Tubuhku merinding melihat ini semua, sebuah sensasi yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya, tubuhku reflek merunduk sedemikian agar tak terlihat oleh Ifa yang makin mahsyuk menikmati cumbuan seseorang di bawah tubuhnya. Ifa mengangkat kedua kakinya dan meletakkannya pada sebuah kursi kayu, rok span panjang miliknya sudah tersingkap hingga sebatas panggul. Gadis muda yang setiap harinya selalu mengenakan hijab sepertiku saat bekerja ternyata bisa sebinal dan seliar ini!
“Ssst…Ouucchhhh…Aaacchhhh….”
Ifa terus mendesah sambil kedua tangannya berpindah beberapa kali dari menutup mulut hingga meremasi rambut pria yang sedang mencumbui bagian bawah tubuhnya. Sampai detik ini, aku masih belum bisa melihat sosok pria yang sedang mengerjai tubuh staffku itu. Apakah mungkin jika pria itu adalah Deny? Kalau benar, kurang ajar benar mereka berdua menjadikan salah satu ruang kerja sebagai tempat mesum!
“Gila! Apa yang sedang kamu lakukan Ifa??” Pekikku dalam hati.
Aku seperti terpana dan terhipnotis di dekat pintu, namun tiba-tiba sebuah tangan merangkulku dari belakang. Kedua tangannya mengunci tubuhku hingga aku tak bisa bergerak, tangan kanannya kemudian menutup mulutku dengan sangat cepat, melarangku reflek berteriak.
“Ssttt.. Bu Arum jangan teriak! Saya Deny!“ ucap sosok yang merangkulku dari belakang. Pria muda yang beberapa hari terakhir menggangu pikiranku. Deny, kekasih Ifa.
Dadaku bergemuruh makin cepat, kejutan macam apalagi ini? Setelah aku diperlihatkan adegan mesum yang melibatkan Ifa, kini justru aku sedang bersama kekasihnya. Lalu siapa sosok pria yang sedang bersama Ifa saat ini? Kepalaku dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan yang tak ada jawabannya. Aku panik sekaligus bingung karena tak tau harus berbuat apa.
“Ibu ngapain? Bukannya tadi sudah pulang?” tanya Deny. Dia menekan suaranya sedalam mungkin agar tak terdengar lantang. Pandangannya tajam, bukan marah, namun heran.
“Arrrggggggghhhttt…”
Ifa kembali mendesah, kali jauh lebih keras hingga bisa terdengar jelas dari tempatku dan Deny berdiri saat ini. Tubuh Ifa mengeliat menimbulkan suara berisik dari gesekan tubuhnya dengan lemari di belakangnya. Aku dan Deny sempat terdiam sesaat sebelum akhirnya kami kembali bersembunyi di balik tembok dekat pintu.
Aku dan Deny saling berhadapan, ia masih menekan tubuhku dan menutup mulutku dengan telapak tangannya. Dalam posisi seperti ini payudaraku yang berukuran besar tentu saja menekan dada Deny, entah kenapa ini menimbulkan sensasi berbeda. Terlebih inilah kali pertama dalam hidup, aku bisa sedekat ini dengan lawan jenis selain dengan suamiku.
“Ibu harus janji nggak berteriak kalau saya lepaskan.” Ujar Deny pelan, aku hanya mengangguk-anggukkan kepala dengan tatapan putus asa. Perlahan Deny melepas cengkraman tangannya di mulutku. Aku bisa bernafas lebih lega sekarang.
“Sssttt…Jangan berisik..” Deny meletakkan telunjuk jarinya di bibir, seolah memberiku tanda agar tetap diam.
“Ifa udah dapet ya? Sekarang gantian ya, nungging, mau bapak masukin pake kontol.” ucap pria yang sedang bersama Ifa.
“Tunggu pak, Ifa basahin dulu…”
“Nggak usah, kan memeknya udah becek, bapak udah nggak tahan nih!” Lanjut pria tersebut.
Aku hanya tertegun mendengar suara pria tersebut, tanpa melihatnya pun aku sudah bisa menebak itu suara siapa. Suara berat dengan serak khas yang sudah sangat kukenal. Itu adalah suara Pak Yadi, kepala bagian keuangan, pria matang berusia 48 tahun yang sudah beristri dan memiliki tiga orang anak. Bagaimana mungkin Ifa bisa bercumbu dengan Pak Yadi? Apakah Ifa berada dalam ancaman?
“Ssshhhtt.. Ouuhhhh Pakkk!” Suara desahan Ifa kembali terdengar.
