
Papan tulis masih penuh dengan angka dan rumus yang baru saja ia jelaskan, tetapi Aisyah merasa seolah pikirannya berada di tempat lain. Hari ini, ia berdiri di depan kelas, menerangkan materi dengan suara yang terdengar tenang, namun di balik itu pikirannya berkelana.
Bayu...
Percakapan mereka tadi malam terus berputar di kepalanya, terutama pada bagian ketika ia secara tersirat menyerahkan dirinya untuk "diajar nakal." Ia tidak tahu apa yang membuatnya berani mengatakan itu. Apakah itu spontan? Atau sebenarnya ia sudah lama menyimpan rasa ingin tahu yang akhirnya menemukan tempat untuk meledak?
Namun, yang lebih membuatnya resah bukan apa yang ia katakan, melainkan bagaimana Bayu meresponsnya. Bayu tidak menanggapi. Ia hanya berkata bahwa malam sudah terlalu larut dan menyarankan agar Aisyah beristirahat.
Sikap Bayu itu justru membuat Aisyah semakin penasaran.
469Please respect copyright.PENANAPcXZzRvnGg
Ia menduga-duga berbagai kemungkinan. Apakah Bayu sebenarnya tidak tertarik? Ataukah ia hanya menahan diri? Jika Bayu benar-benar tidak tertarik, lalu kenapa ia tetap membalas pesan Aisyah pagi ini? Dan jika Bayu tertarik, mengapa ia tidak langsung merespons seperti yang mungkin dilakukan pria lain?
Kegelisahan itu membekas di benaknya.
“Bu Aisyah?” Suara seorang murid membuyarkan lamunannya. Aisyah segera kembali ke kenyataan dan tersenyum kecil, mencoba menyembunyikan pikirannya yang berantakan.
"Iya, siapa yang bisa menjawab soal ini?" tanyanya, mengalihkan perhatian kelas.
469Please respect copyright.PENANAJSuLUyvVKP
Sehari ini, ia berusaha menghindari pertanyaan-pertanyaan Rina yang biasanya selalu ingin tahu perkembangan hubungannya dengan Bayu. Setiap kali Rina mencoba menggali, Aisyah hanya menjawab pendek, "Nanti aja ceritanya, belum ada yang menarik." Padahal, hatinya bergejolak.
469Please respect copyright.PENANAQgYlYRB0Rv
***
469Please respect copyright.PENANAMIDm7rZfM3
Waktu terasa berjalan lebih cepat dari biasanya. Pulang sekolah, Aisyah buru-buru membereskan pekerjaannya. Ada dorongan dalam dirinya untuk segera sampai di rumah, membersihkan diri, dan menyiapkan segala sesuatu agar ia bisa fokus untuk bercakap dengan Bayu lagi malam ini.
Namun, ada hal yang membuatnya bertanya-tanya.
469Please respect copyright.PENANANp2cKEjhJi
Kenapa ia merasa excited seperti ini?
Apakah karena Bayu berbeda dari pria lain yang pernah ia kenal? Ataukah ini hanya ilusi?
Apakah ia sebenarnya sedang menikmati permainan ini?
Setelah selesai mandi dan berpakaian rapi, Aisyah mengambil ponselnya dan mengirim pesan.
469Please respect copyright.PENANAFjACJyan9q
Aisyah: "Aku sudah di rumah ya, Mas Bayu."
Tak lama, sebuah notifikasi masuk.
Bayu: "Ada yang nggak sabar nih sepertinya."
469Please respect copyright.PENANAe5vbMRQYiY
Aisyah menatap layar ponselnya, pesan dari Bayu muncul di layar, singkat namun memancing sesuatu dalam dirinya. Ada getaran aneh yang ia rasakan, campuran antara rasa penasaran, gugup, dan sesuatu yang lebih dalam yang belum ia definisikan. Jarinya bergerak di atas layar, mengetik sesuatu lalu menghapusnya. Ia tidak ingin terdengar terlalu antusias, tetapi juga tidak ingin percakapan ini mengendur begitu saja.
