
Bab 2: Ceramah, Pantai, dan Nafsu yang Tertinggal
290Please respect copyright.PENANAMDc4RzRCkd
Setelah malam itu di tabligh akbar, namaku mulai bergaung.
"Habib Amir dari Hadhramaut."
Orang-orang menyebutnya dengan suara penuh getar, seakan tiap huruf mengandung berkah. Padahal satu-satunya pasir yang pernah aku injak ya di lapangan bola kampung waktu kemarau panjang.
290Please respect copyright.PENANARo7yXnCFOH
Tapi hidup harus terus berjalan, apalagi kalau berjalan di atas panggung—pakai sorban, suara mendayu, dan mata yang sedikit sendu. Itu cukup untuk membuat para jemaah percaya, apapun yang keluar dari mulutku adalah sabda.
290Please respect copyright.PENANAxZp69DqZqf
Sampai akhirnya, sebuah undangan datang dari Pangandaran.
290Please respect copyright.PENANAhGIKDeA3RP
290Please respect copyright.PENANABI2iSjt0OD
---
290Please respect copyright.PENANAaRoQQGPfDY
Aku diundang sebagai pembicara tamu dalam majelis kecil di sebuah wisma pinggir pantai milik keluarga seorang dermawan. Katanya, mereka rutin mengundang habib muda untuk “menyegarkan rohani” para ibu-ibu yang mengelola koperasi nelayan dan bisnis pariwisata lokal.
290Please respect copyright.PENANAr8ELFjGAZJ
Aku mengiyakan. Bukan karena dakwah—tapi karena sudah lama aku ingin kabur sebentar dari kota dan segala tatapan curiga ustaz-ustaz asli yang mulai bertanya-tanya kenapa aku tak pernah bawa sanad nasab. Pangandaran terdengar cukup jauh... dan cukup aman.
290Please respect copyright.PENANA2yphZ3KPyy
Sesampainya di sana, aku disambut oleh Deden, lelaki paruh baya yang katanya dulunya mantan aktivis rohis yang gagal jadi guru ngaji, lalu banting setir jadi pengelola kebun sekaligus penjaga toko bangunan.
290Please respect copyright.PENANAyblzal6O0F
Orangnya santai, humoris, dan langsung cocok denganku setelah ngobrol beberapa menit.
290Please respect copyright.PENANAsfOByt6Vjn
“Nginep aja di rumah saya, Bib. Gak usah repot bayar hotel,” katanya.
Rumahnya sederhana tapi rapi. Ada pohon belimbing di halaman dan angin laut yang selalu datang tiap sore. Sesuatu yang tak bisa kau beli dengan infak dari jamaah.
290Please respect copyright.PENANA1SKHHH70d0
Deden ternyata lebih dari sekadar orang lokal ramah.
Di malam kedua, saat kami duduk di teras sambil minum kopi jahe, ia mulai membuka lembar masa lalunya.
290Please respect copyright.PENANAkXUwiSsbiP
“Gua duda, Bib.”
Kalimat itu diucapkannya datar.
290Please respect copyright.PENANAmoHl4klY6X
“Cerai... gara-gara gak kuat ngimbangin nafsu bini gua. Satu-dua ronde gak cukup. Harus tiap malam. Lama. Kadang pagi juga minta. Katanya biar semangat masak.” Deden menghela napas.
Aku diam. Sedikit tertawa dalam hati, karena rasa lelahnya terdengar seperti doa yang tak dikabulkan.
290Please respect copyright.PENANAyGj2rE3H3l
“Wajah dia gimana?” tanyaku akhirnya.
290Please respect copyright.PENANABTPXrxUlPj
“Manis. Cantik banget malah. Tapi lebih manis kalo udah minta sesuatu di kamar. Badannya... aduh. Pokoknya tiap suaminya pasti kewalahan. Tiga kali nikah, semua cerai.”
Aku makin penasaran.
290Please respect copyright.PENANABtTAovajI2
“Apa sekarang dia udah kawin lagi?”
290Please respect copyright.PENANAWCsRuadLBi
“Nggak. Tapi dia bantuin kakaknya jaga wisma deket pantai. Namanya Anissa.”
290Please respect copyright.PENANA4xJ4y8VtNG
Nama itu seperti alunan rebana yang terlalu lembut tapi meninju dada.
