MASA SEKARANG
1968Please respect copyright.PENANA8sxbqw8jZ0
“Uggghhh….” Nafas Deny terasa hangat di samping telingaku, gerakan tubuhnya yang menekan pantatku dari belakang makin intens.
“Cukup…” Desisku lirih, kali ini sama sekali tanpa pemberontakan dan malah mulai mencoba menikmati sentuhan selangkangannya di pantatku.
“Bu Arum tau kan, sejak lama aku memperhatikanmu?”
“I-Ya…Aku tau…”
“Aku suka sama Bu Arum…” Tubuhku sepertinya semakin dikuasa birahi, sentuhan dan perilaku Deny semakin membuat getaran dan sengatan kecil yang menjalar di tubuhku.
“Ssttt…Deny…”
Ucapan Deny bak bensin yang makin membakar birahiku. Aku senang sekaligus takut bukan main. Senang karena pradugaku selama ini ternyata benar, takut jika apa yang kami lakukan saat ini dilihat oleh orang lain. Sementara itu, di dalam ruang arsip suara erangan Ifa dan Pak Yadi makin nyaring terdengar. Keduanya seolah tak mau kalah dengan apa yang sedang kulakukan bersama Deny saat ini.
Tangan kanan Deny yang tadi berada di pinggulku kini sudah berpindah tepat diatas payudara kananku, dimana ia meremas dari luar baju dinas PNS yang masih kukenakan. Tangannya yang kekar tak bisa menangkup seluruh area payudaraku yang berukuran besar.
“Ouucchhhh…Deny…Sudah…”
Bibirku memang meminta Deny berhenti, tapi otakku meminta sebaliknya. Tubuhku makin belingsatan bak cacing kepanasan karena cengkraman tangan Deny berubah jadi sebuah remasan. Tak kencang, hanya perlahan, namun itu makin membuat vaginaku basah. Aku benar-benar merindukan sentuhan pria sejati seperti ini, sesuatu yang sudah begitu lama tak pernah diberikan oleh suamiku sendiri.
“Awww….Sssstttt….”
Deny seperti sudah tau jika sebagian besar kewarasan otakku sudah takluk akan panasnya birahi. Tangannya makin berani menjamah tubuhku, kali ini ia menekan bagian depan selangkanganku dari luar dengan jemarinya, membuatku merasakan sentuhan di titik sensitif lainnya. Reflek tubuhku bergerak ke belakang, sialnya itu justru makin membuat bokongku menempel pada selangkangan Deny yang kurasakan makin mengeras.
Berada di posisi ini dengan bagian sensitif disentuh membuat wanita siapa saja pasti akan birahi, begitu juga denganku, nafasku semakin memburu, produksi kelenjar semakin bertambah membuat basah bukan saja bagian bawah tapi juga hampir seluruh tubuhku termasuk telapak tanganku.
Mataku mulai sayu, kakiku seperti kehilangan kekuatan untuk berdiri lebih lama dan tentu saja ini semua karena sentuhan-sentuhan yang kuterima ditambah lagi suara-suara dan adegan-adengan cabul Ifa dan Pak Yadi di ruang arsip. Tekanan jemari Deny semakin kuat di daerah selangkanganku meski sekuat tenaga aku berusaha mengapit kakiku. Tubuhku hampir tak kuat lagi, sehingga tangan kiriku turun dan menghalau tangan Deny.
“Jaaanggannn….!” ucapku pelan, lirih dan seakan bergetar tepat di telinga kanan Deny, dimana kepalanya kini semakin menunduk dan ia letakan di bahu kiriku.
“Bu Arum sudah sange kan?”
“U-Udah Den…Cukup…”
Aku sedikit lega, karena setelah itu tangan Deny berhenti menekan selangkanganku, tapi beberapa saat kemudian ia malah menggapai payudaraku, aku bisa merasakan bagimana jemari-jemari kekarnya berusaha meremasi daging kenyal berukuran besar milikku itu.
“Jangaann dibuka…” ucapku kembali lirih saat tahu tangannya ingin membuka kancing di depan dadaku.
“Kalo nggak dibuka, nggak bakalan enak Bu…” ucapnya sambil berhenti sejenak.
Deny melanjutkan membuka kancing bajuku hingga dua kancing teratas berhasil lolos. Deny terlihat terburu-buru dengan aksinya namun ia berhasil menyentuh kulit payudaraku dan menyusupkan tangannya ke dalam bra lalu kemudian menyingkapkannya sehingga payudara kiriku sudah berada diluar bra dan bajuku. Deny langsung saja menyentuh puting payudaraku yang berwarna coklat kemerahan itu dan diplintirnya.
