
Angela tersenyum lembut, lalu berkata dengan nada penuh penyesalan, “I’m sorry, Agus… I’ve taken up your rest time.” Agus, yang masih terpana oleh keintiman momen sebelumnya, hanya menggeleng pelan dan menjawab dengan suara tenang, “It’s okay, Angela, really. I’m happy to be here with you.” Jam sudah menunjukkan pukul 1 malam, dan dari jendela kecil kamar hotel, suasana Bali masih terlihat sibuk—lampu-lampu neon berkedip dari kejauhan, suara musik samar dari pesta-pesta hedon di klub malam terdengar sayup-sayup, dan tawa para turis yang masih menikmati malam terbawa angin. Namun, di dalam kamar hotel kecil itu, suasana terasa jauh berbeda. Ruangan studio itu sederhana tapi nyaman, dengan kasur besar berseprai putih yang rapi, dinding berwarna krem yang dihiasi lukisan kecil bertema pantai, sebuah meja kayu sederhana di sudut dengan lampu tidur bercahaya lembut, dan AC yang berdengung pelan, menjaga suhu tetap sejuk meski Bali terasa panas di luar.
Tiba-tiba, Angela berdiri dari pangkuan Agus dan dengan gerakan santai mulai menarik tanktop hitam ketatnya ke atas, memperlihatkan kulit putih mulusnya yang berkilau di bawah cahaya lampu. Agus langsung terkejut, matanya membelalak, dan ia bertanya dengan nada panik, “W-what are you doing, Angela?!” Angela menoleh padanya, tersenyum kecil dengan ekspresi yang begitu santai, seolah tak ada yang aneh. “I always sleep naked, Agus. Besides, it’s so hot in Bali… even with the AC, I feel more comfortable this way,” jawabnya dengan nada polos, sambil melanjutkan melepas tanktopnya hingga terlepas sepenuhnya, memperlihatkan tubuh montoknya yang telanjang di bagian atas. Payudaranya yang besar dan penuh terlihat jelas, dengan kulit yang lembut dan sedikit memerah karena panas, membuat Agus langsung memalingkan wajah, wajahnya memanas dan jantungnya berdegup kencang.
Angela kemudian melangkah ke arah kasur, melepas hotpantsnya dengan santai, lalu menyelip ke bawah selimut tipis, tubuhnya kini benar-benar bugil meski tertutup selimut. Ia menepuk sisi kasur di sebelahnya, menatap Agus dengan senyum lembut, “Come on, Agus… let’s sleep. I really need you tonight,” katanya dengan nada manja, seolah tak menyadari betapa sulitnya situasi ini bagi Agus. Agus menelan ludah, berusaha menenangkan diri, dan dengan hati-hati naik ke kasur, tetap mengenakan pakaian lengkapnya, berbaring di samping Angela sambil berdoa agar ia bisa menjaga kendali atas dirinya malam itu. Kehadiran wanita cantik yang baru saja bercerai ini, dengan tubuhnya yang begitu memikat, membuat malam itu terasa seperti ujian besar bagi Agus.
288Please respect copyright.PENANArMthJ006f7
----------------------------------
Agus, yang masih berbaring kaku di samping Angela, menoleh dengan wajah penuh keraguan dan bertanya dengan suara kecil, “Do… do I have to be naked too, Angela?” Angela, yang sudah nyaman di bawah selimut tipis, tersenyum kecil dan menjawab dengan nada santai, “Of course, Agus. It’s more comfortable that way.” Agus menelan ludah, merasa tak punya pilihan, lalu dengan gerakan canggung mulai membuka kaus dan celananya, meninggalkan tubuhnya hanya dengan celana dalam. Namun, Angela memandangnya dengan ekspresi manja, sedikit merajuk, “No, Agus… fully naked, please. It’s okay, I won’t judge.” Agus, dengan wajah yang semakin memerah, akhirnya menuruti permintaan itu, melepas celana dalamnya dengan cepat dan segera menutupi bagian kemaluannya dengan tangan—kontolnya yang sudah tegang akibat situasi ini terasa memalukan baginya, dan ia berusaha menyembunyikannya sambil berbaring kembali di bawah selimut.