“Ouuhh sempit banget memekmu!” Sahut Pak Yadi tak kalah lantang.
Aku dan Deny seolah terpanggil untuk melihat adegan yang terjadi di dalam ruang arsip. Kami berdua saling melongokkan kepala di dekat pintu yang sedikit terbuka. Benar saja, kami bisa melihat tubuh Ifa sedang digenjot oleh Pak Yadi dari belakang. Ifa berdiri sambil menungging, tubuh bagian depannya berpegangan pada meja dekat lemari arsip.
“Ouhh pak! Jangan kenceng-kenceng Pak! Aaacchhh!!”
“Iya, tahan sebentar. Bapak lagi enak banget nih! Inget, waktu kita nggak banyak sebelum pacarmu kembali lagi.
“Bapak sih nggak sabaran, kan udah Ifa bilang besok aja.”
“Terus gimana dong, tanggung nih.”
“Ya udah lanjutin aja, buruan tapi! Aaachhhh!”
Brengsek! Rupanya mereka sudah sering melakukan hal gila seperti ini! Aku terperangah tak percaya, karena sepengetahuanku Ifa bukanlah tipe wanita penggoda, apalagi dia sekarang sudah mempunyai kekasih seganteng Deny. Kenapa pula dia harus berselingkuh dengan Pak Yadi yang jika dilihat dari sisi manapun kalah jauh dengan Deny.
Sekali lagi aku tak bisa berpikir jernih, ini sudah diluar jangkauan kemampuan otakku. Apalagi reaksi yang diberikan Deny saat menyaksikan tubuh kekasihnya sedang dicumbu pria lain begitu tenang, sama sekali tak ada raut kemarahan di wajahnya. Apakah dia juga menikmati “pertunjukan” ini? Entahlah, aku bingung! Kegelisahanku makin menjadi karena tubuhku dan Deny begitu dekat, saling berhimpit.
Bahkan tak jarang sikunya menyenggol payudaraku. Ada semacam sensasi asing yang menyergapku, apalagi aroma badan Deny bisa kucium dari jarak sedekat ini. Pria muda yang sering kubayangkan kini berada dalam jangkauanku, bahkan kami bisa saling bersentuhan. Libidoku tiba-tiba bergejolak, sekian lama tak disentuh oleh Mas Imran ternyata bisa membawa dampak seperti ini.
Tubuhku diam terpaku, aku mencoba berkoordinasi antara otak dan ragaku tapi nampaknya jalur sensorik di tubuhku lebih merespon birahiku. Aku berusaha sekuat tenaga untuk menyadarkan diriku dari semua ini, tapi malah sentuhan tangan Deny dan himpitan tubuhnya membuatku semakin terbawa arus.
“Ouucchhhh! Pak sakiittt! Masuk semua ya pak?” Desah Ifa dari dalam ruang arsip.
“Iya masuk semua, sempit banget memekmu…”
“Ssttt…Ouuchh..Pelanin Pak…Ssssstt….”
“Kenapa? Biasanya minta digenjot kenceng kan?”
“Lebih enak pelan-pelan Pak, makin berasa…Ouuchh!”
Percakapan cabul antara Pak Yadi dengan Ifa makin membuat suasana jadi makin panas. Keduanya mahsyuk bercinta sementara Aku dan Deny sibuk bersembunyi sambil sesekali mengintip persetubuhan terlarang tersebut. Pak Yadi begitu lihai mengayuh pinggulnya maju mundur, menyodokkan batang penisnya yang berukuran lumayan besar ke dalam vagina becek Ifa. Desahan dan erangan silih berganti terdengar, tak jarang Ifa juga memekik keras kala Pak Yadi menyodokkan alat kawinnya dengan sangat keras.
Tubuhku semakin terpaku dan sensitif sejalan dengan permainan Ifa dan pak Yadi, dan sekarang aku tahu bukan aku saja yang birahi melainkan Deny juga. Aku yakin karena selangkangannya tersa mengeras saat bersentuhan dengan perutku. Jantungku berdebar makin kencang, sekuat tenaga kuatur nafasku setenang mungkin berusaha menyembunyikan birahiku yang ikut meninggi akibat melihat adegan cabul antara Pak Yadi dan Ifa.
“Sssstt…Ouuucchhhh..Pak…Aaacchgh!”
“Kenapa? Enak ya kontolku?”
“I-Iya Pak! Kontolmu paling enak! Aaachh!
