
Flashback: Ketika Pak Darmawan Menerima Lamaran Kerja Bu Ai
1706Please respect copyright.PENANAamDWdjKywb
Beberapa bulan sebelumnya, sebelum hiruk pikuk intrik ini dimulai, Pak Darmawan duduk di kursi kerjanya, suasana ruangannya terasa formal dan kaku. Matanya tertuju pada berkas lamaran kerja yang tergeletak di atas meja kayunya yang mengkilap. Dia menghela napas panjang, menyadari bahwa dia harus segera mengisi posisi Guru Bimbingan Konseling yang telah lama kosong di sekolah. Proses wawancara dan seleksi selalu terasa membosankan baginya, hanya formalitas belaka. Dengan enggan, dia mulai membaca berkas-berkas tersebut satu per satu, menggeser tumpukan amplop cokelat.
1706Please respect copyright.PENANAY0AoTkIYmJ
Ketika dia membuka berkas milik Aiara Safitri, nama yang belum pernah ia dengar sebelumnya, matanya langsung terpaku. Bukan pada riwayat pendidikan yang cemerlang atau pengalaman kerja yang relevan, melainkan pada foto yang terlampir di dalamnya. Wanita itu memiliki wajah yang sangat cantik, dengan kulit halus dan bersih yang seolah bercahaya, mata yang indah berbentuk bulan sabit yang memancarkan ketenangan, dan senyum yang menawan, meskipun hanya sebatas foto paspor. Pak Darmawan merasakan desiran aneh dalam hatinya, sebuah gairah yang tiba-tiba muncul, seolah ada sesuatu yang kuat menarik dirinya pada wanita dalam foto itu. Ini lebih dari sekadar ketertarikan biasa. Ini adalah obsesi instan.
1706Please respect copyright.PENANAOuMIlCaMM4
Dengan penuh harap yang tak wajar untuk seorang Kepala Sekolah, dia segera menyambar telepon di mejanya dan menghubungi nomor yang tertera di berkas Bu Ai, menjadwalkan wawancara pada hari berikutnya. Suaranya terdengar lebih antusias dari biasanya. Ia hampir tidak bisa tidur semalaman, pikirannya terus-menerus membayangkan bagaimana rasanya bertemu dengan wanita cantik itu secara langsung, apakah dia secantik dalam foto, apakah auranya sama menenangkan. Antisipasi itu menguasai dirinya.
1706Please respect copyright.PENANAjIqwGRZh0I
Keesokan harinya, ketika Bu Ai melangkah masuk ke ruang kerja Pak Darmawan untuk wawancara, dia merasa seolah-olah waktu berhenti berdetak. Bu Ai bahkan lebih cantik dari yang dia bayangkan. Rambutnya terbalut hijab syari yang rapi, menonjolkan wajah ayunya. Tubuhnya yang langsing dan proporsional, berbalut busana yang sopan namun elegan, bergerak dengan anggun. Ia berjalan dengan percaya diri, menampilkan ketenangan dan kemandirian yang luar biasa, sebuah paket lengkap yang semakin memikat Pak Darmawan.
1706Please respect copyright.PENANAtWgJ4IESFm
Pak Darmawan merasakan jantungnya berdegup kencang, sebuah pemikiran licik dan mendominasi melintas di benaknya, "Aku harus menaklukkan perempuan ini, apa pun yang terjadi. Dia harus jadi milikku." Sebuah tekad posesif yang kuat muncul di benaknya.
1706Please respect copyright.PENANAUmQnwGuhsg
Dia menyambut Bu Ai dengan senyum terbaiknya, senyum yang ia harap terlihat ramah dan profesional, namun matanya tak pernah lepas dari sosok wanita yang kini duduk di hadapannya. Sepanjang wawancara, meskipun Bu Ai berbicara tentang visi dan misinya sebagai guru BK, Pak Darmawan lebih banyak menatapnya, mengagumi setiap detail, dan merencanakan bagaimana ia akan mendekatinya.