“Sstt.. Jangannnnn…” ucapku dengan suara yang serak.
Deny tak menggubris ucapanku bahkan setelah ia berhasil meloloskan payudara kiriku kini ia juga sudah berhasil meloloskan yang kanan lalu secepat kilat dia memainkan kedua puting payudaraku. Berada di posisi ini nampaknya, ledakan bom waktu sudah berada pada detik terakhir. Saat aku sudah tak bisa lagi mengontrol tubuhku, tanganku yang seharusnya menghalau pergerakan Deny malah hanya diam tak bertenaga.
Pinggul dan bokongku juga, meski sudah tak ada lagi tekanan dari depan tapi tetap menekan ke arah belakang. Sampai saat dimana wajah Deny akan turun dan menikmati buah kembarku, bom waktuku akhirnya meledak.
“Jangaann! Eemmcchhh!”
Mulutku langsung dibekap oleh tangan Deny. Baru saja aku memang berteriak karena tak tahan atas gerakan jemari Deny pada payudaraku. Sesaat kami saling pandang, yakin jika teriakanku barusan juga didengar oleh Pak Yadi dan Ifa dari dalam ruang arsip. Tanpa pikir panjang, Deny langsung menarik tanganku dan mengajakku sedikit berlari menjauh. Aku tak bisa melakukan apa-apa selain menuruti pria muda itu. Kami berlari meninggalkan ruang arsip, aku hanya berharap jika Pak Yadi dan Ifa tak mengenali suaraku.
Setelah sampai di tempat parkir yang sepi, Deny langsung mengarah menuju mobilnya yang terparkir tak jauh dari mobilku. Dia membuka pintu bagasi di bagian belakang lalu memaksaku untuk masuk ke dalam kabin. Deny menekan sebuah tombol hingga kursi penumpang di belakangku terjatuh. Deny terlihat tergesa-gesa ia ingin langsung membuatku terlentang di atas kursi yang sudah rata dengan bagasi belakang.
“Den! Cukup! Aku nggak bisa melakukan ini!” ucapku dengan suara tinggi sambil berusaha memasukan kembali payudaraku ke dalam pakaian kerjaku.
“Kenapa Bu? Bukankah tadi Bu Arum menikmatinya?” Aku bergeming, sebagian besar otak warasku sudah bisa mencerna segala macam perilaku “aneh” yang melibatkanku dengan Deny beberapa saat lalu.
“Sama sekali tidak, aku hanya...” ucapkan belum selesai.
“Sudah Bu, kita sama-sama tahu kok. Jangan munafik dehhh…” ucapnya sambil masuk dalam dan menutup pintu mobil. Kini, kami hanya berdua di dalam, di luar suasana masih sangat sepi.
“Deny, aku sudah punya suami dan anak!” Kataku sekali lagi, berusaha agar birahi pria muda itu segera padam.
Namun, Deny sudah sangat bernafsu, dia menyergapku dan kembali melucuti pakaian kerjaku sehingga payudaraku kembali mencuat keluar, posisi Deny sudah menindihku di atas kursi mobil yang sempit, ia duduk mengangkang di atas perutku dimana kakiku sedikit tertekuk karena space mobil yang tak terlalu panjang.
“Aahhhh…” desahku lirih, saat Deny berhasil menggapai putingku dengan bibirnya. Terasa permainan lidahnya pada puting kananku yang kemudian disedotnya secara intens.
“Wwah Bu! Masih ada asinya ya?” ucap Deny setelah selesai menyedot sedikit asi dari payudaraku, ia melihatku dengan tatapan takjub, sedangkan aku masih terengah-engah setelah diserang secara bertubi-tubi.
“Ahhhh…” desahku lagi saat Deny kembali menunduk dan mengeyot putingku.
Aku yang tadinya sempat turun birahinya kembali dibuat meninggi oleh Deny, permainan lidah dan jemari di kedua puting payudaraku membuatku kembali terbang dalam birahi. Tanpa sadar aku sudah berada dalam kuasa Deny. Tanganku yang tadi menahan tubuh Deny malah sekarang merangkul dan meremas lembut rambutnya.
Kepalanya berpindah kiri dan kanan mencari cairan-cairan putih di antara dua gunung kembarku dimana biasanya anakku Aldi yang berada di sana. Ada perbedaan besar cara Aldi dan Deny melakukan kenyotan, efeknya pun berbeda pula pada tubuhku. Aldi melakukannya karena dia memang masih kecil dan lapar, sementara Deny melakukannya untuk memuaskan birahi. Hisapan lidah serta mulutnya beritrama, kencang dan pelan secara intens, sesuatu yang setahun terakhir begitu jarang kudapatkan dari Mas Imran.
