
Agus semakin terbawa suasana, pikirannya hanyut dalam ciuman yang panas dan sensasi batang kejantanannya yang mengeras menggesek tubuh Angela yang hangat. Kulit Angela terasa lembut dan panas di bawahnya, membuat hasratnya semakin membara. Awalnya ia hanya pasif, membiarkan Angela memimpin, tapi kini ia mulai aktif, dorongan dalam dirinya mengambil alih. Ia memajukan wajahnya lebih dalam, bibirnya kini lebih berani menyerang. Agus mulai menyedot mulut Angela dengan penuh gairah—bibirnya yang penuh menangkap bibir bawah Angela, mengisapnya dengan lembut namun kuat, menciptakan suara “slurp” yang basah dan intim setiap kali ia menarik bibir Angela ke dalam mulutnya. Lidahnya bergerak lebih agresif, menyelinap ke dalam mulut Angela, menari dengan lidah Angela dalam gerakan yang penuh kelembutan namun mendesak, seolah ingin menjelajahi setiap sudut mulutnya. Ia sesekali menggigit kecil bibir Angela, lalu kembali menyedot dengan penuh perhatian, napasnya yang berat bercampur dengan napas Angela, menciptakan suara “mmph” dan “chu” yang bergantian, sementara tangannya mencengkeram pinggul Angela lebih erat, menarik tubuhnya hingga batang kejantanannya terus bergesek di paha Angela yang montok.
Di tengah kenyotan dan sedotan ciuman yang semakin intens, Angela tiba-tiba menarik wajahnya sedikit, napasnya terengah, dan berkata dengan suara lembut yang penuh kekaguman, “God, Agus… you’re so good at kissing… I didn’t expect this.” Matanya berbinar, bibirnya basah dan sedikit membengkak karena ciuman mereka, tapi ia langsung kembali mencium Agus, kali ini lebih lembut, seolah ingin menikmati keahlian Agus lebih lama. Agus, yang napasnya juga terengah, membalas dengan suara serak, “I… I just… can’t stop, Angela… you taste… so good.” Bibir mereka kembali bertemu, kali ini dengan gerakan yang lebih lambat tapi mendalam, lidah mereka saling menyapa dengan lembut, menciptakan suara “mm” yang lembut. Angela terkekeh di sela ciuman, suaranya terdengar genit, “You’re making me feel… so wanted, Agus… keep going… I love how you kiss me.”
Agus mengangguk kecil, wajahnya memerah, lalu kembali mencium Angela dengan penuh perasaan. “I… I’ve never felt… like this before… your lips… they’re… so soft,” katanya di sela-sela ciuman, bibirnya kembali menyedot bibir Angela dengan penuh gairah, kali ini lebih lama, seolah ingin menghisap setiap rasa yang bisa ia dapatkan. Angela membalas dengan ciuman yang lebih dalam, tangannya memeluk leher Agus erat, lalu berbisik, “You’re driving me crazy, Agus… don’t stop… let’s see how much hotter this can get.” Ciuman mereka terus silih berganti, dari yang lembut hingga penuh gairah, suara napas mereka yang berat dan suara kecil dari bibir yang saling menyedot mengisi kamar kecil itu, sementara tubuh mereka yang telanjang terus saling menempel, menciptakan momen yang semakin panas dan intim di tengah malam Bali yang sunyi.
91Please respect copyright.PENANAdtyw8ngJW7
------------------
Angela tiba-tiba menarik wajahnya dari ciuman panas mereka, napasnya tersedak-sedak karena intensitas adegan itu, tapi wajahnya penuh kebahagiaan. “Agus… stop for a moment,” katanya dengan suara terengah, bibirnya basah dan memerah, matanya berbinar penuh gairah. “That was… so wild… I loved it,” lanjutnya sambil tersenyum nakal, lalu ia memohon dengan nada manja, “Now it’s my turn, please… I want to be wild too… I want to suck your tongue and lips, Agus.” Awalnya, Agus ragu, wajahnya memerah karena malu, tapi melihat ekspresi Angela yang penuh harap, ia akhirnya mengangguk pelan, “O-okay… let’s do it,” jawabnya dengan suara kecil, jantungnya berdegup kencang menanti apa yang akan Angela lakukan.
