Sesi kedua, Joko tidak tahan lagi. Ia menunggu di ruang tamu, berpura-pura membaca jurnal medis. Di dalam kamar, hanya ada Sulastri dan Kaka.
Kali ini, suasananya berbeda. Tanpa tatapan klinis Joko, Kaka lebih leluasa. Ia melihat Sulastri yang tegang.
“Ibu Dokter takut?” tanyanya lembut.
Sulastri mengangguk.
Kaka tersenyum tipis. Ia tidak langsung membuka celana. Ia duduk di tepi ranjang, mulai memijat kaki Sulastri. “Jangan tegang. Nanti sakit.”
Lalu ia mulai dari awal. Tangannya meraba betis, naik ke paha, lalu dengan ragu menyentuh tetek Sulastri yang terbungkus daster. Pentil-nya langsung mengeras. “Sssshhh...” desah Sulastri tanpa sadar.
Kali ini, ada ciuman. Bibir Kaka yang tebal terasa lembut. Lidahnya mulai melakukan jilmek, menjilati leher Sulastri, turun ke dadanya. Ia menghisap puting Sulastri dengan lembut. “Mmmhh...” erang Sulastri. Rasa gatel yang lama terpendam mulai bangkit.
Saat Kaka akhirnya mulai meng-entot-nya, rasanya berbeda. Goyangan pinggulnya ritmis dan penuh perasaan. Ia menatap mata Sulastri, seolah berkata ini bukan tugas. “Ooooh... Yaaa...” desah Sulastri, tangannya mencengkeram punggung Kaka yang berkeringat. Ia tidak lagi merasa seperti pasien, tapi seorang wanita yang sedang di-ewe.
ns216.73.216.166da2