“Luar biasa! Baru pertama kali aku merasakan wanita ber-Asi, ternyata tak buruk juga ya?” ucap Deny kembali menatapku setelah lama beroperasi di gunung kembarku.
Tenggorokannya terlihat naik turun menelan Asi yang ia sedot, sementara kedua tangannya kembali memainkan puting payudaraku yang sudah menegang dan membesar seukuran jari. Mata sayuku seketika terbuka saat kembali kepala Deny turun, namun kali ini bukan payudaraku yang ia incar melainkan bibirku yang ia incar dan lumat.
Sedikit aku terkaget tak menyangka ia akan memangut bibirku, mencari dan menyedot bibir atas dan bawahku, kemudian berusaha memasukan lidahnya ke dalam. Aku sedikit melawan dan berpaling tapi Deny tetap gencar dengan aksinya, ia terus menerus menyerang bibirku hingga akhirnya bisa ia dapatkan, kemudian ia berusaha lebih dalam lagi memasukan lidahnya.
“Eeemmcchh! Eeemmchhhh!”
Awalnya aku sedikit melawan namun seiring waktu dan kebringasan Deny melahap bibirku akhirnya aku kalah dibuatnya. Mulutku terbuka dan seketika itu juga lidahnya menyerang masuk ke dalam, begitu liar dan beringas. Mas Imran saja tak pernah seperti ini padaku. Karena biasanya aku yang bertindak seperti ini pada suamiku, lalu kali ini ada pria lain yang bertindak liar akan diriku. Aku membalas pangutan liar Deny kami berdua saling memagut, membelit lidah, bertukar liur tanpa ampun.
Udara semakin panas begitu juga pagutan kami, aku seakan kehilangan akal kalau pria yang sedang kulayani pagutannya bukanlah suamiku. Bahkan aku tak menyadari kalau Deny sudah tak lagi menindihku dan tangannya sudah tak lagi memainkan putingku. Bahkan aku secara reflek mengangkat pinggul dan bokong saat merasakan ada yang menyentuh bagian lain di tubuhku, seakan menyambutnya.
Entah sejak kapan? Tapi yang kurasakan adalah telapak tangan Deny sudah berada di atas selangkanganku yang terbuka lebar dengan rok yang sudah tersingkap. Dimana tangannya sudah menyusup ke dalam celana dalam yang masih aku kenakan.
“Mmmppppttt…” desah yang terhalang pangutan panas antara aku dan Deny.
Jemari Deny ternyata sudah bermain di atas vaginaku tanpa terhalang apapun, kulit jarinya menyentuh kulitku dan menggesek-gesek vaginaku serta memainkan klitorisku. Tubuhku seakan sudah dikuasai oleh sentuhan-sentuhan Deny. Aku merasakan bagaimana jemarinya yang mulai masuk ke dalam vaginaku dan bermain di sana mengorek isi dalamnya sembari kami terus berpangutan dan menghisap satu sama lain. Namun Deny tak terlalu lama memainkan vaginaku yang sudah basah, tak selama ketika ia menikmati menyusu di gunung kembarku.
“Sssst…..Aaacchhh….” desahku saat pangutan kami terlepas, Deny dengan cepat berpindah ke depanku.
Aku masih menarik nafas ketika Deny menarik celana dalamku hingga sampai di lutut. Aku berusaha sadar membuka mata yang tadi tertutup akibat pangutan dan rangsangan Deny. Aku melihatnya kini sudah berada di depanku dan tak lama kemudian aku merasakan sentuhan benda asing yang bukan jemari Deny berada tepat di pintu masuk vaginaku.
“Tungguu..!” teriakku.
Aku menahan pergerakan Deny, ketika tahu yang di depan itu adalah penis Deny, entah sejak kapan ia membuka resleting dan mengeluarkan pusakanya itu. Deny terlihat kaget ketika teriakanku menjadi nyaring, Ia menatapku. Wajahnya seolah melukiskan banyak tanya. Namun ia kembali tersenyum sesaat.
“Tunggu bentar Den.. Jangan masukin dulu.”
“Aaarrrgghhhhhh…” Tak mau menunggu lebih lama, tiba-tiba Deny menekan berat tubuhnya ke bawah, penisnya langsung menyesaki lianf senggamaku.
Aku bisa merasakan desakan benda asing yang masuk dengan cepatnya tanpa halangan dibantu cairan pelumasku. Panas dingin aku rasakan menyelimuti tubuh, kepalaku tiba-tiba seperti sangat ringan dan kemudian berubah jadi sangat berat. Kekuatan di lengan dan kakiku juga seketika menghilang seiring tubuhku yang mulai bergoyang-goyang.