Angela dengan lembut memegang wajah Agus dengan kedua tangannya, jari-jarinya yang hangat menyentuh pipi Agus dengan penuh kasih sayang, lalu ia memulai dengan ciuman kecil yang lembut, sekadar mengecup bibir Agus dengan suara “chu” yang halus, seperti merayu sebelum masuk ke ritme yang lebih ganas. Tiba-tiba, ia memperdalam ciumannya, bibirnya yang penuh dan basah mulai mengenyot bibir bawah Agus dengan penuh gairah—gerakannya kuat dan penuh tekanan, seolah ingin menghisap setiap inci bibir Agus, menciptakan suara “slurp” dan “mmph” yang basah dan nakal setiap kali bibir mereka bergerak. Lidah Angela masuk dengan agresif, menangkap lidah Agus, mengenyotnya dengan penuh nafsu, gerakan lidahnya berputar dan menarik lidah Agus ke dalam mulutnya, suara “schlup” kecil terdengar setiap kali ia menyedot lebih dalam. Ciuman itu berlangsung lama, hampir tiga menit tanpa henti, penuh dengan desahan Angela yang lembut, “Mmm… Agus… so good,” dan desahan Agus yang tak bisa ditahan, “Ahh… Angela…” yang keluar di sela-sela napas mereka yang semakin berat. Suara mereka yang nakal memenuhi kamar, dan mereka tak peduli jika orang di kamar sebelah mendengar—malam itu terasa seperti hanya milik mereka berdua.
Suhu tubuh mereka semakin memanas, kulit telanjang mereka yang saling menempel terasa seperti membara, keringat tipis mulai muncul di dahi dan leher mereka, membuat kontak tubuh mereka terasa lebih licin dan panas. Tangan Angela yang tadinya memegang wajah Agus kini merayap ke lehernya, menariknya lebih dekat, sementara tangan lainnya memeluk pundak Agus, jari-jarinya mencengkeram kulitnya dengan penuh gairah. Tangan Agus tak kalah aktif, satu tangan mencengkeram pinggul Angela, merasakan kelembutan kulitnya yang montok, sementara tangan lainnya memeluk pinggangnya, menarik tubuh Angela hingga tak ada lagi jarak di antara mereka. Cahaya lampu tidur yang kuning lembut memantul di kulit mereka, menciptakan suasana romantis namun nakal—aroma manis tubuh Angela bercampur dengan keringat mereka, suara ciuman yang basah dan desahan kecil mereka, serta suara AC yang berdengung pelan menjadi latar yang sempurna. Di luar, suara samar pesta malam Bali terdengar sayup, tapi di dalam kamar kecil itu, dunia mereka terasa intim dan penuh hasrat, seolah waktu berhenti hanya untuk menyaksikan ciuman ganas mereka yang penuh gairah dan kelembutan.
----------------------
Setelah ciuman panjang yang penuh gairah, Agus dan Angela jatuh ke kasur dalam posisi berpelukan, tubuh telanjang mereka masih saling menempel erat. Mereka tertawa bahagia, napas mereka masih terengah, dan tawa kecil itu memecah keheningan kamar dengan nada riang. “Oh my God, Agus… just kissing can make us this weak,” canda Angela, suaranya lembut bercampur tawa, matanya berbinar penuh kebahagiaan. Agus ikut tertawa, lalu dengan nada genit dan sedikit malu ia menjawab, “Well… there’s one thing that’s not weak… my cock… it’s getting even harder.” Ia menunduk sejenak, wajahnya memerah karena keberaniannya sendiri, tapi Angela hanya tersenyum nakal, matanya melirik ke bawah dengan penuh rasa ingin tahu.
