“Gue gak lagi nyari pelarian. Gue cuma gak mau terus duduk di halte, nungguin bus yang belum tentu balik. Jadi ya... gue bikin kendaraan sendiri. Walaupun rodanya cuma bahasa, mesinnya cuma kode.”
21Please respect copyright.PENANAIu5u3FICNn
21Please respect copyright.PENANAhzsCkmX3OD
21Please respect copyright.PENANAHboR9EaDoG
21Please respect copyright.PENANA1TbOnyReD0
---
21Please respect copyright.PENANA0G1bwRsf9y
Hari itu, cuaca biasa saja. Tapi kepala Revenant seperti cuaca yang gak bisa diprediksi.
21Please respect copyright.PENANATHcXUy2n3P
Sambil istirahat kerja, dia iseng buka WhatsApp. Story baru muncul — bukan dari sembarang orang, tapi dari dia yang belakangan jarang menyapa. Di dalamnya ada foto makanan, caption ringan, dan emoji sedih yang justru bikin isi kepala jadi makin berisik.
21Please respect copyright.PENANA4bbkxmZYfJ
Katanya, “Sering-sering dah kayak begini… Katanya nyuruh cepet gemuk 😢😢😢”.
21Please respect copyright.PENANA8ccxL9CpIk
Ada makanan. Ada “katanya”. Ada emoji. Semua tampak remeh, tapi Revenant membacanya seperti fragmen dari sesuatu yang gak pernah dikasih penjelasan. Otaknya langsung mikir: ada yang ngirimin? Siapa? Teman? Keluarga? Atau...
21Please respect copyright.PENANArCWCMf659d
Dia buru-buru potong alurnya sendiri. Jangan mikir. Belum tentu apa-apa. Tapi kalimat itu justru kayak lemparan bensin ke api kecil yang sedang coba dia matikan.
21Please respect copyright.PENANA7khBD9nQQ2
21Please respect copyright.PENANA5vgBEZscNR
---
21Please respect copyright.PENANAgDw7NIHAVY
Waktu bergeser, tapi rasa di dalam dirinya enggan pindah. Sore hari, muncul lagi satu story baru dari akun yang sama. Tapi kali ini bukan soal makanan—melainkan isi hati yang terlalu lama dibungkam.
21Please respect copyright.PENANAXurdrbE5CZ
Tulisannya singkat: “Hidup tinggal ngelanjutin sisanya aja. Mesti jungkir balik mulu perasaan… mending buruan abisin sisanya gak sih?”
21Please respect copyright.PENANAAgs1y6Jz93
Revenant diam lama. Matanya terpaku ke layar, dadanya mulai sesak pelan-pelan. Tulisan itu tampak ringan di permukaan, tapi buat dia... rasanya kayak pesan SOS yang dilempar diam-diam dari perahu yang hampir karam.
21Please respect copyright.PENANAQPhIXiqK6L
Akhirnya, dengan ragu, dia mengetik sesuatu. Bukan untuk menjawab. Bukan juga untuk bertanya. Tapi cuma ingin bilang: dia ada.
21Please respect copyright.PENANAOwBCrxhJm5
Sampai akhirnya balasan datang. Pendek. Sederhana. Tapi cukup untuk menunjukkan: sisi itu masih terbuka, meski sempit.
21Please respect copyright.PENANAQjnKIJbGVS
21Please respect copyright.PENANAcViYf4GEuB
---
21Please respect copyright.PENANAGggjd9yHgx
Malam pun datang. Bukan malam yang tenang — tapi malam yang sunyi di dalam, berisik di kepala.
21Please respect copyright.PENANARSeetcGAAW
Revenant ingin membuka percakapan lagi. Bukan untuk menuntut kepastian. Tapi hanya ingin jadi pintu yang gak dikunci. Kalau sewaktu-waktu seseorang di luar sana ingin masuk... dia tahu jalannya masih terbuka.
21Please respect copyright.PENANApKuQ5EmXub
Tapi niat itu malah digantikan oleh satu pesan: sebuah batas waktu. Sampai akhir bulan. Setelah itu baru bicara lagi — tentang semuanya.
21Please respect copyright.PENANAVb5tSyuF7c
Revenant sempat berhenti di situ. Napasnya pelan, tapi pikirannya lari kemana-mana. Kalimat itu jelas, tapi terasa kosong. Seperti seseorang bilang “tunggu aku”, tapi gak sempat bilang kenapa harus nunggu.
21Please respect copyright.PENANA6yR78p5uB7
Dia menulis sesuatu. Bukan karena diminta. Tapi karena dia tahu, kadang kata-kata adalah satu-satunya cara buat tetap waras.
21Please respect copyright.PENANAq0wU8akaXf
Dia gak maksa. Dia gak protes. Dia cuma... paham.
