Saat kejang Atik mereda, Egianus berdiri, matanya berbinar penuh kemenangan. Ia membuka ikat pinggangnya dan membiarkan celananya jatuh ke tanah, memperlihatkan kontol hitamnya yang besar, sepanjang 30 cm. Penis itu tebal dan berurat, ujungnya berkilau karena cairan pra-ejakulasi. Atik tak kuasa menahan diri untuk tidak menatapnya, campuran antara takut dan kagum terlihat di matanya. Ia belum pernah melihat hal seperti itu sebelumnya, dan kenyataan jauh lebih luar biasa daripada khayalan yang mengganggu pikirannya.
Egianus meluangkan waktu sejenak untuk menikmati pemandangan tubuh Atik yang gemetar, dadanya naik turun setiap kali ia menarik napas. Ia tahu Atik belum siap untuknya, tetapi ia sudah terlalu jauh untuk peduli dengan kenyamanannya. Ia memposisikan dirinya di antara kedua kaki Atik, penisnya menyentuh vaginanya yang masih berdenyut. Ia mendorongnya masuk perlahan, membiarkan dindingnya yang rapat menyesuaikan diri dengan lingkarnya. Mata Atik berputar ke belakang kepalanya saat ia merasakan ukuran jumbo kontol hitam Egianus di dalam memeknya, rasa sakit bercampur dengan kenikmatan yang tersisa dari orgasmenya baru-baru ini.
"Tenang saja, dr. Atik, sa akan memberimu kenikmatan tiada tara" gumamnya, suaranya penuh nafsu. "Memek dr. Atik ketat bukan main."
Egianus mendorong lebih dalam ke dalam vagina Atik, memberi waktu bagi tubuhnya untuk meregang menyesuaikan dengan panjang dan tebalnya kontol hitam besar Papua yang luar biasa. Mata Atik berair karena tekanan itu, tetapi dia tidak dapat menyangkal sensasi kenikmatan yang mengalir melalui pembuluh darahnya. Egianus mulai menggerakkan pinggulnya, kontol hitam besarnya meluncur masuk dan keluar dari memek Atik dengan irama yang semakin meningkat setiap saat. Gesekan itu intens, dan Atik merasakan tubuhnya merespons meskipun ada kekacauan di dalam dirinya.
“Aah.. sak.. Kiit.. AAHHHH Uuuuuhh OOOOhhhhh Ahhhhhhhh!”
Kuku-kuku Atik menancap di matras dan lantai tenda saat Egianus menambah kecepatan genjotan, suara daging yang saling beradu bergema melalui dinding kain tenda. Rasa sakitnya bertambah, tetapi begitu pula kenikmatannya, dan segera Atik mendapati dirinya mengangkat pinggulnya untuk menyambut genjotan pria muda Papua itu. Napasnya tercekat di tenggorokannya saat kontol hitam Papua itu menyentuh titik-titik dan area di dalam dirinya yang mengirimkan gelombang sensasi yang berdesir melalui inti tubuhnya.
"Ah, ah, tidak, apa yang kau lakukan padaku? Stop! Aaaaaaaaaahhhhhhhhh!!!"
Suara Atik terdengar seperti erangan putus asa, terbelah antara penderitaan karena invasi brutal dan hasrat membara yang kembali menggebu-gebu dalam genjotan kontol Papua itu. Namun, Egianus tidak menghiraukan permintaannya, erangan dan desahan kenikmatan Atik semakin sering dan keras terdengar. Ia tenggelam dalam momen itu, menikmati merdunya desahan Atik, didorong oleh dorongan primitifnya, menggenjot dan mengentot Atik seperti binatang liar yang menaklukkan pasangannya. Dalam waktu kurang dari tiga menit, Atik merasakan getaran pertama dari orgasme yang lain terbentuk jauh di dalam lubuk hatinya. Getaran itu tumbuh dengan setiap genjotan kuat kontol Papua itu, tubuhnya mengencang.
"Oh, oh, oh," Atik terkesiap, matanya terpejam, pinggulnya bergoyang tanpa sadar saat dia mencoba melepaskan diri dari sensasi yang intens itu. Suara erangannya semakin keras, memenuhi tenda dan bergema ke hutan di sekitarnya.
"Ahh, ahh," dia terengah-engah, kukunya menggaruk matras di bawahnya.