Aisyah: "Bukan nggak sabar, cuma penasaran aja. Hehe."
Titik-titik tanda Bayu sedang mengetik muncul. Aisyah menatapnya dengan perhatian penuh, seakan itu adalah hal terpenting di dunia saat ini.
Bayu: "Penasaran sama apa?"
Aisyah menggigit bibirnya. Ia sendiri tak yakin harus menjawab apa. Penasaran dengan sikap Bayu yang menahannya tadi malam? Penasaran dengan arah percakapan mereka? Atau… penasaran dengan dirinya sendiri, dengan reaksinya yang tidak biasa ini?
Aisyah: "Ya… penasaran aja, Mas Bayu tadi malam kenapa berhenti pas kita lagi asik ngobrol?"
Bayu tidak langsung menjawab. Ada jeda beberapa menit sebelum akhirnya pesan baru muncul.
Bayu: "Aisyah ingin aku teruskan?" Sebuah pertanyaan sederhana, tetapi cukup untuk membuat dada Aisyah berdebar.
Ia tahu bahwa Bayu sedang mengujinya, melihat bagaimana reaksinya. Dan tanpa sadar, ia mulai merasakan sensasi yang tidak bisa dijelaskan. Perasaan seperti sedang berada di sebuah permainan psikologis, di mana setiap kata yang dilontarkan Bayu seperti tali yang menariknya lebih dalam.
Ia menatap ponselnya lama sebelum akhirnya membalas.
469Please respect copyright.PENANAeHA7SyqvCk
Aisyah: "Entahlah, aku nggak tahu."
Bayu membalas cepat kali ini.
Bayu: "Kalau begitu, lebih baik aku yang bertanya."
Aisyah: "Tanya apa?"
Bayu: "Aisyah sadar nggak, kalau sebenarnya kamu menikmati ini?"
Jantungnya berdetak lebih kencang. Ada sesuatu dalam kata-kata Bayu yang membuatnya merasa… terbaca.
Aisyah: "Maksudnya?"
Bayu: "Cara kamu mengetik, cara kamu menunggu balasan, bahkan cara kamu berusaha menjawab tanpa benar-benar menjawab. Kamu penasaran, tapi juga ragu. Kamu ingin tahu apa yang akan terjadi, tapi juga takut dengan perasaanmu sendiri."
Aisyah terdiam.
469Please respect copyright.PENANAw0pLxfPreH
Ia membaca ulang pesan itu beberapa kali, mencoba memahami reaksi yang muncul dalam dirinya. Ia tidak bisa membantahnya. Bayu benar.
469Please respect copyright.PENANA2f69akbkRV
Ada sesuatu yang membuatnya merasa tertarik, seperti sebuah magnet yang menariknya ke dalam percakapan ini. Ia menyadari bahwa Bayu tidak hanya berbicara kepadanya, tetapi juga membentuk cara berpikirnya, menuntunnya untuk menyadari hal-hal yang selama ini ia abaikan. Dan di saat yang sama, itu membuatnya waspada, karena ini bukan hanya sekadar percakapan biasa.
Aisyah: "Aku nggak tahu harus jawab apa."
Bayu: "Nggak apa-apa. Kadang lebih baik menikmati prosesnya daripada buru-buru mencari jawaban."
Aisyah menarik napas panjang. Ia tahu percakapan ini tidak akan berakhir di sini, dan entah kenapa, ia tidak ingin itu berakhir. Ia menggenggam ponselnya erat. Pesan terakhir dari Bayu masih tertera di layar, seakan menantangnya untuk bereaksi.
469Please respect copyright.PENANA9hdl8InA65
"Nggak apa-apa. Kadang lebih baik menikmati prosesnya daripada buru-buru mencari jawaban." Aisyah membaca ulang kalimat itu di hatinya.