Kamar hotel kecil itu terasa rapi namun sempit, hanya cukup untuk sebuah kasur besar berseprai putih, meja kecil di sudut dengan beberapa kaleng bir kosong, dan sebuah lemari kayu sederhana di samping jendela kecil yang tertutup gorden tipis. AC berdengung pelan, menjaga suhu tetap dingin hingga udara terasa sejuk menyentuh kulit telanjang mereka, kontras dengan panas Bali di luar. Lampu plafon sudah dimatikan, hanya menyisakan lampu tidur di meja kecil yang memancarkan cahaya kuning lembut, menciptakan suasana hangat dan mengantuk yang membuat mata terasa berat. Cahaya itu memantul lembut di dinding krem kamar, memberikan nuansa intim yang tenang, seolah mengundang mereka untuk segera terlelap.
Namun, di tengah ketenangan itu, aroma tubuh Angela menjadi daya tarik yang tak bisa diabaikan bagi Agus. Wangi parfumnya yang manis bercampur dengan aroma alami tubuhnya—sedikit manis, sedikit musky, dengan sentuhan samar alkohol dari bir yang ia minum sebelumnya—menguar lembut ke udara, mengelilingi Agus yang kini begitu dekat dengannya. Aroma itu terasa begitu memabukkan, membuat libido Agus semakin naik, meski ia berusaha keras untuk tetap tenang. Tubuh Angela yang telanjang di bawah selimut, hanya terpisah oleh kain tipis dari tubuhnya, dan kehangatan yang terpancar darinya, membuat Agus merasa seperti sedang berada dalam ujian terberat dalam hidupnya. Ia hanya bisa menarik napas dalam-dalam, berusaha fokus pada cahaya lampu tidur yang lembut, berharap bisa segera tertidur tanpa tergoda lebih jauh.
---------------------------------
Agus dengan hati-hati menyelinap ke dalam selimut tipis, berbaring di samping Angela di kasur sempit yang sebenarnya hanya cukup untuk satu orang. Hangat tubuh Angela yang telanjang terasa begitu nyata, meski Agus berusaha menjaga jarak sekitar 10 cm antara mereka. Kulit Angela seolah memancarkan kehangatan yang sulit diabaikan, dan setiap kali ia menggeser posisi sedikit, Agus bisa merasakan udara di antara mereka menjadi lebih panas. Kasur itu terlalu kecil untuk memberikan ruang nyaman, membuat Agus merasa “salting”—ia baru pertama kali tidur bugil, apalagi bersama seorang bule secantik Angela, yang kecantikan dan tubuh montoknya seperti keluar dari mimpi. Jantungnya berdegup kencang, dan ia berusaha menatap ke arah lampu tidur untuk menenangkan diri, tapi Angela tiba-tiba memutar tubuhnya, kini tidur menghadap Agus, wajah mereka saling bertatapan di bawah cahaya kuning lembut.
Angela menatap Agus dengan mata birunya yang berkilau, senyum kecil tersungging di bibirnya. “You okay, Agus?” tanyanya dengan suara pelan, hampir berbisik, nadanya lembut dan sedikit menggoda. Agus menelan ludah, wajahnya memanas, tapi ia mencoba menjawab dengan tenang, “Y-yeah… just … never done this before. Sleeping… like this.” Angela terkekeh kecil, suaranya seperti lonceng kecil yang merdu. “It’s okay. I feel safe with you,” katanya, matanya menatap dalam, seolah mencari sesuatu di wajah Agus. “You’re so sweet, you know that? I don’t usually trust people this fast.”
Agus tersenyum canggung, berusaha menahan debaran di dadanya. “I… I’m just trying to make you feel better, Angela,” jawabnya, suaranya sedikit bergetar. Angela menggeser tubuhnya sedikit lebih dekat—jarak mereka kini hampir tak ada—dan berkata, “You are… you really are. I haven’t felt this calm in a long time.” Napasnya yang hangat menyapu wajah Agus, dan aroma manis tubuhnya semakin kuat, membuat Agus harus berusaha keras untuk tetap fokus pada percakapan. “Do you… always sleep naked in Bali?” tanya Agus, berusaha mencairkan suasana, tapi Angela hanya tersenyum lebar dan menjawab, “Only when it feels right… like now.” Tatapan mereka terkunci, dan di tengah kehangatan tubuh Angela serta kasur sempit itu, Agus merasa malam ini akan menjadi kenangan yang tak akan pernah ia lupakan.
