
Part 1 - Hasrat Nakalku
956Please respect copyright.PENANAN7sHlie0h8
"Ouhh Eros, iiiiiyyaa... aaaaarrgghhhhh... kontolinnn yang kenceng Erosss... enak banget kontol kamu, Sayang." jerit Sinta, suaranya lepas dan penuh gairah, nyaris seperti ratapan kenikmatan yang tak tertahankan, saat aku menggenjotnya dengan kencang.
956Please respect copyright.PENANACpLdxHtde7
Tubuhnya melengkung ke atas, punggungnya terangkat dari ranjang, seolah berusaha menyerap setiap inci doronganku. Setiap desakan penestrasi yang kulakukan, menunjukan bahwa dirinya telah kumenangkan. Aku tersenyum tipis, merasakan setiap denyutan di dalam dirinya, setiap kontraksi otot-ototnya yang mencengkeramku erat, seolah ingin menarikku lebih dalam lagi ke dalam pusaran gairahnya. Ini dia, sisi binal Sinta yang perlahan mulai kuungkap, yang selama ini tersembunyi di balik citra gadis baik-baik dan anggunnya, seperti permata yang baru ditemukan.
956Please respect copyright.PENANAI5lWHhmT2O
Setiap hentakan, setiap desahan yang keluar dari bibirnya, adalah kemenangan kecil bagiku, sebuah konfirmasi bahwa rencanaku berjalan sesuai harapan, bahwa dia semakin tenggelam dalam kendaliku, dalam duniaku. Aku membisikkan kata-kata ke telinganya, kata-kata yang kuucapkan dengan nada lembut namun penuh penekanan, seolah mantra yang merasuki jiwanya, mengikatnya padaku.
956Please respect copyright.PENANAWOFGv8W3jx
"Terus kayak gini ya, kamu wanita yang layak untuk digenjot terus-menerus, Sayang. Kamu diciptakan untuk memuaskanku. Hanya aku. Kamu adalah budakku, pecunku, milikku seutuhnya." Bisikan itu, yang bercampur dengan napas berat kami dan aroma tubuh yang memabukkan, menanamkan benih-benih kepatuhan di antara gelombang kenikmatan yang membanjiri dirinya.
956Please respect copyright.PENANAtUtdKYOTPD
Aku mendoktrinnya sedikit demi sedikit, bahwa dia adalah 'pecun'ku, wanita yang hanya akan tunduk pada setiap hasratku, setiap perintahku, tanpa keraguan, tanpa perlawanan. Aku ingin dia percaya bahwa kenikmatan sejati, kebebasan sejati, hanya bisa ia temukan bersamaku, dalam kepatuhan total, dalam penyerahan diri yang sempurna.
956Please respect copyright.PENANAqwlPOkS0Xl
Sinta, dalam puncak gairahnya, hanya bisa mengangguk dan mendesah setuju. Matanya terpejam erat, wajahnya berkerut menahan kenikmatan yang luar biasa, bibirnya sedikit terbuka, tubuhnya melengkung, sepenuhnya menyerah pada sensasi yang kuberikan.
Dia tidak lagi memikirkan apa pun kecuali desakan hasrat yang kubangkitkan, sensasi yang membanjiri setiap sarafnya, mencabutnya dari realitas. Aku tahu, di saat seperti ini, pikirannya terbuka lebar untuk sugesti, untuk setiap kata yang kubisikkan. Ini adalah momen yang paling tepat untuk membentuknya sesuai keinginanku, untuk mengukir jejak kepemilikanku di dalam jiwanya, untuk membuatnya menjadi boneka yang sempurna, hanya untukku.
956Please respect copyright.PENANA41Gls0age7
Pagi menjelang, dan kami terbangun dalam pelukan, tubuh kami masih saling bertautan di bawah selimut tipis yang kini sedikit melorot, memperlihatkan jejak-jejak malam yang intens. Sinta tampak lebih manja dari biasanya, lebih lengket, seolah malam itu telah mengukir sesuatu yang baru dalam dirinya, sebuah ketergantungan yang manis dan memabukkan. Dia mencium leherku, lalu menatapku dengan tatapan yang sulit kuartikan. Ada campuran gairah yang belum padam, kelelahan yang menyenangkan, dan sedikit kepasrahan yang mendalam. Sebuah kepasrahan yang membuatku tersenyum dalam hati, sebuah tanda bahwa dia semakin terikat, semakin menjadi milikku.
956Please respect copyright.PENANARFdLvbKAQ6
"Kamu gila, Eros," bisiknya, suaranya serak namun ada senyum di bibirnya, senyum yang menunjukkan bahwa dia menikmati kegilaan itu, bahwa dia menyukai sisi gelap yang kubangkitkan.