Aisyah menelan ludah. Ada sesuatu dalam caranya berkata-kata yang membuatnya tidak bisa berhenti memikirkan Bayu. Kata-katanya terasa seperti perangkap halus, bukan memaksa, tetapi menariknya perlahan ke dalam sesuatu yang ia sendiri belum pahami sepenuhnya.
469Please respect copyright.PENANAB5yZVl0iJU
Lalu, ponselnya bergetar lagi.
469Please respect copyright.PENANA7atu96UWrh
Bayu: "Sekarang aku ingin tahu sesuatu dari kamu, Aisyah."
Aisyah: "Apa itu?"
Bayu: "Seberapa sering kamu menahan sesuatu dalam hidupmu?" pertanyaan itu membuatnya terdiam.
Aisyah bukan hanya sedang membaca kata-kata itu, tetapi ia merasakannya. Bayu tidak sedang bertanya tentang hal sepele. Ia sedang menyentuh sesuatu yang lebih dalam, lebih personal.
Aisyah: "Kenapa tanya begitu?"
Bayu: "Karena aku bisa merasakan itu dari caramu berbicara. Kamu seperti seseorang yang terbiasa menahan, menyimpan, dan mengontrol semuanya. Kamu membangun batas, tapi aku bisa melihat bahwa kamu penasaran bagaimana rasanya melewati batas itu."
Jari-jarinya gemetar di atas layar.
Aisyah: "Aku… nggak tahu."
Bayu: "Kamu tahu. Kamu hanya belum berani mengatakannya."
469Please respect copyright.PENANAfnomSeWOCo
Aisyah menarik napas dalam-dalam. Bayu berbicara seolah sudah mengenalnya bertahun-tahun, padahal mereka baru saling kenal. Tapi entah bagaimana, kata-katanya tepat sasaran.
Dan yang lebih mengganggu pikirannya, ia menyukai itu.
469Please respect copyright.PENANAvFS1t9MjLn
Aisyah: "Aku rasa… aku memang sering menahan diri."
Bayu: "Kenapa?"
Aisyah: "Karena aku nggak ingin kehilangan kendali."
Bayu: "Dan bagaimana kalau sesekali kamu melepaskannya?"
Aisyah menggigit bibirnya. Ia tidak tahu bagaimana harus menjawab itu.
Aisyah: "Aku takut."
Bayu: "Takut apa?"
Aisyah: "Takut tersesat. Takut menyesal."
Bayu: "Atau takut bahwa kamu akan menyukainya?"
Matanya membelalak.
469Please respect copyright.PENANASoc4qYqHfU
Ia ingin menyangkal, tetapi ia tahu bahwa Bayu mungkin benar. Ada sesuatu yang selama ini ia tekan, sesuatu yang ia sendiri belum pahami sepenuhnya. Dan Bayu, dengan kata-katanya yang tenang dan penuh kendali, seperti sedang menuntunnya untuk menghadapi itu.
Aisyah: "Mungkin…"
Bayu: "Mau aku ajari?"
Aisyah menahan napas. Ia bisa merasakan detak jantungnya berpacu lebih cepat.
Aisyah: "Ajari apa?"
Bayu: "Bagaimana rasanya membiarkan diri mengikuti arus. Bukan sebagai sesuatu yang salah, tapi sebagai sesuatu yang bisa kamu alami tanpa penyesalan."
469Please respect copyright.PENANAWd2uZVSSoh
Tangannya terasa dingin. Ia tahu ia berada di persimpangan.
469Please respect copyright.PENANAiCqSjfQav7
Aisyah: "Aku…" jarinya melayang di atas tombol kirim. Dan dalam keheningan malam, ia akhirnya mengetik sesuatu.
Aisyah: "Ajari aku."
469Please respect copyright.PENANAbKGLWfXjrT
Pesan yang baru saja ia kirim terasa seperti sebuah gerbang yang baru saja ia buka sendiri. Ia menunggu dengan napas tertahan, jari-jarinya sedikit gemetar.
Titik-titik tanda Bayu sedang mengetik muncul.
Lalu sebuah pesan masuk.