---------------------------
Di bawah selimut tipis, dengan jarak hanya beberapa sentimeter, Angela menatap Agus dengan mata birunya yang penuh rasa ingin tahu. “Agus… have you ever had sex?” tanyanya tiba-tiba, suaranya lembut tapi langsung, membuat Agus tersentak. Sebelum Agus bisa menjawab, Angela melanjutkan dengan nada polos, “Are you… still a virgin?” Agus merasa wajahnya memanas, jantungnya berdegup lebih kencang, tapi ia berusaha menjawab dengan jujur. “N-no, I’m not… I’ve had girlfriends before, a few times,” katanya, suaranya sedikit bergetar, “But… I only want to do it with a woman I really love.” Ia menunduk sejenak, merasa malu karena kejujurannya, tapi ia ingin Angela tahu bahwa ia bukan tipe pria sembarangan.
Angela mengangguk kecil, senyum tipis muncul di bibirnya, lalu ia menggeser tubuhnya lebih dekat, membuat dengkul dan paha mereka saling bersentuhan di bawah selimut. Kulit Angela yang mulus dan hangat terasa lembut saat bersentuhan dengan paha Agus, dan gesekan kecil itu mengirimkan sensasi hangat yang membuat Agus menahan napas. “I gave my virginity to my high school boyfriend,” cerita Angela dengan nada terbuka, hampir eksplisit, “We used a condom, of course. I was so nervous, but it felt right back then.” Ia terkekeh pelan, matanya menatap Agus dengan ekspresi yang penuh kenangan, tapi juga ada sedikit kesedihan di dalamnya. Tanpa sadar, dengkul mereka terus bergesek pelan, dan paha Angela yang tebal sedikit menekan paha Agus, menciptakan kontak yang terasa begitu intim.
Agus menikmati sentuhan itu, meski ia berusaha menyembunyikan betapa nyamannya ia dengan kehadiran Angela. Setiap gesekan kecil dari kulit Angela terasa seperti aliran listrik yang lembut, membuat jantungnya berdetak lebih cepat, tapi ia tak ingin terlihat terlalu jelas menikmatinya. Angela, di sisi lain, tampak sedikit menyukai kenyataan bahwa Agus terlihat nyaman dengannya—ia bisa merasakan ketegangan Agus yang bercampur dengan rasa malu, dan itu membuatnya merasa lebih dekat. “You’re different, Agus,” katanya pelan, suaranya hampir seperti bisikan, sambil terus menatap wajah Agus dengan mata yang lembut, sementara sentuhan paha mereka terus berlangsung, menambah kehangatan di antara mereka di kasur sempit itu.
--------------------
Di kasur sempit itu, paha Agus dan Angela terus saling bergesek di bawah selimut tipis, dan Agus tak bisa menyembunyikan betapa ia menikmati kelembutan paha Angela yang mulus, montok, dan hangat. Kulitnya terasa seperti sutra, tebal namun lembut, dengan kehangatan yang seolah meresap ke tubuh Agus setiap kali mereka bersentuhan. Angela, dengan sengaja atau tidak, mulai menggesek pahanya lebih intens, gerakannya lambat namun penuh tekanan, membuat kontak itu terasa semakin intim. Tanpa sengaja, kontol Agus yang sudah mengeras sejak tadi tergesek oleh paha Angela, dan sensasi batangnya yang keras dan hangat itu membuat Angela tiba-tiba tersentak. Matanya membelalak sejenak, dan ia menatap Agus dengan ekspresi kaget bercampur kesadaran—ia tahu Agus telah menahan nafsu sepanjang malam ini.
Angela menarik napas dalam, lalu menatap Agus dengan mata birunya yang kini penuh rasa ingin tahu dan sedikit menggoda. “Agus… are you really that attracted to a widow like me?” tanyanya dengan suara lembut, hampir berbisik, tapi ada nada menantang di dalamnya. Wajahnya begitu dekat, napasnya menyapu wajah Agus, dan paha mereka masih terus bersentuhan, menambah ketegangan di udara. Agus menelan ludah, wajahnya memerah, tapi ia tak bisa menghindar dari tatapan Angela. Dengan suara yang sedikit bergetar namun penuh kejujuran, ia menatap balik mata Angela dan berkata, “Yes… I’m really, really attracted to you, Angela. I can’t help it.” Matanya penuh dengan campuran malu dan hasrat, mengakui betapa Angela—dengan tubuh montoknya, wajah manjanya, dan kehadirannya yang begitu memikat—telah membangkitkan nafsu yang sulit ia tahan sepanjang malam itu. Angela hanya tersenyum kecil, binar di matanya menunjukkan ia menghargai keberanian Agus, sementara gesekan paha mereka terus berlangsung, membuat momen itu semakin panas dan penuh gejolak.