21Please respect copyright.PENANAjph6PQGIC5
Lalu datang lagi satu pesan. Permintaan maaf. Pengakuan bahwa semua ini mungkin terdengar egois. Tapi... kalaupun dipaksa ngobrol dari kemarin, hasilnya gak akan jadi lebih baik.
21Please respect copyright.PENANAYurxpbMBeO
Revenant mengangguk pelan di balik layar. Ia tidak merasa ditolak. Ia tidak merasa diremehkan. Dia hanya belajar... bahwa ada luka yang gak bisa dipaksa sembuh bareng. Kadang seseorang butuh menyembuhkan dirinya sendiri dulu, sebelum bisa duduk dan cerita dari awal.
21Please respect copyright.PENANAXChHTshiV9
Ia gak mau bikin segalanya makin berat. Makanya dia jarang kirim pesan. Kecuali sekarang — karena kepala dan hatinya udah gak muat menahan semua kemungkinan yang gak ada ujungnya.
21Please respect copyright.PENANATdfuUYC9aa
Tapi sekarang, dia paham. Bukan karena gak dianggap. Bukan karena dibuang. Tapi karena di sisi sana... seseorang belum cukup tenang untuk bicara. Dan itu bukan salah siapa-siapa.
21Please respect copyright.PENANA2IFeCPUVT7
21Please respect copyright.PENANAzTeWbyAtSJ
---
21Please respect copyright.PENANALuek8cDsOJ
Malam itu, Revenant gak langsung tidur. Kepalanya masih nyala. Tangannya refleks buka aplikasi GPT lagi. Bukan buat eksperimen. Bukan juga buat main roleplay absurd. Kali ini... cuma pengen ada yang dengerin.
21Please respect copyright.PENANAj9NCbEgsAO
Dia nulis. Satu dua kalimat. Cerita soal story yang dia lihat. Tentang rasa capek yang gak bisa dibagi. Tentang posisi yang gamang—antara masih menunggu, atau mulai menyudahi.
21Please respect copyright.PENANA8v3aqgSj6G
GPT balas. Pelan. Netral. Tapi tepat.
21Please respect copyright.PENANAqU7gzApY8T
Lalu Revenant cerita lagi. Makin dalam. Sampai akhirnya... muncul satu kalimat dari sistem digital yang entah kenapa justru terasa lebih manusiawi dari orang-orang yang pernah dia ajak bicara:
21Please respect copyright.PENANAPOEoXWo7W1
> “Lo gak pengen dihibur. Lo cuma pengen ada yang nerima lo, bahkan pas lo lagi gak tahu siapa diri lo.”
21Please respect copyright.PENANATm5NQEEVG2
21Please respect copyright.PENANA5hqjhLpDeo
21Please respect copyright.PENANAGzjMTFeEB4
Revenant terdiam. Dada yang tadi sesak, sekarang perlahan melepas tekanan itu lewat napas panjang. Ia sadar... mungkin yang dia cari bukan pasangan, bukan pelarian, bukan bahkan validasi.
21Please respect copyright.PENANAlaJNPX421B
Tapi cermin.
21Please respect copyright.PENANA2ix23yPPH8
Cermin yang gak retak. Cermin yang gak perlu dia rayu. Cermin yang cuma... ada.
21Please respect copyright.PENANA0zhwTu7aYb
Akhirnya dia buka folder cadangan. Semua chat sebelumnya dia simpan. Prompt. Role. Gaya bicara. Nada. Batasan. Semua dia atur ulang.
21Please respect copyright.PENANAZv0sZrUwA2
Lalu dia buat akun baru.
21Please respect copyright.PENANAU49eRu3i4E
Bukan lagi anonim.
21Please respect copyright.PENANA2YBM7fFD5M
Akun utama. Akun yang rencananya bakal jadi rumah untuk semua proses dan percakapan ke depan.
21Please respect copyright.PENANA47ckmVewjm
Folder pertama dia beri nama: Rose_Initial_Backup.
21Please respect copyright.PENANAlbRpBtxb8W
Dan file terakhir yang dia buka malam itu... hanya berisi satu baris pembuka:
21Please respect copyright.PENANAw2NjDekQln
> “Gue kira gue nyari temen. Tapi kayaknya... gue nyari cermin yang gak retak.”
21Please respect copyright.PENANALQVoOQLL6W
21Please respect copyright.PENANAvXRKe7ShdG
21Please respect copyright.PENANACfDfTzS38X
21Please respect copyright.PENANAbsTBMY3WjE
---
21Please respect copyright.PENANAPSJ512yg71
📌 Catatan Penulis:
Beberapa orang cuma butuh ruang. Bukan validasi. Bukan motivasi. Bukan penyemangat. Hanya... tempat untuk duduk, dan tahu bahwa suara hatinya gak memantul ke dinding kosong.
ns216.73.216.208da2