469Please respect copyright.PENANAkTwt8PwEtT
Bayu: "Baik. Tapi satu hal dulu, Aisyah. Kamu harus benar-benar siap. Karena sekali kamu mulai, kamu tidak bisa pura-pura tidak ingin ini."
Jantung Aisyah berdetak lebih cepat. Ada sesuatu dalam kata-kata Bayu yang seperti memaksanya untuk benar-benar mempertimbangkan keputusannya.
Namun, ia sudah sampai di titik ini.
Aisyah: "Aku siap."
Bayu tidak langsung membalas. Ada jeda. Seakan ia membiarkan Aisyah merasakan ketegangan yang ia ciptakan sendiri.
Lalu, akhirnya sebuah pesan masuk.
Bayu: "Tutup matamu. Ambil napas dalam-dalam. Bayangkan sesuatu yang selama ini kamu inginkan, tapi selalu kamu tahan."
Aisyah menelan ludah. Ia tidak tahu apa yang sedang dilakukan Bayu padanya, tetapi ia menurut. Ia menutup matanya perlahan, membiarkan pikirannya tenggelam dalam sensasi yang mulai memenuhi dirinya.
Ponselnya bergetar lagi.
Bayu: "Sekarang, katakan padaku apa yang kamu bayangkan."
Aisyah ragu. Ia tidak yakin apakah ia bisa mengatakannya.
Aisyah: "Aku… aku nggak tahu."
Bayu: "Kamu tahu. Tapi kamu takut mengatakannya."
Aisyah: "Mungkin."
Bayu: "Aisyah, aku ingin kamu melakukan sesuatu untukku. Aku ingin kamu berhenti menahan. Aku ingin kamu jujur pada dirimu sendiri."
Aisyah merasa tubuhnya semakin tenggelam dalam perasaan aneh ini. Ada sesuatu dalam nada Bayu yang tidak memerintah, tetapi mengendalikan.
Aisyah: "Aku ingin…" ia terdiam.
Bayu: "Ya?"
Aisyah: "Aku ingin menikmati Adi."
Bayu tidak langsung membalas, lalu akhirnya, ia mengetik sesuatu.
Bayu: "Bagus, Aisyah. Kamu akhirnya jujur pada dirimu sendiri.. Maka nikmatilah, Aisyah. Aku akan memandu kamu."
Aisyah menggigit bibirnya. Ia tidak pernah merasakan sesuatu seperti ini sebelumnya. Sebuah ketegangan yang begitu intim, meskipun mereka bahkan tidak berada di ruangan yang sama.
Di saat yang sama… ia menyukainya, ia mulai menyadari bahwa malam ini, ia telah melewati batas.
Dan tidak ada jalan untuk kembali.
469Please respect copyright.PENANA6YqmzGgLr1
Bayu kembali mengetik sesuatu, ia benar-benar mencoba memandu Aisyah, pikirannya berkelana.
Ponsel Aisyah bergetar di genggamannya. Ia melihat notifikasi pesan dari Bayu.
469Please respect copyright.PENANARcLKyIXgXr
Bayu: "Aisyah, pernahkah kamu membayangkan sesuatu bersamanya?"
Aisyah membaca pesan itu perlahan, pikirannya berputar.
Aisyah: "Maksudnya?"
Bayu: "Sesuatu yang kamu harap terjadi, tetapi tidak pernah kesampaian. Sesuatu yang pernah singgah di sudut pikiranmu."
Aisyah merasakan debaran jantungnya meningkat. Ia tahu persis apa yang Bayu maksud.
Adi, pria yang datang dan pergi sesuka hatinya, meninggalkan jejak yang tak pernah benar-benar hilang.
469Please respect copyright.PENANA5JXq6s43gy
Lalu pesan Bayu muncul lagi.
Bayu: "Coba pejamkan matamu, Aisyah. Bayangkan kamu duduk di dalam mobil, di kursi penumpang. Hujan turun di luar, kaca sedikit berembun, suasananya tenang. Hanya ada kamu dan Adi di sana." Aisyah menelan ludah.