1706Please respect copyright.PENANAsIuBSP6Fo7
Setelah wawancara yang singkat namun terasa intens bagi Pak Darmawan, dia sudah tidak ragu lagi. Dia harus mendapatkan Bu Ai, bukan hanya sebagai guru BK. Sebuah ide yang sempat melintas karena ia ingin Bu Ai berada sedekat mungkin dengannya, tapi juga sebagai miliknya sendiri, secara pribadi. Dengan tekad yang membara dan hasrat yang tak terkendali, dia menawarkan posisi Guru Bimbingan Konseling itu kepada Bu Ai, yang menerima dengan senang hati, tanpa sedikit pun menyadari motif tersembunyi di balik keputusan cepat itu.
Dari hari itu, hidup Pak Darmawan berubah total. Dia tidak pernah merasa begitu bergairah dan termotivasi sebelumnya.
1706Please respect copyright.PENANAV6O3SwnFsY
Setiap pagi, ada alasan kuat baginya untuk datang ke sekolah. Kehadiran Bu Ai di sampingnya setiap hari, bahkan hanya melihatnya melintas di koridor atau mendengar suaranya di ruang guru, bagaikan sebuah obat penawar yang mengisi relung hatinya yang selama ini kosong, memberinya energi dan tujuan baru, meskipun tujuan itu adalah sebuah obsesi.
1706Please respect copyright.PENANASrUpNjxuu8
Ia merasa bahwa Bu Ai adalah kunci kebahagiaan dan kepuasannya.
1706Please respect copyright.PENANAsuQbpR5aqf
Kembali ke Masa Kini:
1706Please respect copyright.PENANAjmWTVRQnbG
Keesokan paginya, udara di sekolah terasa sedikit lebih dingin, seolah ikut merasakan ketegangan yang tersembunyi. Kepala Sekolah Darmawan duduk di ruangannya, senyum licik terukir di bibirnya. Rencananya untuk mengundang Bu Ai ke pelatihan sudah matang. Ia membuka kembali pesan yang telah ia kirimkan tadi malam, menunggu balasan atau konfirmasi. Tak lama kemudian, ponselnya bergetar. Sebuah balasan dari Bu Ai muncul, mengonfirmasi kesediaannya untuk datang. Hati Pak Darmawan bergelora penuh kemenangan.
Tak mau menunda, ia segera menyiapkan jadwal terperinci, termasuk jadwal keberangkatan, akomodasi, dan rincian pelatihan. Ia ingin semuanya terlihat profesional, seolah-olah ini murni urusan pekerjaan. Ia bahkan menyiapkan beberapa berkas yang relevan untuk dibahas, sebagai dalih tambahan.
1706Please respect copyright.PENANAONEYyBvQ23
Saat bel istirahat pertama berbunyi, Pak Darmawan mengirim pesan lagi kepada Bu Ai. "Bu Ai, bisakah Anda mampir sebentar ke ruangan saya sekarang? Saya ingin menjelaskan beberapa detail mengenai pelatihan besok." Ia tahu Bu Ai adalah orang yang sigap dan patuh.
Bu Ai, yang sedang sibuk merapikan meja setelah sesi konsultasi, membaca pesan itu. "Tentu, Bapak Kepala Sekolah. Saya segera ke sana." Ia berpikir ini adalah hal yang wajar, bagian dari persiapan penting. Tanpa curiga sedikit pun, Bu Ai bergegas menuju ruangan Kepala Sekolah.
1706Please respect copyright.PENANA5bcsDcKQCd
Di sisi lain, Pak Arjuna yang baru saja selesai mengajar di lapangan, melihat Bu Ai berjalan cepat menuju gedung utama. Hatinya gusar, ia tahu itu adalah arah menuju ruangan Kepala Sekolah. Rasa cemburu kembali menyergapnya, tajam dan menyakitkan.
Ia hanya bisa menatap dari kejauhan, merasa tak berdaya. Ia merasa waktu terus berjalan, dan ia harus segera melakukan sesuatu sebelum terlambat. Namun, apa? Ia masih mencari cara yang tepat, sementara Kepala Sekolah Darmawan sudah bergerak maju.
1706Please respect copyright.PENANAftbIkPkV59
Situasi ini semakin rumit, dan Bu Ai, di tengah pusaran perhatian para pria di sekitarnya, masih tetap polos dan fokus pada tugasnya.
1706Please respect copyright.PENANAMDATh7XlII
1706Please respect copyright.PENANAIL33CkIvbV
***
Baca kisah lengkapnya dari profile penulis
ns216.73.216.247da2