeda. Seakan... dia nggak sepenuhnya nolak obrolan itu.
Beberapa malam kemudian, Riska ngajak nonton film barat yang biasanya nggak dia lirik.
33626Please respect copyright.PENANArvkoILdXa2
“Katanya bagus ceritanya,” ujarnya sambil buka laptop.
33626Please respect copyright.PENANAj7ribdf2tr
Film itu... ya, memang bagus. Tapi ada beberapa adegan ranjang yang cukup eksplisit. Biasanya Riska langsung tutup mata. Tapi kali ini dia nonton aja, meski agak kaku.
33626Please respect copyright.PENANA0KzamZZmnv
“Geli ya?” tanyaku, coba ledek.
33626Please respect copyright.PENANAy36IWOmf39
Dia nyengir. “Enggak. Cuma... penasaran aja. Di kantor suka dibahas juga.”
33626Please respect copyright.PENANAhAKqxgoIMe
Aku mengangguk pelan, tapi pikiranku nggak bisa tenang. Ini udah beda dari Riska yang biasa ngerasa berdosa kalau cuma denger lagu cinta terlalu romantis.
33626Please respect copyright.PENANAl6yXkMsdjr
33626Please respect copyright.PENANAigi1EG5YPp
---
33626Please respect copyright.PENANAauPE6GdsHj
Suatu sore, aku jemput dia karena hujan turun deras dan dia ketinggalan jas hujan. Kantornya sepi, tinggal beberapa orang.
33626Please respect copyright.PENANAecCSdybtPz
Dari jauh aku lihat Riska lagi ngobrol sama seorang pria—tinggi, necis, wajahnya tenang dan karismatik. Aku tahu dari ceritanya, itu pasti Pak Arman, atasannya.
33626Please respect copyright.PENANAtj3P6UIlOD
Pak Arman menyodorkan map sambil tersenyum. Tangannya sempat menyentuh lengan Riska, sekilas aja. Tapi cukup bikin dadaku hangat—bukan karena cinta, tapi karena cemburu.
33626Please respect copyright.PENANABk9eMTmSN2
Riska kaget waktu lihat aku. “Mas? Tumben jemput.”
33626Please respect copyright.PENANAswonBohkdw
“Hujannya deres,” jawabku datar.
33626Please respect copyright.PENANAADrLzdF6QG
Pak Arman melirikku. “Wah, suami siaga, nih. Istri Ibu Riska ini rajin banget. Beruntung Bapak.”
33626Please respect copyright.PENANAKODpymnEWe
Aku senyum sopan. Tapi hati rasanya nggak nyaman.
33626Please respect copyright.PENANApEZkTboAtW
Di perjalanan pulang, aku tanya, “Itu Pak Arman ya?”
33626Please respect copyright.PENANAs0LvVz6QbK
“Iya. Orangnya baik, profesional kok. Nggak macem-macem.”
33626Please respect copyright.PENANAohN3PGgrKv
Aku cuma mengangguk. Tapi tetap aja, ada rasa nggak enak. Aku tahu tipe-tipe pria seperti dia. Sopan di luar, tapi licin kalau ada celah.
Malamnya, aku lihat Riska pegang HP sambil senyum-senyum kecil. Kupikir dia lagi chatting sama Nina. Tapi pas dia ke kamar mandi, notifikasi masuk: “Kang Ujang OB: hehe iya Bu, saya ingat yang kemarin...”
Aku nggak sempat baca lanjutannya. Dan aku juga nggak nanya. Belum.
Mungkin cuma obrolan biasa. Mungkin juga bukan apa-apa.
33626Please respect copyright.PENANAeoEWAAsOBp
Tapi rasanya... semua yang terjadi belakangan ini, kayak potongan puzzle yang belum nyatu. Riska yang makin sering tertawa sendiri. Riska yang mulai terbuka bahas hal-hal yang dulu dia anggap tabu. Riska yang... bukan lagi Riska yang kukenal dulu.
Tapi apakah ini cuma perubahan biasa? Atau... awal dari sesuatu yang lebih dalam?
Entahlah.
Untuk sekarang, aku cuma bisa mengamati. Dan berharap... semua ini cuma pikiran berlebih dari seorang suami yang terlalu mencintai istrinya.