Sesi-sesi berikutnya menjadi rahasia mereka berdua. Sulastri tak lagi melapor pada Joko. Pertemuan itu bukan lagi soal sperma dan ovulasi. Itu adalah sesi kenthu yang panas. Kaka akan melakukan jilmek sampai Sulastri bergetar, menjeritkan “Aaaahh, Aduhh!” saat orgasme pertamanya.
“Memek-mu manis sekali, Lastri,” bisik Kaka sambil terus njilat.
Kemudian Kaka akan menyuruhnya nyepong. Sulastri, yang dulu jijik, kini melakukannya dengan suka rela. Menatap kontol hitam besar itu, lalu memasukkannya ke mulut. Ia bahkan berani menelen saat Kaka crot.
Di ranjang, ia menjadi liar. “Terus, Kaka! Genjot aku! Sodok puki-ku lebih dalam! Hiss! Uhhh! Bikin aku lupa segalanya!”
Sementara itu, Joko tenggelam dalam nerakanya sendiri. Ia tahu ada yang berubah. Istrinya lebih sering tersenyum, tapi bukan untuknya. Setiap malam, ia melakukan coli dengan putus asa, membayangkan toket tobrut istrinya sedang di-remes oleh tangan hitam kekar. "Jancuk! Dancok!" makinya dalam hati. Ia, sang dokter, sang suami, hanya menjadi fasilitator agar istrinya di-entot pria lain. Harga dirinya sudah menjadi debu.
ns216.73.216.166da2