Tanpa perlu diminta, Angela mengulurkan tangannya dengan lembut, mulai mengelus-elus batang kejantanan Agus yang tegang. Jari-jarinya yang hangat dan lembut bergerak perlahan, menyusuri panjang batang itu dengan penuh perhatian. “Agus… this is… so beautiful,” puji Angela dengan tulus, suaranya penuh kekaguman. “It’s so… thick and… strong, the shape is perfect… I love how it feels so warm in my hand, and the way it’s… so hard, it’s like it’s throbbing for me.” Ia memandang batang itu dengan mata yang berbinar, jari-jarinya terus mengelus dengan gerakan lembut namun penuh rasa ingin tahu, merasakan setiap inci kulitnya yang halus. “The veins… they’re so… defined, it looks so powerful… and the head… it’s so pink and… smooth, I can’t stop looking at it,” lanjutnya, pujiannya begitu rinci dan tulus, seolah ia benar-benar terpesona oleh apa yang ia pegang.
Tiba-tiba, Angela mulai memainkan kepala kontol Agus dengan jari telunjuknya, menggosoknya dengan gerakan melingkar yang lembut namun penuh tekanan, membuat Agus langsung kelojotan karena sensasi yang mendadak itu. Tubuhnya menegang, pinggulnya sedikit terangkat dari kasur, dan ia mengerang kecil, “Ahh… sayang… don’t… don’t do that so suddenly!” Suaranya penuh dengan campuran keterkejutan dan kenikmatan, wajahnya memerah, dan napasnya menjadi lebih cepat. Angela hanya terkekeh kecil, matanya penuh godaan, “Sorry, darling… I couldn’t help it… you’re just too tempting,” katanya dengan nada genit, jari-jarinya masih memainkan kepala itu dengan lebih hati-hati, menikmati reaksi Agus yang membuat suasana semakin panas di antara mereka.
--------------------------------
Meski Agus meminta Angela untuk tidak tiba-tiba, Angela justru tersenyum nakal, wajahnya penuh godaan saat ia terus mengelus-elus kepala kontol Agus dengan jari-jarinya yang lembut. Gerakannya tetap lembut namun penuh tekanan, membuat Agus menggigit bibir bawahnya karena sensasi yang terus meningkat. “Don’t you like it when I play with your cock, Agus?” tanya Angela dengan nada genit, matanya yang biru menatap wajah Agus dengan ekspresi menggoda, seolah menikmati setiap reaksi yang ia ciptakan. Agus, dengan napas yang mulai berat, menjawab dengan suara serak, “I… I like it, Angela… I really do.” Ia menatap Angela dengan mata penuh hasrat, lalu dengan lembut mengecup kening Angela, sebuah gestur penuh kasih sayang di tengah momen panas mereka. “Keep going, Angela… your touch… it feels so good,” lanjutnya, suaranya penuh dengan dorongan agar Angela melanjutkan.
Angela tersenyum lebar mendengar jawaban itu, lalu ia meludah pelan ke telapak tangannya, ludahnya yang hangat dan licin ia gunakan untuk melumasi batang kejantanan Agus. Jari-jarinya yang kini basah mulai mengelus dengan lebih lancar, gerakannya lembut namun teratur, menyusuri kepala kontol Agus dengan gerakan melingkar yang penuh perhatian, lalu turun ke batangnya, menggosoknya perlahan dari atas ke bawah. Ludahnya membuat permukaan batang itu terasa licin dan hangat, menambah sensasi nikmat yang langsung terasa bagi Agus. Ia sesekali memainkan kepala kontol dengan ibu jarinya, menggosok bagian yang paling sensitif dengan tekanan ringan, lalu kembali mengelus seluruh batang dengan tangan yang basah, gerakannya kini lebih cepat namun tetap penuh kelembutan, seolah ia tahu persis bagaimana membuat Agus merasa nyaman dan terbuai dalam kenikmatan.