----------------------------
Angela merasa jantungnya berdegup kencang mendengar kejujuran Agus, wajahnya memerah tipis, dan senyum kecil penuh kelegaan tersungging di bibirnya. Ia menggeser tubuhnya lebih dekat, hingga kulit telanjang mereka benar-benar menempel—dari dada hingga paha, hangat dan lembutnya tubuh Angela terasa begitu nyata melawan kulit Agus. Sensasi itu membuat Angela merasa deg-degan sekaligus nyaman, seolah kehadiran Agus menghapus kesepiannya malam itu. Agus pun tak kalah gugup, merasakan setiap inci kulit Angela yang mulus dan hangat menempel padanya, membuatnya harus menahan napas agar tak terbawa suasana. Jarak mereka yang hampir tak ada di kasur sempit itu membuat setiap detik terasa semakin intim, dengan aroma manis tubuh Angela mengisi udara di antara mereka.
Dengan tatapan penuh rasa ingin tahu, Angela memandang Agus dan bertanya, “What makes a widow like me so attractive, Agus? I mean… a virgin must be more interesting, right?” Nadanya lembut namun ada tekanan kecil, seolah ia memaksa Agus untuk jujur sepenuhnya. Ia bahkan sedikit memajukan wajahnya, matanya menuntut kebenaran. 288Please respect copyright.PENANA3UvNO6tiSb
288Please respect copyright.PENANAvnwzd6tyS8
Agus menelan ludah, wajahnya memanas, tapi ia tahu ia tak bisa menghindar. Dengan suara yang sedikit bergetar, ia menjawab, “It’s… it’s because a widow like you… you must have more experience in bed. You know how to… make things feel good.” Ia berhenti sejenak, mencuri pandang ke mata Angela, lalu melanjutkan, “And… you have this… motherly vibe. It’s warm, caring… it makes me feel drawn to you, Angela. That’s what I really like about you.” Kejujurannya terasa mentah, penuh rasa malu namun tulus, dan Angela hanya menatapnya dengan mata yang sedikit berbinar, seolah tersentuh oleh kata-kata Agus, sementara tubuh mereka yang menempel terus menambah kehangatan malam itu.
------------------------------
Angela menatap Agus dengan mata birunya yang penuh keberanian, lalu dengan nada lembut namun menggoda ia berkata, “If that’s the case… you must find it hard to sleep with your cock so hard like this. Want me to help tame it?” Agus langsung merasa wajahnya membara, jantungnya berdegup kencang, dan ia menunduk, berusaha menyembunyikan rasa malunya. Dengan suara pelan dan terbata, ia menjawab, “Y-yeah…” kata-katanya hampir tak terdengar, tapi Angela menangkapnya dengan jelas. Senyum lebar muncul di wajah Angela, matanya berbinar karena senang mendengar keberanian Agus meski penuh malu-malu.
Dengan gerakan perlahan, Angela menyibakkan selimut tipis yang selama ini menutupi tubuh telanjang mereka berdua, memperlihatkan kulit mereka yang bersentuhan di bawah cahaya lembut lampu tidur. Agus merasa jantungnya hampir berhenti—ia malu setengah mati, menyadari tubuhnya yang bugil dan kontolnya yang tegang terlihat jelas di depan Angela. Ia mencuri pandang ke wajah Angela, lalu segera menunduk lagi, tak sanggup menahan rasa malunya. Tapi Angela justru tampak santai, seolah semua ini adalah hal yang wajar. Tubuh montoknya, dengan payudara besar yang penuh, pinggul lebar, dan paha tebal yang mulus, terlihat begitu alami dan memikat di bawah cahaya kuning lembut, seolah ia bangga dengan apa yang dimilikinya.
Angela kemudian memajukan wajahnya sedikit, menatap Agus dengan senyum menggoda, dan bertanya dengan nada genit, “So… how do you like this motherly widow’s body, Agus?” Ia sedikit menggeser posisinya, membuat payudaranya bergoyang lembut dan paha mulusnya menyentuh paha Agus dengan sengaja, seolah ingin melihat seberapa jauh Agus bisa menahan diri. Matanya menatap langsung ke mata Agus, penuh dengan campuran keberanian dan godaan, sementara Agus hanya bisa menelan ludah, wajahnya memerah, terjebak antara rasa malu dan hasrat yang kini semakin sulit ia tahan di hadapan Angela yang begitu memikat.