Aku pura-pura tidak tertarik, tapi pikiranku mulai main jauh.
290Please respect copyright.PENANA6mOr64VC4A
“Boleh dikenalin?” tanyaku sambil memainkan tasbih plastik yang kini kubawa ke mana-mana.
“Siapa tahu bisa dakwah sambil silaturahmi.”
290Please respect copyright.PENANAYEx4dkRrGT
Deden tertawa. “Tapi hati-hati Bib... yang ini bisa bikin orang bertobat sambil nahan jeritan.”
290Please respect copyright.PENANAZ2BoydqSRL
290Please respect copyright.PENANAjgPiAL5QvH
---
290Please respect copyright.PENANAPbfu1sONBt
Keesokan harinya, aku mampir ke wisma tempat Anissa bekerja. Ia sedang menyapu halaman. Langit mendung, pantai sepi, dan hanya ada suara burung camar dan desiran ombak.
290Please respect copyright.PENANAgHwN44rbUf
Anissa... bukan sekadar cantik. Ia punya aura tenang, semacam gabungan antara wanita yang terlalu sering disakiti dan terlalu terbiasa mengendalikan situasi. Sorot matanya tajam, tapi hangat. Bibirnya kecil dan penuh. Gerakannya tenang, tapi terukur.
290Please respect copyright.PENANA7BRH4UWOS4
Waktu dia melihatku, dia hanya tersenyum singkat.
290Please respect copyright.PENANAzVLFxqQGJL
“Habib dari kota, ya?”
Suaranya bening. Tidak dibuat-buat.
290Please respect copyright.PENANA9RBaOIFi1s
“Panggil Amir aja,” jawabku sambil menunduk, gaya andalan tiap bertemu perempuan—menunduk tapi lirikan mata tetap bekerja.
290Please respect copyright.PENANA8b8x9pqCcF
Kami ngobrol sebentar. Tidak lama, tapi cukup untuk tahu bahwa Anissa bukan tipe perempuan mudah kagum pada gelar atau sorban. Itu membuatku makin tertarik.
290Please respect copyright.PENANAd4O2JZa78m
290Please respect copyright.PENANA5LWJQ845MF
---
290Please respect copyright.PENANAG7TMw08cyZ
Di malam harinya, aku mengisi pengajian kecil di aula wisma. Para ibu duduk manis, beberapa membawa buah tangan, satu-dua mengedip saat aku mulai ceramah tentang cinta Nabi dan Sayyidah Khadijah—tema andalanku.
290Please respect copyright.PENANAo8Wiqt9o5J
Di sudut aula, Anissa berdiri sambil menyeduh teh. Tak banyak bicara, tapi sesekali menatapku lama. Bukan seperti jemaah lain. Tatapannya berbeda. Seperti... menguliti kebohongan dari balik jubah.
290Please respect copyright.PENANAOYnK0Z9Il5
Aku tahu perempuan seperti itu tidak bisa ditaklukkan dengan kutipan hadis semata. Tapi justru itu yang membuatku ingin mencoba.
290Please respect copyright.PENANAe6aFC41o6I
290Please respect copyright.PENANAVwkHtp94P3
---
290Please respect copyright.PENANAnjaxIusmTQ
Di kamar malam itu, aku membuka jendela. Angin pantai membawa aroma garam dan gairah yang tak bisa dijelaskan.
290Please respect copyright.PENANAOdhvmBJeSn
Dan di antara suara ombak yang menabrak karang, aku menyadari sesuatu:
Di Pangandaran, bukan cuma dakwah yang diuji. Tapi juga nyali.
290Please respect copyright.PENANA2KJUaK0Evq
Anissa bukan jemaah biasa.
Dia adalah godaan yang menunggu...
Menguji sejauh mana seorang "Habib palsu" mampu menyembunyikan nafsu asli.
Bagi yang butuh akses mudah tanpa CreditCard bisa ke
https://victie.com/novels/menyesatkan_keluarga_sakinah
Cek koleksi cerita lainnya dari suhu suhu saya di
https://t.me/+3OoiCK8fS5swZjY9
Jangan Lupa Follow dan Bookmark di sana ya
Matur Thankyou
ns216.73.216.25da2