Agus tak bisa menahan erangannya, suara “Ahh… Angela… mmm…” keluar dari mulutnya dengan penuh nikmat, tubuhnya sedikit melengkung di kasur karena sensasi yang begitu kuat. Napasnya semakin berat, keringat tipis mulai muncul di dahinya, dan tangannya mencengkeram seprai dengan erat, berusaha menahan gelombang kenikmatan yang terus datang. Setiap sentuhan Angela terasa seperti keajaiban—ludah yang licin membuat gesekan itu terasa lebih lembut namun intens, dan kehangatan tangan Angela seolah membakar hasratnya lebih dalam. Matanya sesekali menatap Angela, penuh dengan campuran kagum dan hasrat, sementara Angela hanya tersenyum, menikmati setiap erangan Agus, dan terus mengelus dengan penuh perhatian, seolah ingin memberikan kenikmatan maksimal pada pria di depannya malam itu.
--------------------------
Di tengah kenikmatan kocokan tangan Angela yang menggenggam kontolnya dengan lembut namun penuh tekanan, Agus mulai tak bisa menahan diri. Genggaman Angela yang licin karena ludah terasa begitu nikmat, setiap gesekan jari-jarinya di kepala dan batang kontolnya membuat Agus mengerang pelan, “Mmm… Angela… so good…” Tubuhnya yang penuh hasrat akhirnya bereaksi lebih aktif—ia mulai mendorong pahanya ke depan dengan gerakan pelan namun ritmis, seolah “mengentoti” tangan Angela yang menggenggamnya. Gerakan pinggulnya kecil tapi terasa penuh gairah, membuat batang kejantanannya yang keras dan licin itu bergerak masuk-keluar di antara genggaman Angela, menciptakan suara kecil “plok… plok…” yang halus karena gesekan kulit yang basah. Keringat tipis mulai muncul di dahi Agus, napasnya semakin berat, dan matanya setengah terpejam, tenggelam dalam kenikmatan yang kian memuncak.
Angela memperhatikan gerakan Agus dengan mata birunya yang berbinar, senyum nakal tersungging di bibirnya yang masih basah karena ciuman mereka sebelumnya. “Oh, darling… so naughty… you’re even moving your hips now,” katanya dengan nada genit, suaranya lembut namun penuh godaan, seolah ia menikmati keberanian Agus. Tangan Angela tetap menggenggam kontol Agus dengan erat, jari-jarinya yang hangat melingkari batang itu dengan sempurna, dan ia menyesuaikan ritme kocokannya dengan gerakan pinggul Agus, membuat sensasi itu terasa lebih intens. Setiap dorongan kecil dari Agus membuat kepala kontolnya yang merah pucat dan licin bergesek lebih kuat di telapak tangan Angela, menciptakan suara “schlup… schlup…” yang basah, bercampur dengan desahan Agus yang semakin keras, “Ahh… Angela… I… I can’t help it…” Tubuh mereka yang telanjang saling berdekatan, kehangatan kulit Angela yang montok terasa begitu nyata di samping Agus, dan di bawah cahaya lembut lampu tidur, scene itu terlihat begitu intim sekaligus penuh hasrat, dengan aroma keringat dan gairah mereka memenuhi kamar kecil itu.
----------------------
Goyangan pinggul Agus yang ritmis membuat Angela semakin genit, matanya yang biru berkilau penuh godaan, dan senyum nakalnya kian lebar, menambah pesona kecantikannya di mata Agus. Di bawah cahaya lembut lampu tidur, wajah Angela terlihat semakin memukau—bibirnya yang basah dan memerah karena ciuman sebelumnya, rambut pirangnya yang sedikit berantakan jatuh di pundaknya, dan ekspresi penuh gairah di matanya membuat Agus merasa Angela adalah wanita tercantik yang pernah ia temui. Tubuh montok Angela yang telanjang, dengan payudara besar yang bergoyang lembut setiap kali ia bergerak, dan paha mulusnya yang terbuka, seolah memancarkan aura sensual yang tak bisa Agus tolak. Angela, yang merasakan semangat Agus, tiba-tiba menggenggam kontol Agus lebih erat, jari-jarinya melingkari batang itu dengan kuat, seolah ingin “mencekik” kejantanan pria Jawa yang menjadi driver ojol ini, membuat tekanan itu terasa lebih intens di setiap inci kulit yang sudah licin karena ludahnya.
