.jpg)
Di bawah terik matahari Bali, Agus, seorang driver ojol berusia 30 tahun asal Jogja, melaju di jalanan Kuta yang ramai. Pria yang belum menikah ini sudah lima tahun merantau di Bali, fasih berbahasa Inggris karena sering bertemu turis. Siang itu, ia mendapat orderan dari Angela, seorang bule cantik yang baru bercerai dari suami pengusaha kaya asal Eropa. Agus tiba di vila mewah di Seminyak, dan saat Angela muncul, ia langsung terpana. Rambut pirang Angela berkilau seperti emas, matanya biru cerah bagai lautan, kulitnya putih mulus dengan sedikit kemerahan akibat panas. Tubuhnya montok, mungkin BBW, dengan lekuk yang menonjol—pinggul lebar, dada penuh, dan perut sedikit berisi namun memancarkan sensualitas alami. Dress tipis putih bermotif bunga yang ia kenakan memperlihatkan siluet tubuhnya, pendek di atas lutut, dan sedikit terbuka di area dada, membuat Agus berulang kali mengalihkan pandangan.
“Hello, you must be Agus, right?” sapa Angela dengan aksen lembut, tersenyum manis meski ada kesedihan di matanya. “Yes, I’m Agus. Nice to meet you, Angela. Where are we going?” jawab Agus fasih. “To Ubud, please. I want to see the rice fields and a temple,” kata Angela sambil naik ke motor, dress-nya sedikit terangkat, membuat Agus menelan ludah. Di perjalanan, Angela bercerita tentang perceraiannya. “My husband cheated on me. I came to Bali to forget everything,” katanya dengan nada sendu. Agus mendengarkan, menanggapi dengan empati, “I’m sorry, Angela. Bali will help you heal. You’ll love Ubud.”
Di Tegalalang, Angela terpesona dengan sawah hijau. “Oh my God, this is so beautiful!” serunya, dress-nya menempel di tubuh karena keringat, menonjolkan lekuknya yang bahenol. Ia meminta Agus mengambilkan foto, berpose anggun di bawah sinar matahari. “Agus, you’re handsome. Are you married?” tanyanya tiba-tiba, membuat Agus tersipu. “No, I’m not. Haven’t found the right one yet,” jawabnya sambil tertawa. Hari itu mereka habiskan hingga sore, dan Angela memberikan tip besar sambil meminta nomor Agus. “Can you drive me again tomorrow? I really like you,” katanya sambil mengedipkan mata, meninggalkan Agus dengan perasaan campur aduk dan bayangan kecantikan Angela yang sulit dilupakannya.
---------------------
“Of course, Angela. I’d be happy to,” jawab Agus sambil memberikan nomor WhatsApp-nya dengan senyum. Angela tersenyum lebar, lalu mereka berpisah. Pukul 8 malam, Agus akhirnya sampai di kost-annya di daerah Denpasar. Ia merebahkan diri di kasur sederhananya, merasa lelah namun penuh kesan setelah seharian mengantar Angela. Bule cantik itu benar-benar berbeda. Meski Agus sudah berkali-kali membonceng turis asing yang menarik, Angela adalah yang paling memikat baginya. Kecantikan dan keseksian Angela, dengan tubuh montok dan pesona alaminya, terus terbayang di pikirannya.
Agus mengambil ponselnya, membuka WhatsApp untuk mengecek pesan. Ternyata, Angela sudah mengirimkan pesan: “Hi Agus, I’ll contact you tomorrow for our next trip. Thank you for today!” Agus tersenyum kecil, lalu melihat foto profil Angela. Di foto itu, Angela tampak memukau dengan dress tipis yang sama seperti tadi, berdiri di tepi sawah Tegalalang. Dress itu memperlihatkan lekuk tubuhnya yang semok, pendek di atas dengkul, sehingga pahanya yang montok dan mulus terlihat jelas. Itu adalah foto yang diambil Agus saat mereka bersama tadi. Melihat foto itu, Agus merasa jantungnya berdegup lebih kencang. Ia tahu ini mungkin hanya awal, tapi ia tak sabar menanti hari esok bersama Angela.
----------------------
Saat Agus hendak tidur, tiba-tiba handphone-nya berbunyi. Jam menunjukkan pukul 11 malam. Agus terkejut melihat nama Angela di layar. “Kenapa Angela telepon jam segini?” gumamnya, lalu mengangkat panggilan itu. “Hello, Agus?” suara Angela terdengar lembut, tapi ada nada sedih di dalamnya. “Yes, Angela, what’s wrong?” tanya Agus, sedikit khawatir. Angela terdiam sejenak, lalu berkata, “I’m so sorry to call you this late. I… I feel so lonely. Can you come to my hotel? I just need someone to talk to.” Agus terdiam sejenak, tapi mendengar nada sedih Angela membuatnya tak bisa menolak. “Okay, I’ll be there. Don’t worry,” jawabnya dengan tenang.