Di atasku sosok pria yang bukan suamiku, pria yang tak begitu aku kenal, bahkan baru beberapa kali saja aku berpapasan dan berjabat tangan dengan dia, selebihnya hanya cerita-cerita yang di kumandangkan pacarnya alias Ifa rekan kerjaku saja sehingga aku mengenal sosok ini.
Sosok yang adalah sumber kebingunganku, sumber semua rasa aneh di tubuhku oleh karena perbuatannya sekarang, perbuatan yang seharusnya hanya di lakukan oleh sepasang suami istri. Aku hanya bisa menatap sayu wajahnya. Deny terus menggenjot tubuhku sembari sesekali menggeram menahan nikmat. Aku bingung, aku ingin berontak, tapi rasa nikmat perlahan kembali mendera tubuhku.
Aku merasa dalam sebuah dilema tak berkesudahan. Secara sadar kini aku sedang bertesetubuh dengan pria lain. Keadaan dimana kelamin pria dan wanita bertemu, keadaan yang akan menimbulkan rasa nikmat tak terlukiskan. Rasa yang sudah berbulan-bulan ini tak aku dapatkan dan semakin hari semakin menggebu-gebu.
Kedua kakiku tertekuk dibuatnya dalam posisi rapat dan diletakan di atas pundak kirinya dimana betis kakiku yang menganjal di sana, sementara kedua tangannya menahan dan memeluk kedua kakiku agar tak terlepas. Pinggulnya bergerak, mulai ia percepat seiring dengan hujaman-hujaman kenikmatan yang mulai aku rasakan nikmatnya.
PLOK!
PLOK!
PLOK!
“Ouuhh Bu….Enak banget! Auucchhh!” ucap Deny sambil terus bergoyang.
Kedua kakiku kemudian ia lebarkan, setelah sebelumnya melolosi celana dalam dari tubuhku yang masih bertenggar di sana, kedua kakiku kemudian masing-masing ia letakan di pundaknya, sambil tersenyum ia berucap.
“Uhh.. Gini aja ya.. Kalau kayak tadi jepitannya kerasa banget, hampir keluar aku!” ucap Deny sambil sedikit ia menarik napas dan berhenti menggoyangkan pinggulnya. Ketika Deny berhenti barulah aku bisa tahu dan merasakan ukuran penisnya yang jujur lebih besar dan panjang dibanding punya suamiku. Bahkan ini hampir sama dengan ukuran dildo yang kubeli beberapa minggu lalu.
“Sssttt….Aahhh.. Mmppttt…” Aku kembali mendesah kala Deny menggoyangkan pinggulnya naik turun, maju mundur. Vaginaku makin basah.
Deny hanya bergoyang kecil namun ia mulai menyentuh klitorisku dengan jempolnya dan memainkan serta meremas puting payudaraku sehingga aku mendesah karena titik sensitifku diserang bersamaan.
“Enak ya Bu diginiin? Sampai mendesah gitu.” ucap Deny menggodaku sambil mulai bergoyang pelan dan kembali memainkan jemarinya.
“Jangan ditutup dong mulutnya, kalau mau mendesah, mendesah aja!“ ucap Deny sambil menarik kedua tanganku dari mulutku.
Aku masih tetap mengulum bibirku berusaha agar tak mendesah, karena kalau aku mendesah sama saja artinya aku menikmati ini semua. Namun nampaknya Deny tak kehilangan akal untuk membuatku takluk. Ia yang hanya bergoyang pelan kemudian aku rasakan menarik penisnya sedikit lebih jauh hingga hampir keluar namun kembali ia masukan dari lewatkan kedalam hingga mentok dengan sekali hentakan.
PLOK!
PLOK!
PLOK!
“Ouuuggggghhh!!!” suara desah yang aku keluarkan lebih ke arah perih karena hentakannya itu aku rasakan mentok mengenai rahimku.
“Sudah Bu nggak usah jaim! Nikmati aja, kalau mau desah, jangan ditahan!” ucap Deny lalu kemudian ia mulai bergoyang kembali dengan tempo yang mulai cepat.
“Gimana nikmat kan? Apa diginiin?” ucap Deny yang kemudian menurunkan badannya mendekatiku sehingga kedua kakiku jatuh tak lagi di pundaknya.
Deny yang kini berada di atasku lalu meremas dan memainkan puting payudaraku dan seketika aku merasakan sebuah hisapan kembali terjadi di sana.
“Sshh…Aachhh…Aaacchhhh…” desahku kali ini tak tertahankan.