Agus sontak mengerang kaget, “Ahh… Angela!” suaranya penuh dengan campuran kejutan dan kenikmatan, tubuhnya sedikit melengkung di kasur karena sensasi yang tiba-tiba itu. Genggaman Angela yang erat terasa seperti menyedot setiap energi dari batangnya, membuat kepala kontolnya yang merah pucat dan mengkilat semakin berdenyut keras. Angela terkekeh kecil, suaranya genit dan penuh tantangan, “Come on, keep moving, Agus… if you dare,” katanya, matanya menatap langsung ke mata Agus, seolah menantang keberaniannya. Kontol Agus yang sudah licin terbalut ludah Angela berkilau di bawah cahaya kuning lembut, dan setiap gerakan kecil membuatnya terlihat semakin menggoda, seolah siap untuk “bertarung” dengan tantangan yang Angela berikan.
Agus merasa tertantang, hasratnya kini bercampur dengan semangat untuk membuktikan dirinya. Dengan napas yang semakin berat, ia mendorong pinggulnya lebih kuat, membuat kontolnya bergerak masuk-keluar di dalam genggaman erat Angela dengan ritme yang lebih cepat. Suara gesekan yang berisik dan nakal, “schlup… plok… schlup…” memenuhi kamar kecil itu, bercampur dengan suara ludah yang licin dan keringat mereka yang mulai bercucuran. Setiap dorongan Agus membuat batangnya bergesek lebih intens di telapak tangan Angela, dan genggaman Angela yang erat seolah mencengkeram setiap inci kejantanannya, menambah sensasi yang membuat Agus mengerang lebih keras, “Mmm… Angela… ahh… so good…” Angela hanya tersenyum lebar, matanya penuh kemenangan kecil, “That’s it, darling… you’re so naughty… I love it,” katanya dengan nada genit, suaranya penuh godaan.
Mereka saling tersenyum di tengah momen panas itu, tawa kecil sesekali terdengar di sela-sela desahan mereka, menciptakan suasana yang nakal namun penuh keintiman. Tubuh telanjang mereka yang saling berdekatan memancarkan kehangatan yang membara, keringat tipis di kulit mereka berkilau di bawah lampu tidur, dan aroma gairah mereka memenuhi udara, bercampur dengan suara AC yang berdengung pelan. Kasur sempit itu seolah menjadi saksi bisu dari permainan erotis mereka, dengan seprai putih yang sudah sedikit kusut karena gerakan mereka. Di luar, suara samar pesta malam Bali terdengar sayup, tapi di dalam kamar, dunia mereka hanya dipenuhi oleh suara gesekan nakal, desahan penuh kenikmatan, dan tatapan mata yang penuh hasrat, membuat malam itu terasa seperti milik mereka berdua saja.
------------------------
Mereka melanjutkan gerakan genit itu dengan penuh semangat, tangan Angela yang erat menggenggam kontol Agus bergerak seirama dengan dorongan pinggul Agus, menciptakan ritme yang semakin intens. Suara gesekan yang licin dan nakal, “schlup… plok… schlup…” terus terdengar, bercampur dengan desahan kecil mereka yang penuh kenikmatan. Di sela-sela gerakan itu, mereka saling bertatapan, mata biru Angela yang berkilau penuh gairah bertemu dengan mata Agus yang dipenuhi hasrat dan kagum. Tatapan mereka membuat jantung masing-masing berdegup lebih keras, rasa deg-degan bercampur dengan kebahagiaan yang tak terucapkan, seolah mereka tenggelam dalam dunia kecil mereka sendiri. Tangan Angela yang hangat dan licin terus mengelus, sementara tubuh mereka yang telanjang saling berdekatan, kehangatan kulit mereka yang memanas dan aroma gairah yang memenuhi udara membuat momen itu terasa begitu intim dan penuh perasaan.