Agus segera bangkit dari kasur, mengenakan jaket tipis, dan melaju dengan motornya menuju hotel Angela di Seminyak. Untungnya, jaraknya tidak terlalu jauh, hanya sekitar 15 menit perjalanan.
432Please respect copyright.PENANAg38fZnex8C
-------------------
Angela menyambut Agus di pintu masuk hotel dengan senyuman hangat, mengenakan tanktop hitam yang sangat ketat, seolah menempel sempurna pada tubuh montoknya. Tanktop itu memperlihatkan lekuk tubuhnya dengan jelas—dadanya yang penuh dan menonjol seakan ingin meloncat keluar dari kain tipis itu, dengan belahan yang terlihat begitu nyata hingga membuat Agus langsung menunduk, merasa malu dengan pemandangan "haram" yang ia terima. Tubuh Angela, yang mungkin masuk kategori BBW, benar-benar memukau: pinggulnya lebar dan bulat, perutnya sedikit berisi namun tetap terlihat lembut, dan kulitnya yang putih mulus memantulkan cahaya lampu kamar dengan sempurna. Setiap gerakan kecil Angela membuat tanktop itu sedikit bergeser, memperlihatkan lebih banyak lagi lekuk tubuhnya yang menggoda, dan Agus merasa syahwatnya naik, berusaha keras menenangkan diri dengan menarik napas dalam-dalam.
Angela, yang tampaknya tak menyadari efek penampilannya, terlihat sangat senang dengan kehadiran Agus. “I’m so glad you came, Agus,” katanya dengan nada lembut, lalu tanpa ragu menarik tangan Agus untuk masuk ke dalam. Ruangan hotel itu kecil, lebih mirip studio apartemen dengan satu kasur besar di tengah, meja kecil di sudut, dan jendela yang menghadap ke jalanan Seminyak yang sepi. Angela mengajak Agus duduk di tepi kasur, satu-satunya tempat yang nyaman untuk mereka berbincang. Saat ia duduk, tanktop hitam itu sedikit terangkat, memperlihatkan pinggangnya yang lembut dan sedikit lipatan kecil di perutnya yang justru menambah kesan sensual. Agus hanya bisa menelan ludah, berusaha fokus pada wajah Angela, tapi matanya sesekali melirik ke bawah, ke arah tubuh Angela yang seolah memanggil-manggil instingnya.
“Sorry, it’s a bit small here,” ujar Angela sambil tersenyum, duduk di samping Agus dengan jarak yang cukup dekat hingga paha mulusnya hampir menyentuh kaki Agus. Bau parfumnya yang manis dan lembut tercium jelas, menambah suasana yang semakin intim. Agus merasakan panas di tubuhnya, jantungnya berdegup kencang, dan pikirannya berjuang untuk tetap waras di tengah godaan yang tak terucapkan itu. “It’s okay, Angela. So… why do you feel lonely?” tanyanya dengan suara yang sedikit bergetar, berusaha membuka percakapan untuk mengalihkan perhatian dari tubuh Angela yang terus membuatnya gelisah. Angela menarik napas dalam, matanya berkaca-kaca, siap berbagi cerita di malam yang sunyi itu, sementara Agus diam-diam berdoa agar bisa menjaga kendali atas dirinya.
----------------------
Angela menatap Agus dengan mata berkaca-kaca, suaranya sedikit bergetar saat ia mulai berbicara. “I suddenly remembered my husband… he was so harsh to me, Agus. I can’t sleep,” katanya, menunjuk ke arah meja kecil di sudut ruangan tempat beberapa kaleng bir kosong berserakan. “I drank a few cans, but I still feel so sad,” lanjutnya, nadanya penuh kesedihan. Ia menarik napas dalam, lalu menatap Agus dengan ekspresi penuh harap. “Can I… sleep on your lap, Agus? But… will there be any woman who gets angry if I do this?” tanyanya hati-hati, seolah tak ingin membuat masalah.