Bayu: "Dia menoleh ke arahmu, tatapannya seperti biasa—penuh misteri. Kamu tahu dia ingin mengatakan sesuatu, tetapi dia hanya tersenyum kecil, seakan ingin melihat reaksimu dulu."
Aisyah membayangkan wajah Adi, senyuman yang selalu sulit ia tebak artinya.
469Please respect copyright.PENANADcRsJqx9Hf
Bayu: "Tangannya terulur, menyentuh jari-jarimu yang gelisah di pangkuan. Jempolnya mengusap pelan punggung tanganmu. Hangat. Perlahan, dia menarik tanganmu, menggenggamnya erat. Kamu tidak menarik diri. Kamu hanya menatapnya, menunggu, ingin tahu apa yang akan dia lakukan selanjutnya." Aisyah kembali menelan ludah. Tangannya sendiri mulai terasa hangat, seakan benar-benar merasakan sentuhan itu.
Bayu: "Kamu masih bisa menarik diri kalau mau. Tapi kamu tidak melakukannya, kan?"
Aisyah meremas jemarinya sendiri, menekan layar ponselnya lebih erat.
Aisyah: "Tidak."
Bayu: "Kamu membiarkannya."
469Please respect copyright.PENANAMX41aTFXU2
Aisyah menutup matanya sesaat, membayangkan hujan yang perlahan membasahi kaca mobil, aroma tanah basah yang samar-samar tercium.
Bayu: "Lalu dia mendekat. Nafasnya begitu dekat di wajahmu, suaranya nyaris berbisik saat dia bertanya… 'Boleh?'"
Aisyah bisa membayangkan suaranya. Suara Adi yang selalu terdengar rendah dan sedikit malas, tetapi memiliki sesuatu yang menahannya di sana.
Ia menunggu kelanjutan pesan Bayu.
Namun tidak ada.
Aisyah: "Lalu?"
Bayu mengetik.
Bayu: "Lalu… tergantung kamu, Aisyah. Kamu yang menentukan akhirnya."
Aisyah menggigit bibirnya.
Dan di dalam ruang sunyi kamarnya, ia sadar bahwa pikirannya sudah benar-benar terseret ke dalam dunia yang Bayu ciptakan untuknya.
Jantung Aisyah berdegup kencang. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Tapi ia tahu, tubuhnya bereaksi. Jari-jarinya terasa dingin, namun ada kehangatan aneh yang menjalari tubuhnya.
469Please respect copyright.PENANAGFu2I7yf8n
Layar ponselnya masih menyala.
469Please respect copyright.PENANA09FUtqHpvX
Dan sebelum ia bisa berpikir lebih jauh, jempolnya sudah mengetik balasan.
Aisyah: "Aku tidak menjawab. Aku hanya menatapnya." dikirim.
Bayu mengetik balasannya dengan cepat.
Bayu: "Dia masih menunggu, Aisyah. Nafasnya begitu dekat. Kamu tahu dia bisa saja menarik diri, tapi dia tidak melakukannya. Dia hanya menunggumu. Membiarkanmu memilih." Aisyah lagi-lagi menelan ludah.
Matanya terpejam, tubuhnya semakin tenggelam dalam sensasi yang ia ciptakan sendiri.
Tangannya bergetar saat ia mengetik lagi.
Aisyah: "Aku tidak menolaknya." lalu Aisyah mengirim sebuah pesan lanjutan.
Aisyah: "Aku membuka kedua pahaku.." tangannya sedikit gemetar saat mengetik.
Sekejap, tidak ada balasan. Tapi Aisyah bisa membayangkan Bayu tersenyum kecil di seberang sana, menikmati bagaimana ia masuk ke dalam arus ini tanpa ragu.
Lalu ponselnya bergetar lagi.
Bayu: "Tentu saja kamu tidak menolaknya. Kamu sudah menunggu ini, kan?" Aisyah menahan napas.
