
Sementara itu tak jauh daei situ Ijal sedang mencoba menjalankan Rencananya menakklukkan Lina Menantunya Togar
sembarangan.”
Lina menoleh, alisnya berkerut. “Terapi macam apa?”
“Sentuhan energi. Lewat aliran tubuh. Aku pernah bantu beberapa perempuan. Tapi harus rileks... harus percaya. Dan yang paling penting—jangan ada niat buruk di hati. Semua demi satu: supaya bisa hamil.”
Ijal menunduk sejenak, pura-pura menahan sesuatu. “Tapi… mungkin Mbak Lina nggak nyaman. Lagian ini pengobatan tradisi lama, dari guru spiritualku. Nggak semua orang kuat menjalani.”
Justru kata-kata terakhir itu menusuk batin Lina. Ia merasa tertantang. Dan harapan itu, yang sekian lama memudar, seperti kembali menyala—meski samar.
135Please respect copyright.PENANAJHpSCqRc5Q
Kembali ke Rumah Togar
dimana Karim masih Bersama Rini
ooohhh akuuuu keluaaaaaaarrrr oooohh ……aiiiiiiiiiihhhhhh”
Rini berteriak lagi ketika bersamaan dengan orgasmenya yang ke 5 nya.
Togar menusukkan kontolnya hingga amblas seluruhnya masuk ke liang vagina
Rini. Lalu saat rini mengejan dengan mulut terbuka , karim langsung menyambar mulut itu dengan rakus lidahnya mencari2 lidah rini dan menghisap hisapnya.
Rini yg sudah lemas namun masih di landa Badai Kenikmatan membalas ciuman Karim layaknya wanita yang kehausan, sedangkan di bawah sana Togar perlahan lahan melepaskan torpedonya yg telah sukses meledakkan orgasme dan menghantarkan cairan kehidupan langsung ke dalam rahim Rini, setelah Togar selesai memakai celananya kembali dia mengemdap2 keluar meninggalkan Karim yg masih ganas melumat bibir Rini ,bahkan kini tangannya turun ke arah selangkangan rini dan mulai memainkan Tombol kenikmatan Rini yang menonjol tepst di atas gerbang yang masi menganga efek di hantam Torpedo,
Rini kembali melenguh dan mulai merangkul kepala Karim dengan mesra
Dan mulai mendesah desah kembali di sela2 ciuman, saat karim melepas ciumannya , “ Tahan ya bu Tahan Tadi energi yg sudah masuk sekarang bjar energinya lepas keluar dari lubang bawah ibu,”
Rini hanya menatap sayu pada Karim, karim sedikit menegakkan posisi duduknya dan tangan karim lalu perlahan memegang kepala Rini mengarahkannya agar tidur di atas pahanya, Rini yg lemas efek orgasme beruntun di tambah sekarang sedang melayang2 penuh kenikmatan hanya menurut saja perlahan saat kepala nya menoleh sedikit ke arah perut karim dia sedikut rersentak merasakan ada sesuatu yg hangat menempel hidungnya membuat nafasnya makin meburu otaknya tak lagi mampu berpikir ,rangsangan pada selangkangannya terlalu intens, dan saat karim perlahan menggesek2kan batang kemaluannya yng masih di balik sarungnya tangan Rini seperti terhipnotis menyentuh dan meraba batang itu matanya terpejam hidung pipinya semakin erat di tempelkannya membhat karim ke enakan, tak berapa lama Rini kembali meregang efek orgasme yg di dapatkannya dari permainan jari Karim.
“ ahhhhhhh... tadsss... ahrhhghhhh”
Karim hanya tersenyum membiarkan Rini menikmati stiap moment kenikmatan itu, dan perlahan karim mengendurkan sarungnya agar mudah lepas bila dia berdiri.
“ posesi nya sudah selesai bu, maaf kalo terlalu berat bagi ibu, tapi energi positif sudah meresap masuk ke tubuh ibu “
Rini yg masih lemas perlahan membuka mata dan sdikit membetulkan jilbab setta bajunya lalu dengan lemahnya dia mengangkat kepala hendak duduk, namun dia sontak terkejut saat karim hendak berdiri dan hanya bertumpu pada dengkulnya kain sarungnya melorot jatuh kebawah dan kemaluannya yang 20 cm tegak menjukang tepat di depan wajah Rini.
“ astafirrullah....” Rini mngucap takjub akan pemandangan itu namun karim hanya diam sesaat seolah olah membjarkan rini terhipnotis memandangi Kejantanannya, lalu saat tangan Rini hendak memegangnya Karim menaikkan sarungnya
“ eh maaf Bu maaf “ hanya itu yg di ucapkannya membjat rini tersadae dan tersipu malu.