Agus merasa jantungnya berdegup kencang, tangannya sedikit berkeringat karena gugup. “N-no, it’s fine, Angela. I’m still single,” jawabnya dengan suara yang sedikit terbata, berusaha tetap tenang meski suasana terasa semakin intim. Angela tersenyum kecil mendengar jawaban itu, wajahnya tampak lega dan senang. Tanpa menunggu lama, ia segera memindahkan posisinya, meletakkan kepalanya dengan lembut di paha Agus. Rambut pirangnya yang panjang tergerai, terasa lembut di kulit Agus, dan aroma parfumnya yang manis semakin tercium jelas. “Please… stroke my hair, Agus,” pintanya dengan suara pelan, hampir seperti berbisik, matanya perlahan terpejam mencari kenyamanan.
Agus menelan ludah, tangannya ragu-ragu pada awalnya, tapi akhirnya ia mulai membelai rambut Angela dengan lembut, jari-jarinya menyisir helai demi helai rambut yang halus itu. Ia bisa merasakan kehangatan tubuh Angela yang begitu dekat, dan meski ia berusaha fokus untuk sekadar menghibur, pikirannya tak bisa lepas dari situasi yang begitu intim ini. Angela tampak mulai tenang, napasnya pelan-pelan menjadi teratur, sementara Agus duduk diam, berusaha menjaga hati dan pikirannya tetap terkendali di tengah malam yang penuh kejutan itu.
-------------------------
Agus mulai membelai rambut Angela dengan gerakan perlahan, jari-jarinya menyisir helai-helai rambut pirang yang lembut dan berkilau, terasa seperti sutra di tangannya. Mereka mulai bercakap-cakap dengan santai untuk mengisi keheningan malam. “How old are you, Angela?” tanya Agus, suaranya lembut agar tidak mengganggu ketenangan Angela. “I’m 27,” jawab Angela dengan nada pelan, matanya masih terpejam, kepalanya nyaman di paha Agus. Agus sedikit terkejut, ternyata Angela lebih muda darinya yang sudah 30 tahun, tapi penampilan Angela begitu memikat, seperti seorang MILF dengan tubuh semok dan payudara besar yang menonjol di balik tanktop hitam ketatnya. “I don’t have kids yet,” tambah Angela, suaranya sedikit sendu, “Maybe that’s why my marriage didn’t work.” Dalam hati Agus, ia merasa sedang bersama janda kelas kakap, seorang wanita yang kecantikannya sulit diluputkan.
Pandangan Agus tak sengaja turun, memperhatikan tubuh Angela yang hanya mengenakan tanktop hitam dan celana hotpants ketat. Tanktop itu seolah tak mampu menahan lekuk tubuh Angela—payudaranya yang besar dan penuh seakan menantang gravitasi, dengan belahan yang terlihat jelas di bagian atas, membuat Agus menelan ludah. Perutnya yang sedikit berisi justru menambah kesan lembut dan sensual, dan hotpants itu memperlihatkan paha mulusnya yang putih, tebal, dan begitu menggoda. Kulit Angela memantulkan cahaya lampu kamar dengan sempurna, seolah setiap inci tubuhnya dirancang untuk memikat. Agus bisa melihat sedikit tanda merah di paha Angela, mungkin bekas garukan kecil, yang justru membuatnya terlihat lebih nyata dan manusiawi.
Pikiran Agus mulai berkecamuk. Ia merasa seperti sedang berada dalam mimpi, duduk bersama seorang wanita asing yang kecantikannya begitu memukau, namun juga membawa aura kesedihan yang membuatnya ingin melindungi. Tubuh Angela yang terbuka di depannya terasa seperti ujian baginya—setiap lekuk, setiap inci kulit yang terlihat, seolah berbisik menggoda, membangkitkan hasrat yang ia coba tahan. Ia membayangkan betapa lembutnya kulit itu jika disentuh, betapa hangatnya tubuh Angela jika ia berani lebih dekat, tapi ia segera menggelengkan kepala dalam hati, mencoba fokus pada peran seorang teman yang hanya ingin menghibur. Namun, aroma parfum Angela yang manis, kelembutan rambutnya di tangannya, dan pemandangan tubuh itu terus mengusik pikirannya, membuat malam itu terasa lebih panjang dan penuh gejolak batin bagi Agus.
--------------------------
Angela perlahan mengangkat kepalanya dari paha Agus dan duduk kembali di sampingnya, posisinya kini lebih dekat hingga pundak mereka hampir bersentuhan. Matanya yang biru menatap Agus dengan intens, namun ada nada berbeda dalam suaranya—campuran keraguan dan kesedihan—setelah mengetahui bahwa ia lebih muda dari Agus. “Agus… do you think a woman like me is not worthy of being loved?” tanyanya, suaranya lembut tapi penuh beban. Ia menunduk sejenak, lalu melanjutkan, “Is my body… not attractive to men?” Pertanyaan itu terlontar dengan ekspresi rapuh, seolah ia benar-benar mencari jawaban untuk menghibur hatinya yang terluka.