288Please respect copyright.PENANAlIhMEqkt3Y
---------------------------
Angela memandang Agus dengan senyum menggoda, tubuhnya yang telanjang sedikit bergeser lebih dekat hingga paha mereka kembali bersentuhan. Dengan nada genit namun lembut, ia berkata, “Before I tame that hard cock of yours, Agus… can I ask you to praise me first? Be honest. Tell me what you love about this motherly widow’s body.” Agus merasa jantungnya berdegup kencang, wajahnya memanas, dan pikirannya kacau di tengah ereksi batang kejantanannya yang tak bisa disembunyikan. Ia harus berpikir keras untuk menemukan kata-kata, meski hasratnya terus mendorongnya untuk menyerah pada momen ini. Ia menarik napas dalam, matanya menyusuri tubuh Angela yang terpampang jelas di bawah cahaya lembut lampu tidur, lalu mulai berbicara dengan suara terbata namun penuh kejujuran.
“Your breasts… Angela, they’re… so big and… so full, like… they’re perfect,” kata Agus, matanya terpaku pada payudara Angela yang bulat dan menonjol, kulitnya putih mulus dengan puting kecil yang sedikit mengeras di udara sejuk. “They look so soft… I keep imagining… how they’d feel in my hands, how… heavy and warm they’d be if I… held them, maybe… kissed them softly.” Fantasinya melayang liar, membayangkan bibirnya menyusuri lekuk payudara itu, mencium setiap inci kulitnya, merasakan kelembutan yang ia yakin begitu adiktif. Ia ingin menggenggam payudara itu erat, menekan wajahnya di antara belahan yang dalam, dan mendengar Angela menghela napas karena sentuhannya. “I… I can’t stop thinking about… burying my face there, just… feeling you so close,” tambahnya, wajahnya memerah karena keberaniannya sendiri.
“Your pussy… it’s… so beautiful, Angela… with that… thin hair that’s… just perfect,” lanjut Agus, suaranya semakin pelan karena malu, tapi matanya tak bisa lepas dari area intim Angela yang sedikit terlihat di bawah selimut. “It looks so… inviting, so… warm and… delicate. I… I keep imagining… how it’d feel to… touch it, to… run my fingers there, maybe… taste it with my lips.” Dalam pikirannya, ia membayangkan jari-jarinya menjelajahi kelembutan itu, merasakan kehangatan dan kelembapan yang ia yakin begitu memikat, lalu membayangkan bibirnya menciumnya dengan penuh hati-hati, mendengar Angela mengerang pelan karena kenikmatan. “I… I want to… make you feel good there, to… explore every part of it,” katanya, hampir tak percaya ia mengungkapkan fantasi mesumnya itu.
“Your hips… they’re… so wide and… curvy, like… they’re made to be held,” kata Agus, pandangannya turun ke pinggul Angela yang lebar dan bulat, terlihat begitu proporsional dengan tubuh montoknya. “They’re so… sexy, I… I imagine… grabbing them tight, pulling you close to me… maybe… guiding you in… something more.” Fantasinya membawanya pada gambar dirinya mencengkeram pinggul Angela dengan kuat, menariknya dalam pelukan penuh gairah, merasakan lekuknya yang sempurna di bawah jari-jarinya saat mereka bergerak bersama dalam ritme intim. “I want to… hold them while… we’re close, to… feel how strong and soft they are,” ujarnya, suaranya penuh hasrat yang ia coba tahan.
“Your thighs… God, they’re… so thick and… smooth, Angela,” lanjut Agus, matanya menyusuri paha Angela yang tebal, putih, dan berkilau di bawah cahaya. “They’re so… warm, I… I keep thinking about… how they’d feel wrapped around me, squeezing me… maybe… holding me tight.” Dalam pikirannya, ia membayangkan paha Angela mengunci pinggulnya, merasakan kekuatan dan kelembutan kulit itu menekannya dalam momen penuh gairah, atau bahkan membayangkan kepalanya terjepit di antara paha itu, mencium kulitnya yang hangat. “I want to… run my hands all over them, to… kiss them, feel them against me,” katanya, wajahnya semakin merah karena fantasi yang tak bisa ia bendung.
