x
Bab 3: Dua Wajah, Satu Hasrat
386Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡJBmMvcIBRv
Namanya Asanah. Kakak kandung Anissa. Perempuan yang dari cara berdirinya saja kau tahu: ini bukan wanita sembarangan.
Pakaian syar’i, kerudung besar, suara tenang, dan wibawa alami yang tak dibuat-buat. Tapi justru karena semua itu, aku jadi lebih waspada. Bukan karena takut... tapi karena penasaran.
386Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡFSPyu6ySDr
Perempuan seperti Asanah bukan tipe yang mudah disentuh, bahkan oleh kata-kata. Tapi auranya itu auranya yang tak pernah berusaha memikat tapi justru menarik seperti medan magnet spiritual.
386Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡnRfpjZcULf
Wajahnya putih bersih, hidungnya mancung, dan yang paling membuatku salah fokus: bulu-bulu halus di tangan dan kakinya, lurus, rapi, dan samar seperti garis kabut di fajar hari. Bukan seperti perempuan desa kebanyakan. Ini... lebih elegan. Lebih mahal.
386Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ96sNawtosj
"Perempuan berdarah campuran," bisik Deden waktu itu.
386Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ1H9Sj5xq6T
"Arab-Jawa. Bapaknya dulu jemaah haji yang nyasar nikah di sini, pulang-pulang bawa anak dua."
386Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ6S7QLUMAmE
Dan aku percaya.
386Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡkCVjO65SyR
Tak cuma darahnya yang bercampur, kekuasaannya juga menyebar ke banyak bidang. Usaha penggilingan padi, bisnis penyaluran TKW ke luar negeri, bahkan pengelolaan wisma tempat pengajian semuanya dipegangnya. Dengan gaya bicara tegas tapi lembut, dia memimpin dengan cara yang tak perlu mengangkat suara.
386Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ5u9upoQwcE
Tapi justru itu yang berbahaya.
Yang tenang seperti laut pasang itu... biasanya menyimpan badai di dalamnya.
386Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡXMDXWQ7IeF
386Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡK5RjTaZF9I
386Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ0hVpfhnMuP
Sejak kedatanganku ke Pangandaran, hubungan dengan Anissa makin dekat. Perlahan tapi pasti, dari obrolan seputar ilmu agama dan kisah Nabi, jadi candaan halus di lorong dapur, lirikan yang sengaja atau tidak terlalu lama tertahan, hingga sentuhan-sentuhan kecil yang pura-pura tak sengaja.
386Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡrumwAklMjX
Dan suatu malam, saat aku selesai mengisi pengajian rutin, Deden tak datang menjemput seperti biasa.
386Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ7VuA4zlQ8y
“Kata Mbak Asanah, kalau mau lebih nyaman, nginap aja di wisma. Biar lebih dekat dan… karomahnya terasa.”
Begitu pesan yang disampaikan seorang staf perempuan berseragam biru.
386Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡMtD6LzkIK5
Wisma itu bangunannya kokoh, bertingkat dua, langsung menghadap ke pantai. Di malam hari, suara ombak terdengar seperti dzikir panjang yang mengantuk. Dan malam itu... aku tidak sendiri.
386Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡWXaoOkMfPe
Anissa datang membawa teh panas dan sepiring kecil pisang goreng.
386Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡBXgyxJEkBc
“Ini dari Mbak. Katanya habib jangan tidur perut kosong,” katanya pelan.
386Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡsOa2QcZFDK
Tapi aku tahu, ini bukan sekadar teh dan pisang. Ada sesuatu dalam sorot matanya yang berbeda. Aku duduk di balkon lantai atas. Dia berdiri di ambang pintu. Kami tak saling menyentuh. Tapi jarak itu terasa... sangat panas.
386Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡkAOnXtuYLq
Kami bicara lama. Tentang hidup. Tentang luka. Tentang pilihan.
Dan akhirnya diam.
386Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ5swK3bzoix
Tapi diam kami bukan kosong. Diam itu seperti api yang membakar pelan-pelan, tanpa suara. Angin laut menyapu jilbabnya, memperlihatkan sedikit lehernya, kulit yang begitu bersih seperti porselen.
386Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡYtcvqpVAqG
Dan malam itu, untuk sesaat yang terasa seperti abadi, aku melihat wajah Anissa yang tak bisa kulihat saat pengajian: wajah seorang perempuan yang haus. Yang menahan terlalu lama. Yang mungkin tak pernah benar-benar merasakan "iman yang menyentuh tubuh."
386Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ4mivpdFp1Z
Ciuman itu terjadi bukan karena kami ingin. Tapi karena kami terlalu sering menahan. Dan seperti ombak yang menghantam batu karang berkali-kali... akhirnya dia pecah juga.
386Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ3nkwHYZI8P
386Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡRVHQC7KHXE
Esok paginya, suasana kembali tenang. Anissa menyambutku di ruang makan seperti biasa. Jilbab rapi, senyum sopan. Tak ada yang berubah. Kecuali matanya. Kini ia lebih dalam. Lebih tahu.
386Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡOs1ZmXj69K
Dan aku... lebih terikat.
ns216.73.216.25da2