Pak Yadi menarik paksa kepala Ifa yang masih terbungkus hijab hingga membuatnya mendongak ke atas. Detik berikutnya Pak Yadi tanpa ampun menyentakkan pinggulnya dengan sangat keras. Aku yakin jika saat itu penisnya juga melesak makin dalam di rahim Ifa. Membayangkan rasanya saja sudah membuat vaginaku terasa lembab.
“Bu Arum sange juga ya?” ucap Deny tepat di samping telingaku.
“Eh? Ka-Kmu ngomong apa sih?” Aku sampai tergagap menjawab pertanyaan dari Deny. Pria muda itu tersenyum.
“Nggak apa-apa kok Bu kalo ikutan sange, itu artinya Bu Arum masih normal.”
“Apaan sih kamu?!”
Aku pura-pura sewot dan menarik kepalaku dari celah pintu yang terbuka. Namun belum sampai seluruh tubuhku bergerak ke bagian luar tembok ruang arsip, mendadak Deny merapatkan tubuhnya yang kekar hingga membuat kami saling berhadapan begitu dekat. Sangat dekat. Aku sampai bisa mencium aroma nafasnya yang entah kenapa mendadak jadi lebih cepat. Kami bertatapan mata sekian detik, cukup intens dan tentu saja membuat dadaku berdebar makin kencang.
“Jangan ditahan, lepasin aja sangenya Bu…” Ujar Deny yang membuat seketika bulu kudukku meremang.
Belum sempat aku bereaksi, Deny kembali membuat sebuah gerakan yang tiba-tiba. Kali ini dia membalik tubuhku hingga aku membelakanginya. Tubuh bagian depanku menempel pada bagian luar tembok. Aku ingin menoleh ke belakang, namun Deny lebih dulu menekan tubuhnya hingga membuat selangkangannya langsung menempel ke bokongku.
Shit! Ini enak banget! Aku sudah lama nggak merasakan hal semacam ini! Tapi sebagian kecil otak warasku merespon tindakan Deny dengan sebuah pemberontakan. Aku wanita terhormat dan sudah bersuami, tak sepatutnya diperlakukan seperti ini! Aku mencoba menggerakkan tubuhku ke samping, sialnya tangan Deny lebih dulu menahanku. Alhasil tubuhku tak bisa bergerak kemana-mana.
“Jangan dilawan Bu…Nikmati aja.”
“Brengsek! Lepasin aku!” Ancamku.
Mendengar itu bukannya membuat Deny luluh, justru makin menjadi-jadi. Dia gerakkan pinggulnya naik turun, aku bisa merasakan daging kenyal di selangkangannya makin mengeras meskipun masih terbungkus kain celana. Dia menggesek pantatku dari belakang, menekan tubuhnya cukup kuat lalu diiringi gerakan naik turun secara perlahan.
“Bu Arum mau teriak? Yakin mau teriak…?” Suara Deny yang lirih dan tepat di sisi kiri telingaku makin membuatku merinding. Vaginaku sudah tak lagi lembab namun kini sudah basah kuyup.
“Ouucchhh! Terus Pak! Entotin Ifa Pakk!”
“Aaacchh!!!”
Di dalam ruang arsip sepertinya persetubuhan antara Pak Yadi dan Ifa makin menggila. Sementara aku di sini mulai merasakan kegilaan dari kekasih Ifa. Aku masih mencoba untuk berontak namun kini kedua tanganku dicengkram oleh Deny, pria muda itu kemudian menekan tubuhku maik kuat sambil berusaha menciumi leherku drai belakang. Bukan hal mudah baginya karena aku masih mengenakan hijab berukuran lebar.
“Deenn! Cukup! Aku nggak mau!” Protesku, namun Deny terus melanjutkan aksi bejatnya.
“Silahkan kalo mau teriak, tapi apa nanti kata orang kalo melihat kita berdua seperti ini? Atau jangan-jangan Ifa dan Pak Yadi malah mengajak kita ke dalam ruang arsip?”
Pikiranku sudah buntu, ancaman Deny membuatku tak bisa berpikir lebih jernih lagi. Apalagi di bawah sana, gesekan selangkangan Deny membuat lembah vaginaku makin basah kuyup. Birahiku terpacu, aku tak bisa lagi menahannya. Maka secara reflek aku justru menggerakkan pinggul serta pantatku layaknya penari erotis. Deny seperti menyadari jika respon tubuhku sama sekali bertolak belakang dengan ucapanku.
“Apa yang terjadi denganku ?”
“Apa aku menikmati perlakuan Deny ?”
“Ohh tidak, ini tidak boleh aku sudah bersuami, tapi..”
2836Please respect copyright.PENANA7lhqlSHdiS
BERSAMBUNG
ns216.73.216.247da2