“And… that thin pubic hair… it’s… so teasing, so… sexy,” kata Agus, suaranya hampir seperti bisikan, matanya kembali ke area intim Angela. “It’s like… it’s inviting me to… get closer, to… see more of you. I… I imagine… touching it, feeling how soft it is… maybe… brushing my lips against it.” Fantasinya semakin liar, membayangkan jari-jarinya menyisir bulu-bulu tipis itu, merasakan kulit sensitif di bawahnya, lalu membayangkan dirinya mencium area itu dengan penuh perhatian, menjelajahi setiap detail dengan penuh hasrat. “I… I want to… know every part of it, to… make you feel… wanted,” tambahnya, kata-katanya penuh dengan kejujuran dan fantasi mesum yang selama ini ia tahan, membuat Angela tersenyum lebar, matanya berbinar, seolah terkesan dengan pujian tulus yang begitu rinci dan penuh gairah itu.
288Please respect copyright.PENANAiw4ZKvAdXX
----------------------------
Tanpa sadar, Agus mengucapkan pujian-pujian itu sambil tangannya mengelus-elus batang kejantanannya yang sudah disunat, gerakannya pelan dan refleks karena hasrat yang tak bisa lagi ia tahan. Di bawah cahaya lembut lampu tidur, kepala batangnya tampak merah pucat, sangat keras hingga terlihat menonjol, permukaannya licin seolah berkilau meski ruangan itu gelap dan hanya diterangi sinar kuning yang temaram. Angela memperhatikan gerakan Agus dengan mata birunya yang berbinar, lalu tersenyum lembut dan berkata dengan nada penuh kehangatan, “Alright, darling… I’ll make you feel good. Come here, hug me, Agus.” Ia membuka tangannya, mengundang Agus untuk mendekat, tubuh telanjangnya yang montok terlihat begitu menggoda di bawah selimut yang sudah tersingkap.
Mereka pun mendekat, tubuh mereka saling menempel, dan ciuman pertama dimulai. Bibir Angela yang penuh dan lembut menyentuh bibir Agus dengan gerakan perlahan, menciptakan suara “mmph” kecil yang lembut, seperti bisikan intim di tengah keheningan kamar. Gerakan bibir Angela begitu terampil, awalnya hanya menekan dengan lembut, lalu sedikit membuka untuk menangkap bibir bawah Agus, mengisapnya dengan penuh perhatian hingga terdengar suara kecil “slurp” yang halus setiap kali bibir mereka berpisah sejenak. Agus membalas dengan canggung tapi penuh hasrat, bibirnya bergerak mengikuti irama Angela, mencoba mencium lebih dalam, dan setiap kali bibir mereka bertemu, suara “chu” dan “mm” kecil mengisi udara, bercampur dengan napas mereka yang mulai berat. Lidah Angela sesekali menyelinap, menyentuh ujung lidah Agus dengan gerakan menggoda, membuat ciuman itu terasa semakin basah dan panas.
Tangan Angela bergerak lembut, satu tangan memeluk leher Agus, jari-jarinya menyisir rambut di tengkuknya dengan penuh kasih sayang, sementara tangan lainnya merayap ke punggung Agus, menekan tubuhnya agar lebih dekat hingga dada Angela yang besar menempel erat di dada Agus. Tangan Agus, yang awalnya ragu, akhirnya berani bergerak—satu tangan memeluk pinggang Angela, merasakan kulitnya yang hangat dan lembut, sementara tangan lainnya dengan hati-hati menyentuh pinggul Angela, mencengkeramnya pelan seolah takut terlalu agresif. Mata mereka sesekali terbuka di sela-sela ciuman, saling bertatapan dengan intens—mata biru Angela penuh dengan gairah dan kelembutan, seolah mengundang Agus untuk tenggelam lebih dalam, sementara mata Agus dipenuhi kagum dan hasrat yang tak bisa disembunyikan, berkedip cepat karena gugup tapi tak ingin melepaskan pandangan dari wajah Angela yang begitu dekat. Ciuman mereka berlangsung lama, penuh dengan gerakan bibir yang bergantian lembut dan mendesak, suara napas yang semakin cepat, dan sentuhan tangan yang semakin berani, menciptakan momen yang terasa seperti dunia hanya milik mereka berdua di kamar kecil itu.
288Please respect copyright.PENANAKlCzzpOsxn
TO BE CONTINUED
288Please respect copyright.PENANAZPLf1szYPo
288Please respect copyright.PENANA05c0UJeUcn