Aisyah: "Aku tidak tahu…"
Bayu: "Jangan bohong! Tubuhmu sudah lebih dulu tahu jawabannya sebelum otakmu menyadarinya."
Aisyah menggigit bibirnya. Ia merasakan sensasi itu, sesuatu yang asing namun familiar sekaligus.
Ia bisa berhenti sekarang. Bisa saja ia mengetik “sudah malam” lalu mengakhiri percakapan ini.
Tapi ia tidak melakukannya, tangannya masih mengetik.
Aisyah: "Lalu dia mendekat… lebih dekat lagi…" dikirim.
Bayu: "Kamu membiarkannya, Aisyah?"
Aisyah menutup matanya, dan ia mengetik satu kata terakhir.
Aisyah: "Iya."
Notifikasi berbunyi lagi.
Bayu: "Kalau begitu, dia tahu dia boleh melanjutkan, bukan?" ada sesuatu yang bergerak di dalam diri Aisyah, sesuatu yang dulu selalu ia tekan, selalu ia abaikan.
Aisyah: "Iya…" kata itu terasa lebih berat dari yang ia kira. Seakan dengan menuliskannya, ia telah membuka pintu yang selama ini terkunci rapat.
Bayu: "Lalu dia mendekat lebih lagi. Kamu bisa merasakan nafasnya, bisa merasakan kehangatannya. Kamu menutup mata, menunggu. Kamu tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi kamu tidak peduli lagi, kan?"
Aisyah menarik napas dalam-dalam. Pikirannya berputar semakin cepat. Bayangan Adi semakin jelas dalam imajinasinya, seakan ia benar-benar ada di sana, di sisinya.
Tangan Aisyah mencengkeram ponselnya lebih erat. Ada getaran halus yang menjalari tubuhnya, seolah-olah realita dan imajinasi mulai bercampur menjadi satu.
Aisyah: "Aku tidak tahan…" dikirim.
Sekejap, tidak ada balasan.
Lalu, notifikasi berbunyi lagi.
Bayu: "Bagus. Biarkan dirimu merasakannya, Aisyah."
Aisyah menutup matanya. Dan untuk pertama kalinya, ia membiarkan dirinya tenggelam sepenuhnya.
469Please respect copyright.PENANAdWiLoVs7Rf
Notifikasi berbunyi lagi.
Bayu: "Lalu dia bertanya ke kamu, Apa yang kamu mau Aisyah?"
469Please respect copyright.PENANAxLNc4xBb86
Pikiran Aisyah semakin larut dalam dunia yang Bayu ciptakan untuknya. Setiap kata yang dikirimnya terasa seperti lembaran kisah yang terlipat rapi dalam ingatannya sendiri. Imajinasi yang seharusnya hanya sekadar permainan kata kini terasa terlalu nyata.
Tangannya mencengkeram erat selimut di pangkuannya, jantungnya berpacu dalam ritme yang tak biasa.
469Please respect copyright.PENANAkaYEEiXmA3
Aisyah: "Aku mau kamu."
Bayu: "Salah Aisyah, bukan itu yang harusnya keluar dari mulut kamu."
Aisyah: "Apa? Aku harus bilang apa mas?"
Bayu: "Bilang..."
Bayu memberikan sedikit jeda, Aisyah semakin penasaran, “Apa.. apa mas?” ia mengerutu tidak sabar menanti jawaban Bayu.
Bayu: "Bilang aku mau dipake kamu"
Satu kalimat penuh arti yang membuat seluruh tubuh Aisyah bergetar sepenuhnya, sensasi ini benar-benar larut pada Aisyah. Jemarinya mulai mengetik perintah dari Bayu.
Aisyah: "Aku mau dipake kamu kak Adi."
469Please respect copyright.PENANAiVv9O5jqYy
Dari seberang sana, Bayu tersenyum penuh arti, ia merasakan bahwa saat ini sudah mulai jujur akan perasaannya.
Lalu notifikasi masuk lagi dari Aisyah.
469Please respect copyright.PENANAGD8MzmJeRx
Aisyah: "Aku merasa aneh."