“Oohh di kenyot dulu nih baru mau desah?” ucap Deny yang nampak menemukan kelemahanku.
“Aaauuh! Ah pelan!! Aaachh…Sssttttt…” desahku semakin menjadi-jadi karena Deny begitu lihai mempermainkan birahiku.
“Sstt ahhh.. Ouggh udah jangan.. Ahh sstt…” Bibirku meracau tak karuan, bagian dalam vaginaku terasa makin gatal dan ingin terus disesaki batang kelamin pria.
Tanpa sadar aku merangkul kepala Deny yang masih asik mengerjai payudaraku, tak lupa aku juga melingkarkan kakiku erat di pinggulnya sementara ia terus mengenjotku, desahanku pun semakin keras dan tak terkontrol.
“Ouhh mmhh ahhh sstt ahh aku.. aku…. Akuu mauu…” ucapkan terbata-bata.
“Aaaaaarrrggghhhttt….” sebuah lenguhan panjang aku keluarkan seiring bergetarnya tubuhku dan keluarnya cairan cinta dariku yang menandakan aku sudah menggapai orgasmeku.
Deny sendiri nampaknya mengerti dengan apa yang aku alami sehingga ia memberi ruang dan menghentikan genjotannya. Kepalaku terasa sangat ringan , tulang-tulang di tubuhku pun seperti terlepas dari sendi-sendinya. Sebuah orgasme yang aku dapatkan, sungguh luar biasa meski dalam situasi yang tak aku inginkan. Nafasku masih memburu namun perlahan mulai mereda.
“Uhhh bu.. Nikmat banget. Aku mau keluar juga nih… Kalau ibu gini terus aku bisa keluar di dalam loh.” ucap Deny berbisik hingga menyadarkanku.
“Jangan.. Jangan di dalam Denn.. Diluar.. Aku sedang subur..” ucapku panik.
“Gimana mau di luar bu.. Ibu aja dudukin saya.. Nggak bisa gerak nih..” ucap Deny yang akhirnya membuat aku membuka mata.
Aku sedikit terkejut karena posisiku saat ini merangkulnya erat sembari tubuhku tegak menduduki tubuh Deny, sejak kapan? Kenapa aku tak sadar. Tapi benar kata Deny kalau dalam posisi ini ia tak bisa menarik penisnya keluar. Akhirnya aku sedikit mengangkat pinggulku dibantu dengan Deny karena kekuatanku masih belum pulih. Setelah itu akhirnya Deny menarik penisnya keluar dari vaginaku lalu ia mulai mengocok penisnya dan kemudian
“Ahhhhh…..” desah Deny juga sedikit bergetar.
CROT!
CROT!
CROT!
Deny terlihat sudah menembakan pejunya. Ya benar. Peju Deny benar-benar terlihat. Terlihat melayang di antara sela-sela tubuh kami, muncrat kemana-mana terutama mengenai bajuku dan atap mobil saking kuatnya semprotan itu. Untung saja aku sempat menarik tubuhku, berpindah sebelum ia memuncratkan pejunya, kalau tidak dengan semprotan seperti itu bisa saja langsung mencapai rahimku. Aku sedikit tertegun ketika dalam posisi ini membuatku harus melihat tubuh bagian bawah Deny, penisnya yang baru saja mengalami ejakulasi terlihat penuh di tangannya.
“Gede…” celetukku dalam hati ketika pertama kali dengan mata melihat penis Deny.
“Maaf Bu muncrat kemana-mana.” ucap Deny yang kemudian bergerak ke depan mengambil tissu dari dasboardnya lalu berusaha membersihkan sisa-sisa peju di bajuku dan langit-langit mobilnya dan sedikit di hijabku. Aku hanya terdiam sambil berusaha mencari celana dalamku. Tergesa aku memakainya kembali sembari merapikan pakaianku yang sudah berntakan tak karuan.
“Bu, terima kasih ya.”
Aku bergeming dan langsung membuka pintu mobilnya lalu bergegas menuju mobilku sendiri. Kali ini rasa bersalah pada Mas Imran sekaligus kemarahan pada Deny berada pada titik tertinggi, mengalahkan birahi yang sebelumnya menguasai tubuhku. Kuputar kunci mobil dan langsung menekan pedal gas dalam-dalam. Aku ingin segera sampai di rumah dan melupakan kejadian terkutuk malam ini.
1968Please respect copyright.PENANAAljITL6W7c
BERSAMBUNG
Cerita "MALAM BIRAHI" sudah tersedia dalam format PDF FULL VERSION, untuk membaca versi lengkapnya silahkan KLIK LINK di bio profil
ns216.73.216.247da2