Dalam benak Agus, pikiran-pikiran liar bercampur dengan perasaan yang lebih dalam mulai muncul. “Could this be love?” tanyanya pada diri sendiri, jantungnya berdetak lebih keras hanya dengan memikirkan kemungkinan itu. Ia merasa seperti melting, tak percaya ia bisa berhubungan mesum dengan wanita secantik, segenit, sepenyayang, dan semontok Angela. Payudara Angela yang besar dan penuh, paha montoknya yang mulus, dan sikapnya yang penuh perhatian membuat Agus merasa seperti sedang bermimpi—wanita ini seolah perwujudan dari semua fantasinya, namun juga seseorang yang membuat hatinya bergetar lebih dari sekadar hasrat. Setiap dorongan pinggulnya ke tangan Angela terasa seperti pengakuan diam-diam atas perasaan yang mulai tumbuh, meski ia masih bingung apakah ini hanya gairah sesaat atau sesuatu yang lebih nyata.
Tiba-tiba, Angela menghentikan gerakannya sejenak, menatap Agus dengan senyum nakal dan berkata dengan nada genit, “Do you want me to add more spit, Agus? It’ll feel even slicker… and better.” Matanya berbinar penuh godaan, jari-jarinya masih menggenggam kontol Agus yang sudah licin, tapi ia seolah ingin memberikan lebih banyak kenikmatan. Napas Agus terengah, wajahnya memerah, dan ia mengangguk kecil dengan penuh antisipasi, “Y-yeah… please, Angela,” jawabnya dengan suara serak, jantungnya kembali berdegup kencang menanti sentuhan Angela yang akan membuat malam itu semakin panas.
--------------------
Angela tersenyum lebar, wajahnya menunjukkan ketaatan penuh seolah Agus adalah kaptennya dan ia adalah pesuruh yang patuh pada setiap perintah. Matanya yang biru berkilau dengan ekspresi penuh pengabdian, bibirnya yang penuh membentuk senyum kecil yang genit namun tunduk, dan ia mengangguk kecil sebagai tanda ia siap memenuhi keinginan Agus. Dengan gerakan penuh perhatian, ia meludahi kepala kontol Agus, ludahnya yang hangat dan licin jatuh tepat di ujung batang yang sudah mengeras itu, menetes perlahan ke samping, membuatnya berkilau lebih jelas di bawah cahaya lembut lampu tidur. Angela meludah berkali-kali, setiap tetes ludah menambah kilau pada kepala kontol yang merah pucat itu, dan sesekali ia menunduk, memberikan kecupan mesra pada ujungnya—bibirnya yang lembut menyentuh kepala kontol itu dengan penuh kasih sayang, seolah itu adalah ciuman intim, namun kali ini diberikan pada kejantanan pria Jawa ini, menciptakan suara kecil “chu” yang lembut setiap kali bibirnya menyentuh kulit yang licin.
Agus, yang tenggelam dalam kenikmatan, mengelus rambut pirang Angela dengan lembut, jari-jarinya menyisir helai-helai rambut itu dengan penuh kasih sayang. Angela tersenyum bangga, ekspresinya seperti seorang adik perempuan yang merasa disayang oleh kakak laki-lakinya, matanya memandang Agus dengan penuh kehangatan dan kebahagiaan. Namun, tiba-tiba Angela mengubah suasana—tangannya yang tadinya lembut kini mencekik kontol Agus yang sudah berlumur ludah dengan erat, genggamannya kuat seolah ingin meremas setiap inci kejantanan itu. Ia mulai mengocok dengan brutal, tangannya bergerak cepat dari atas ke bawah, jari-jarinya mencengkeram batang itu dengan tekanan yang kuat, membuat suara “schlup… schlup…” yang basah dan berisik memenuhi kamar. Setiap gerakan tangannya terasa penuh kekuatan, ludah yang licin membuat gesekan itu terasa lebih intens, dan kepala kontol Agus yang merah pucat seolah berdenyut lebih keras di bawah tekanan itu.