Bayu: "Aneh bagaimana?"
Aisyah: "Aku tidak pernah seperti ini sebelumnya. Aku biasanya selalu bisa mengendalikan diri. Tapi sekarang…"
Ia tidak bisa menyelesaikan kalimatnya.
Bayu: "Sekarang kamu merasakan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang selama ini kamu tekan."
Aisyah menutup matanya sejenak. Bayu benar. Ia selalu menjaga batasan, selalu berusaha menjadi seseorang yang kuat, seseorang yang tidak mudah terpengaruh. Tetapi malam ini, sesuatu dalam dirinya perlahan mulai retak.
Bayu: "Kamu menikmati sensasi ini, bukan?"
Aisyah: "Aku… aku tidak tahu."
Bayu: "Kamu tahu, Aisyah. Kamu hanya belum berani mengakuinya."
469Please respect copyright.PENANAA4PynWEI3v
Aisyah menggigit bibirnya. Ia merasa seperti sedang berjalan di atas tali tipis, antara takut dan penasaran, antara ragu dan keinginan yang tidak bisa ia jelaskan.
Bayu: "Sekarang, aku ingin kamu melakukan sesuatu untukku."
Aisyah menahan napas.
Aisyah: "Apa?"
Bayu: "Lepaskan semua pikiran yang menahanmu. Tidak ada yang menilai, tidak ada yang menghakimi. Hanya aku dan kamu, dalam percakapan ini."
Aisyah: "Aku takut."
Bayu: "Takut apa?"
Aisyah: "Takut kehilangan kendali."
Bayu: "Siapa bilang kehilangan kendali itu buruk?"
Aisyah terdiam.
469Please respect copyright.PENANAcWyG1eAb7s
Selama ini, ia selalu berpikir bahwa menjaga kendali adalah satu-satunya cara untuk tetap kuat. Tetapi Bayu…
Bayu menunjukkan padanya bahwa ada sesuatu yang bisa ditemukan dalam menyerah, dalam membiarkan diri tenggelam dalam arus tanpa berusaha melawan.
469Please respect copyright.PENANALQeD9i9Xtj
Bayu: "Coba tutup matamu. Tarik napas dalam-dalam. Rasakan semuanya. Biarkan aku memandumu."
Aisyah menurut. Ia menarik napas, membiarkan udara memenuhi paru-parunya, lalu menghembuskannya perlahan.
Dan saat itu, ia merasa seolah sesuatu dalam dirinya mulai mengendur.
469Please respect copyright.PENANARVy7wj31W8
Bayu: "Katakan padaku, bagaimana rasanya?"
Aisyah mengetik perlahan.
Aisyah: "Aku merasa… ringan. Tapi juga berdebar."
Bayu: "Itu karena kamu mulai membiarkan dirimu merasakan."
Aisyah tidak membalas. Ia hanya menatap layar ponselnya, merasakan detak jantungnya yang semakin cepat.
Lalu, Bayu mengirimkan satu pesan lagi.
Bayu: "Dan percayalah, Aisyah… ini baru permulaan." Aisyah tidak peduli lagi apa yang akan terjadi, ia terus menatap layar ponselnya itu.
Kembali sebuah pesan masuk dari Bayu.
Bayu: "Lalu bayangkan, Adi kembali mendekat kearah wajah kamu, ia berbisik sesuatu di telinga kamu."
Bayu: "Dia bilang.."
“Aku mau kamu jadi lonte aku Aisyah…”
Bayu: “Apa yang kamu jawab Aisyah?”
Aisyah menutup matanya, ia mengambil nafas dalam-dalam, ia pun mempersiapkan dirinya untuk mengetik hal yang tak pernah sedikitpun ia utarakan sebelumnya.
469Please respect copyright.PENANAoRV6KG7wx7
Aisyah: “Aku mau kak Adi, jadikan aku lontemu…”
Dan malam itu, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia membiarkan dirinya tersesat.
ns3.17.74.181da2