"Aku sampai tidak bisa bergerak, seluruh tubuhku terasa remuk." Dia mencoba menggerakkan kakinya, namun hanya bisa menggeliat manja, seperti kucing yang baru bangun tidur, mencari kenyamanan.
956Please respect copyright.PENANA0FYnfQrZEU
Aku tertawa kecil, membelai lembut rambut hitam legamnya yang terurai di bantal, menyisihkannya dari wajahnya yang cantik. "Itu karena kamu sangat menikmati, Sayang. Aku tahu apa yang kamu butuhkan, dan aku akan selalu memberikannya padamu. Lebih dari siapa pun, lebih dari apa pun yang pernah kau rasakan. Aku adalah satu-satunya yang bisa memberimu kenikmatan seperti ini."
956Please respect copyright.PENANAoa8JoWMm6e
Aku menatap matanya, mencoba menembus ke dalam pikirannya, menegaskan dominasiku. "Kamu hanya perlu menyerah padaku, Sinta. Serahkan semua padaku, dan aku akan memberimu dunia yang penuh kenikmatan, dunia yang tidak pernah kau bayangkan sebelumnya."
956Please respect copyright.PENANAF5TtEfB21M
Dia terdiam sejenak, tatapannya menerawang ke langit-langit, seolah mencerna kata-kataku, seolah sedang berdialog dengan dirinya sendiri. Aku bisa melihat perjuangan kecil di matanya, antara sisa-sisa kemandiriannya dan godaan kenikmatan yang ia rasakan, godaan untuk sepenuhnya menyerah, untuk membiarkan diriku memimpin. Namun, pada akhirnya, kenikmatanlah yang menang, hasratlah yang mengambil alih. Dia menghela napas panjang, lalu membenamkan wajahnya di dadaku, seolah mencari perlindungan, seolah mencari tempat di mana dia bisa sepenuhnya menjadi dirinya yang baru, yang binal, tanpa rasa malu.
956Please respect copyright.PENANATzUfoFUN0Z
"Aku... aku percaya padamu, Eros," bisiknya, suaranya nyaris tak terdengar, namun cukup jelas untukku dengar. "Aku... aku akan selalu pasrah padamu. Aku sudah menjadi milikmu."
956Please respect copyright.PENANAWAvlucjD9V
Aku tahu, ini adalah langkah maju yang signifikan. Jaring yang kubangun untuknya semakin mengikat, semakin kuat. Sinta perlahan-lahan menyerahkan kendali, selangkah demi selangkah menuju takdir yang sudah kuperhitungkan untuknya. Dia tidak lagi Sinta yang sama seperti lima tahun yang lalu. Dia kini adalah Sinta yang kubentuk, yang kuinginkan. Aku melihat jam, pukul delapan pagi. Waktu untuk sarapan dan merencanakan langkah selanjutnya. Aku tahu ini baru permulaan, perjalanan untuk menjadikan Sinta sepenuhnya milikku, pemuas nafsu dan hasratku, dan perjalanan masih panjang. Tapi aku sudah melihat cahaya di ujung terowongan. Benih kepatuhan sudah kutanam, dan aku akan menyiraminya hingga tumbuh menjadi pohon yang kokoh, tak tergoyahkan, yang akarnya akan mengikat Sinta selamanya padaku.
Aku memeluknya erat, menikmati kehangatan tubuhnya yang pasrah, merasakan detak jantungnya yang berirama dengan detak jantungku. Di dalam benakku, sudah terbayang petualangan-petualangan baru yang akan Sinta alami bersamaku.
956Please respect copyright.PENANA1aZxVQlT4a
Threesome, pesta seks, atau apa pun yang terlintas di pikiranku. Dia akan menikmatinya, karena aku akan membuatnya menikmatinya, aku akan membuatnya ketagihan, hingga dia tidak bisa hidup tanpanya. Aku akan menjadi satu-satunya yang bisa mengendalikan setiap desah dan keinginan tersembunyi, satu-satunya yang bisa membangkitkan sisi terliar dalam dirinya, yang paling binal. Sinta akan menjadi mahakaryaku, sebuah boneka yang sempurna, hanya untukku, yang akan menari di atas panggung yang kubuat, di bawah kendaliku sepenuhnya.
Aku menarik selimut lebih tinggi, menutupi tubuh kami berdua. Sinta menyandarkan kepalanya di bahuku, napasnya mulai teratur lagi, namun aku bisa merasakan detak jantungnya yang masih sedikit lebih cepat dari biasanya. Aku mengecup puncak kepalanya, lalu memejamkan mata, membiarkan imajinasiku melayang, membayangkan semua skenario yang akan kami mainkan. Aku sudah tidak sabar untuk melihat sejauh mana aku bisa mendorongnya, seberapa dalam aku bisa menggali sisi gelapnya, seberapa patuh dia akan menjadi. Ini bukan hanya tentang seks, ini tentang kendali, tentang kekuasaan, tentang menciptakan sesuatu yang baru dari sesuatu yang sudah ada.