“ ah..eh.. anu.. gpp tad.., itu ..anu.. kok bisa gede.. bangun itu “
Karim : maaf ibu, namanya saya lelaki normal , wajar Lah melihat wanita secantik itu ada yg bereaksi
Rini tersipu malu , otaknya tak lagi normal teringat akan ukuran torperdo Karim.
Ya uda tuk saat ini cukup sgini dahulu nanti beberapa hari lagi kalo ibu memang mau datang saja kabari saya, jangan ragu atau malu ya bu
Rini : iya Tad insyaallah, tapi suami saya gmn ? Bisa di sembuhkan?
Karim : soal itu ibu tenang saja nanti saya kasih air doa2 , tapi ingat ya bu terapi k 2 nya tak boleh lebih dari 5 hari mulai hari ini
Rini hanya mengangguk , antara sensasi nikmat dan butuh obat membuatnya mulai nagih
Setelah kepulangan Rini Togar menemui Karim
Togar : beh mang mantabs ilmu mu kawan ,puas kali aku
Karim : ya ente puas ane kagak
Togar : yah napa gk sekalian aja di gas tadi kawan
Karim : smua ada waktu, emang ijal main tancap2 aja terahir Buron kami kan
Togar : oya kawan aku percaya sama mu, tinggl Ijal gmn nih sama menantuku
Karim : kalo dia gagal atau sampai macam2 aku yg akan hajar dia , kamu tenang aja gar
Togar hanya manggut2 percaya pada keahlian kawan seperjuangannya dulu
Karim : sediakan aja obat doping sama vitamin banyak gar
Togar : buat apa ? Butuh biar tahan lama kah kau ?
Karim : sembarangan , mau ku buat sebagai sarana obat biar makin yakin warga di desa kau togar
Togar : beh encer betul otakmu kawan
Bisa la kita cicipi yg lain ya
Karim : santai kawan, smua ada waktunya yg jelas Rini da bisa kita buat jadi Budak Nafsu
Lalu mereka berdua tertawa bangga akan konspirasi birahi yg dirancang
Lina duduk termenung di tepi teras rumah, rambutnya masih basah usai mandi, dibiarkan terurai begitu saja. Daster tipis warna biru langit menempel lembut di tubuhnya yang mulai kurus karena tekanan batin. Sudah lima tahun ia menikah dengan Sitor—putra tunggal Togar—tapi rahimnya belum juga terisi. Belum sekali pun.
Bukan cuma soal ingin punya anak. Ini soal marga. Soal harga diri suaminya. Soal pandangan tetangga yang mulai berbisik kalau ia mandul.
Tangannya mengusap perutnya pelan, kosong. Ia bahkan rela mencoba ramuan aneh dari dukun, mengganti gaya hidup, sampai terapi medis di kota—semuanya nihil.
“Belum ada tanda juga ya, Mbak?”
Suara itu membuatnya menoleh. Ijal berdiri di depan pagar, membawa bungkusan plastik dari warung. Tatapannya tenang, seolah tahu isi hati Lina.
“Belum, Mas…” jawab Lina lirih, matanya nyaris berkaca-kaca.
Ijal membuka pagar tanpa diminta, masuk dan duduk di bangku kayu di dekat Lina. Mata Ijal mencuri pandang, memperhatikan tubuh Lina yang walau letih, tetap menyimpan pesona. Daster basah itu membuat lekuk payudara dan pinggulnya terlihat samar, menggoda.
“Lima tahun, ya?” bisik Ijal pelan. “Sitor pasti mulai tertekan... sebagai anak tunggal marga Batak. Aku ngerti, Mbak.”
Lina mengangguk, menunduk dalam. “Kadang aku ngerasa bersalah. Kayak... aku yang nggak berguna jadi istri.”
Ijal mendekat sedikit, suaranya makin lembut. “Mbak Lina bukan nggak berguna. Cuma... mungkin rahimnya sedang dikunci energi gelap. Kadang bisa dibuka, tapi butuh pendekatan khusus. Terapi yang... tidak bisa dijalani
Malam hari, kamar Lina dan Sitor.
Lampu temaram menyinari ruang yang sunyi. Kasur bergoyang pelan, tubuh Sitor di atas Lina bergerak dengan irama yang sudah tak asing. Tapi di mata Lina, tak ada lagi gairah. Sentuhan suaminya terasa seperti kewajiban, bukan cinta.
ns216.73.216.19da2