Agus langsung merasa bingung, jantungnya berdegup kencang mendengar pertanyaan itu. Baginya, Angela adalah perwujudan dari fantasi mesum yang selama ini hanya ia lihat dalam mimpi atau film-film dewasa yang sesekali ia tonton. Angela, dengan tubuh montoknya yang terbalut tanktop hitam ketat dan hotpants, seolah hidup dari layar ponselnya—seperti artis bokep bule yang kerap ia lihat, dengan payudara besar yang menonjol, pinggul lebar, dan paha mulus yang menggoda. Setiap lekuk tubuhnya, dari kulit putihnya yang berkilau hingga aroma parfumnya yang manis, terasa begitu nyata dan sempurna di depan matanya. Ia merasa Angela adalah wanita yang jauh melampaui kata “menarik”—ia adalah definisi hasrat baginya.
Namun, Agus tahu ia harus menjawab dengan hati-hati, bukan hanya karena ia gugup, tapi juga karena ia tak ingin Angela merasa lebih terpuruk. “No, Angela… you’re absolutely beautiful,” katanya dengan suara yang sedikit bergetar, berusaha menyembunyikan gejolak batinnya. “Any man would be lucky to have you. Your body… it’s perfect. You’re like… a dream,” lanjutnya, kata-kata itu keluar dengan tulus meski ia merasa wajahnya memanas. Dalam hati, Agus berusaha menahan diri agar pikirannya tidak melayang lebih jauh, tapi kehadiran Angela yang begitu dekat dan pertanyaan polosnya membuatnya semakin sulit untuk tetap tenang.
------------------------
Angela tersenyum kecil, merasa jawaban Agus tulus karena ia lebih tua dan terlihat lebih dewasa darinya. Sikapnya menjadi lebih terbuka dan manja, seperti adik perempuan pada kakak laki-lakinya. Ia memiringkan tubuhnya ke arah Agus, pundaknya menyentuh lengan Agus, matanya yang biru cerah menatap dengan ekspresi polos namun menggoda. “Agus… if you met a widow like me, would you be interested?” tanyanya lembut, hampir merajuk, lalu melanjutkan, “What would make you interested in me?” Ia memainkan ujung rambut pirangnya, menunggu jawaban dengan senyum tipis yang membuat wajahnya terlihat semakin manja.
Agus merasa wajahnya memanas, jantungnya berdegup kencang, dan ia menunduk sejenak, mencoba mencari kata-kata yang tepat. Dengan suara yang terbata-bata, ia akhirnya menjawab, “Y-yes… I-I’d be… v-very interested in s-someone like you, Angela. I… I r-really like… y-your body—y-your… b-breasts, they’re… um… s-so full and… a-attractive.” Ia berhenti sejenak, menelan ludah, lalu melanjutkan dengan suara yang masih gemetar, “A-and your… h-hips… they’re… s-so… wide and… p-perfect… and… y-your thighs, they’re… s-so smooth and… th-thick… I… I can’t stop looking.” Wajahnya semakin merah, tapi ia tetap jujur, “A-and… y-your face… w-when you act… s-so cute and… s-spoiled… it’s… it’s… really… m-making me… f-feel something.”
Setiap kata yang keluar dari mulut Agus terasa berat, penuh dengan rasa malu dan gugup, tapi juga kejujuran. Dalam hatinya, ia memang terpesona pada payudara Angela yang besar dan menonjol di balik tanktop hitam ketat, pinggulnya yang lebar dan bulat, paha mulusnya yang tebal, serta wajah manjanya yang penuh pesona. Angela hanya tersenyum lebih lebar, matanya berbinar, seolah senang mendengar pujian itu, meski Agus tampak semakin salah tingkah dengan keberaniannya sendiri.
---------------------------------
Angela tersenyum girang kecil, seperti anak kecil yang baru mendapat pujian, wajahnya berseri dengan ekspresi polos yang menggemaskan. Tiba-tiba, ia bergerak dengan lincah, menaiki tubuh Agus dan duduk di pangkuannya, menghadap wajahnya langsung. Tubuh mereka saling beradu, hampir menempel erat—dada Angela yang penuh dan menonjol di balik tanktop hitam ketat itu terasa begitu dekat hingga Agus bisa merasakan kelembutannya meski hanya terpisah kain tipis. Berat badan Angela, yang mungkin lebih dari 70 kg tubuh Agus, terasa nyata di pangkuannya, memberikan tekanan lembut yang membuat Agus menahan napas. Paha Angela yang mulus dan tebal terbuka lebar di kedua sisi pinggul Agus, hotpants ketatnya sedikit terangkat, memperlihatkan lebih banyak kulit putihnya yang berkilau di bawah lampu kamar. Aroma parfumnya yang manis semakin kuat, dan rambut pirangnya yang panjang jatuh menyentuh bahu Agus, menambah keintiman momen itu.