Semakin lama, kocokan Angela semakin brutal—ia mempercepat gerakannya, tangannya kini bergerak dengan kecepatan yang hampir tak terkendali, seolah ingin memeras setiap tetes kenikmatan dari tubuh Agus. Genggamannya yang erat membuat batang itu terasa seperti dicekik, jari-jarinya sesekali memutar di kepala kontol, memberikan tekanan tambahan yang membuat Agus mengerang keras, “Ahh… Angela… ohh…!” Suara gesekan menjadi lebih berisik, “plok… schlup… plok…” bercampur dengan suara ludah yang licin dan napas Agus yang semakin terengah. Tubuh Agus mulai menegang, pinggulnya sedikit terangkat dari kasur, dan keringat tipis mengalir di dahinya, menunjukkan betapa intensnya sensasi yang ia rasakan. Angela, dengan ekspresi penuh godaan, terus mengocok tanpa ampun, tangannya bergerak dengan ritme yang ganas, seolah ia ingin melihat seberapa jauh Agus bisa bertahan.
Kocokan itu menjadi semakin brutal di menit-menit berikutnya—Angela kini menggunakan kedua tangannya, satu tangan mencengkeram batang dengan erat sementara tangan lainnya memainkan kepala kontol dengan gerakan memutar yang cepat, seolah ingin “menyiksa” Agus dengan kenikmatan. Setiap gerakan tangannya terasa seperti serangan, suara “schlup… plok… schlup…” semakin keras, bercampur dengan erangan Agus yang tak bisa lagi ia tahan, “Angela… ahh… I… I can’t…!” Tubuhnya mulai bergetar, kakinya menegang, dan tangannya mencengkeram seprai dengan kuat, berusaha menahan gelombang kenikmatan yang terus datang. Angela hanya tersenyum nakal, matanya menatap wajah Agus dengan penuh kemenangan, seolah menikmati setiap reaksi yang ia ciptakan.
---------------------
Agus, yang sudah berada di puncak kenikmatan karena kocokan brutal Angela, mulai kehilangan kendali atas tubuhnya. Tubuhnya menegang, keringat mengalir di dahi dan dadanya, dan napasnya terengah-engah tak beraturan. “Angela… I… I can’t hold it anymore… I’m gonna cum… I’m gonna cum!” katanya berkali-kali, suaranya penuh dengan campuran kepanikan dan kenikmatan, pinggulnya bergetar hebat di bawah genggaman tangan Angela yang tak kenal ampun. Kocokan Angela yang cepat dan erat, dengan suara “schlup… plok… schlup…” yang berisik, membuat batang kejantanan Agus berdenyut keras, kepala kontolnya yang merah pucat seolah siap meledak. Setiap gerakan tangan Angela terasa seperti cambuk kenikmatan, jari-jarinya yang licin karena ludah terus memeras batang itu tanpa henti, seolah ingin menguras semua yang ada di dalam diri Agus.