Angela lalu memajukan wajahnya, begitu dekat hingga hidung mereka hampir bersentuhan. Mata mereka saling bertatapan—mata biru Angela yang jernih agak berbinar, seolah penuh dengan campuran rasa ingin tahu dan harapan, sementara mata Agus dipenuhi rasa gugup dan kagum. Agus bisa melihat bulu mata lentik Angela dengan jelas, bibirnya yang penuh dan sedikit terbuka, serta napasnya yang hangat menyapu wajahnya. “Am I really that attractive in your eyes, Agus?” tanya Angela dengan suara lembut, hampir berbisik, nadanya penuh harap sambil menatap Agus dengan intens. Tubuhnya yang montok, bidadari BBW yang kini ada di pangkuannya, terasa seperti mimpi bagi Agus, membuat jantungnya berdegup tak terkendali.
Agus menelan ludah, wajahnya memerah, dan matanya sesekali berpaling karena malu, tapi tatapan Angela yang penuh harap membuatnya tak bisa menghindar. “Y-yes… you are… really… attractive,” jawabnya dengan suara pelan dan terbata, rasa malunya terlihat jelas dari cara ia menunduk sejenak sebelum kembali menatap Angela. Tubuh Angela yang begitu dekat, kehangatan yang terasa dari setiap inci tubuhnya, dan tatapan mata yang penuh pesona itu membuat Agus merasa seperti berada dalam dunia lain, di mana ia tak bisa lagi menyembunyikan betapa memukaunya wanita di depannya ini. Angela hanya tersenyum lebih lebar, binar di matanya semakin terlihat, seolah puas dengan jawaban tulus itu.432Please respect copyright.PENANAzBk4G5qo8X
-------------------------------------
Angela tersenyum lebar, binar di matanya semakin terang, lalu ia berkata dengan nada lembut namun penuh perasaan, “I love you too, Agus.” Tanpa menunggu reaksi, ia memajukan wajahnya lebih dekat dan mulai mengecup pipi Agus, bergantian antara sisi kiri dan kanan, berulang kali dengan penuh kasih sayang. Bibir Angela yang penuh dan lembut terasa hangat saat menyentuh kulit Agus—bentuknya yang sedikit merekah membentuk lengkungan sempurna setiap kali ia mendaratkan ciuman, meninggalkan sensasi lembap yang hangat di pipi Agus. Gerakan bibirnya halus namun tegas, seperti mencium dengan penuh perhatian, dan setiap ciuman menghasilkan bunyi kecil “muaah” yang lembut, hampir seperti bisikan, yang terdengar jelas di telinga Agus di tengah keheningan kamar. Aroma napas Angela yang sedikit manis bercampur dengan wangi bir yang ia minum sebelumnya tercium samar, menambah keintiman momen itu. Agus hanya bisa bengong, tubuhnya membeku, jantungnya berdegup kencang, dan wajahnya memanas, tak tahu bagaimana harus bereaksi terhadap kelembutan yang tiba-tiba ini.
Setelah beberapa kali ciuman, Angela menarik wajahnya sedikit, menatap Agus dengan mata yang penuh kehangatan, lalu berkata dengan suara lembut, “Can you stay with me tonight, Agus? I want to sleep… and cuddle with you.” Ia memiringkan kepalanya sedikit, ekspresinya manja namun tulus, seolah benar-benar membutuhkan kehadiran Agus untuk menghapus kesepiannya malam itu. Rambut pirangnya yang panjang jatuh ke samping, menyentuh bahu Agus, dan tubuhnya yang masih berada di pangkuan Agus terasa hangat dan lembut, membuat Agus merasa seperti terjebak dalam mimpi yang tak ingin ia tinggalkan. Agus hanya mengangguk pelan, masih terpana oleh ciuman tadi, dan berkata dengan suara kecil, “O-okay… I’ll stay,” sambil berusaha menenangkan debaran di dadanya, siap untuk menemani Angela malam itu sesuai permintaannya.
432Please respect copyright.PENANAcD0GBD3t5c
432Please respect copyright.PENANAx5iAjset65
TO BE CONTINUED
ns160.79.108.172da2