Angela, yang mendengar erangan Agus, hanya tertawa genit, suaranya lembut namun penuh godaan, “No, babe… you can’t cum yet… you have to hold it,” katanya sambil terus mengocok dengan brutal, matanya menatap wajah Agus dengan ekspresi penuh tantangan. “Don’t cum, darling… be strong for me,” lanjutnya, nadanya genit namun tegas, seolah ia menikmati melihat Agus berjuang menahan diri. Tangan Angela tak berhenti, malah semakin mempercepat ritmenya, satu tangan mencengkeram batang dengan erat sementara tangan lainnya memainkan kepala kontol dengan gerakan memutar yang cepat, membuat suara gesekan semakin keras dan nakal. Tubuh Agus mulai bergetar hebat, kakinya menegang, dan tangannya mencengkeram seprai dengan kuat, berusaha menahan gelombang kenikmatan yang terus menerpa, tapi ia tahu ia tak bisa bertahan lebih lama lagi di bawah “siksaan” Angela yang penuh gairah.
Tekanan itu akhirnya terlalu besar untuk ditahan—Agus mengerang keras, “Angela… I… I can’t… ahh… I’m cumming!” Suaranya penuh dengan keputusasaan dan kenikmatan, dan dalam sekejap, ia mencapai klimaks. Pejunya muncrat dengan deras, kental, panas, dan berwarna putih susu, langsung mengenai wajah Angela yang berada tepat di depannya. Semburan pertama mengenai dahi Angela, lalu semburan berikutnya mendarat di pipi kanannya, diikuti semburan lain yang mengenai bibir dan dagunya, hingga hampir seluruh wajah cantik Angela tertutup cairan kental itu. Bau peju yang kuat, sedikit amis namun hangat, langsung memenuhi udara di sekitar mereka, bercampur dengan aroma keringat dan gairah yang sudah ada sebelumnya. Agus, yang napasnya masih terengah, menatap Angela dengan mata penuh kagum dan rasa bersalah, tubuhnya lemas setelah melepaskan semua yang ia tahan.
Wajah Angela, yang tadinya cantik dengan kulit putih mulus dan mata biru yang berkilau, kini “kotor” oleh peju Agus yang kental dan panas. Cairan putih itu menetes perlahan dari dahinya, meninggalkan jejak lengket yang mengalir ke arah alisnya, sementara tetesan lain di pipi kanannya meluncur ke bawah, menuju lekuk pipinya yang penuh, hingga akhirnya menetes ke dagunya, menciptakan garis-garis putih yang kontras dengan kulitnya yang cerah. Bibirnya yang penuh, yang tadinya basah karena ludah, kini terlapisi peju yang menempel di sudut bibirnya, beberapa tetes bahkan masuk ke dalam mulutnya saat ia tersenyum, memberikan kesan nakal yang tak terucapkan. Matanya sedikit menyipit karena lengketnya cairan itu, tapi senyumnya tetap terlihat, penuh dengan kepuasan dan keberanian, seolah ia bangga dengan apa yang baru saja terjadi. Rambut pirangnya yang panjang juga tak luput, beberapa helai di dekat wajahnya terkena semburan kecil, menambah kesan liar pada penampilannya yang kini begitu erotis di bawah cahaya lampu tidur yang lembut.
Angela tersenyum lebar, wajahnya yang penuh dengan peju Agus tak mengurangi kecantikannya, malah menambah aura sensual yang memukau. “Wow, Agus… you came so much,” katanya dengan nada kagum, suaranya lembut namun penuh godaan, sambil tangannya kembali mengocok kontol Agus dengan intensitas yang lebih ringan. Jari-jarinya yang masih licin kini bergerak perlahan, hanya untuk menjaga sensasi tetap ada, sesekali menggosok kepala kontol yang masih sensitif itu dengan gerakan melingkar yang lembut, membuat Agus mengerang kecil karena sisa-sisa kenikmatan. Angela menatap Agus dengan mata yang penuh kehangatan, wajahnya yang “kotor” justru terlihat semakin memikat, dan di tengah kamar kecil itu, dengan suara AC yang berdengung pelan dan aroma gairah yang memenuhi udara, mereka berdua tenggelam dalam momen intim yang penuh hasrat dan kelembutan.
91Please respect copyright.PENANAvoX8gNcdhe
91Please respect copyright.PENANArVTLbvvs2c
TO BE CONTINUED
ns160.79.108.76da2