956Please respect copyright.PENANApEYnW3bNby
Dan aku akan memilikinya, seutuhnya.
956Please respect copyright.PENANAsA7WutnZYH
Beberapa saat kemudian, Sinta mengangkat kepalanya, menatapku dengan mata berbinar, senyum nakal terukir di bibirnya. "Eros... aku lapar," bisiknya manja, lalu mengusap perutku dengan tangannya yang dingin, sebuah sentuhan yang disengaja.
Aku tersenyum. "Aku akan membuatkan sarapan. Tapi sebelum itu..." Aku mencondongkan tubuh, mencium bibirnya, dalam, penuh gairah, lalu turun ke lehernya, meninggalkan jejak kemerahan baru di sana, sebuah tanda kepemilikan yang akan terlihat jelas oleh siapa pun yang melihatnya. "Ini untuk memastikan kau tidak melupakan siapa yang membuatmu seperti ini, siapa yang menguasai setiap inci tubuh kamu."
956Please respect copyright.PENANAjrKTQeUAQ0
Sinta mendesah, matanya terpejam lagi, menikmati setiap sentuhanku. "Aku tidak akan pernah lupa, Eros," ada nada kepasrahan yang manis, namun juga sebuah janji tersirat untuk lebih banyak lagi, dalam suaranya, dan itu adalah musik di telingaku. Dia adalah ciptaanku, dan aku bangga akan hal itu.
956Please respect copyright.PENANAaF2e85m3Az
Minggu-minggu berikutnya adalah fase intensif dari "pendidikan" Sinta. Aku tidak terburu-buru, melainkan melakukan pendekatan yang sistematis dan bertahap. Aku ingin Sinta tidak hanya tunduk, tetapi juga menikmati proses ini, bahkan menginginkan lebih, hingga dia sendiri yang mencari kenakalan itu. Kami sering menghabiskan waktu di apartemenku. Aku mulai dengan hal-hal kecil, sentuhan-sentuhan yang awalnya tampak polos namun memiliki makna tersembunyi. Misalnya, saat kami menonton film di sofa, tanganku akan bergerak lebih dari sekadar memeluk. Aku akan membelai pahanya yang mulus, lalu perlahan naik ke roknya, menyentuh kulit telanjangnya di bawah kain. Awalnya, Sinta akan sedikit menegang, napasnya tertahan, matanya terpaku pada layar, namun aku bisa merasakan detak jantungnya yang berpacu lebih cepat. Namun, aku tidak akan berhenti. Aku akan terus membelainya dengan lembut, dengan sentuhan yang sensual, sentuhan yang menjanjikan lebih, hingga dia rileks dan mulai mendesah pelan.
956Please respect copyright.PENANA3QkMdK029C
"Eros... kita lagi nonton..." bisiknya suatu kali, suaranya tercekat, namun dia tidak menghentikan tanganku. Matanya terpaku pada layar, namun tubuhnya sepenuhnya merespons sentuhanku, pinggulnya sedikit bergerak, seolah mencari kontak yang lebih dalam.
"Aku tahu, Sayang," jawabku, bibirku menyentuh telinganya, napas hangatku menyapu kulitnya. "Tapi aku lebih suka melihatmu menikmati ini. Bukankah kamu juga?" Aku akan mencium lehernya, lalu menjilat telinganya, mengirimkan sensasi geli yang membuat tubuhnya menggeliat, sebuah erangan kecil lolos dari bibirnya. "Mmm... kamu suka, kan?" Aku mulai memperkenalkan permainan kata yang lebih berani. Saat kami makan malam di restoran mewah, di tengah keramaian dan dentingan sendok garpu, aku akan membisikkan komentar-komentar sugestif tentang tubuhnya, tentang apa yang ingin kulakukan padanya nanti malam, atau tentang bagaimana dia akan merintih namaku saat aku menguasainya.
956Please respect copyright.PENANAGns8pyEaHe
Awalnya, Sinta akan tersipu malu, matanya melirik ke sekeliling, takut ada yang mendengar. Dia akan menggigit bibir bawahnya, sebuah kebiasaan lama yang kini terlihat semakin menggoda. Namun, aku akan menatapnya dengan tatapan menantang, sebuah senyum tipis di bibirku, seolah berkata, "Apa yang akan kamu lakukan? Kamu akan melarangku? Atau kamu akan menyerah pada hasratmu?" Perlahan, rasa malu itu mulai berubah menjadi sesuatu yang lain, sesuatu yang lebih memikat.
956Please respect copyright.PENANAsQrQ4ZP048
Suatu malam, saat kami sedang makan di sebuah restoran yang cukup ramai, aku membisikkan, "Aku ingin menjilat setiap inci tubuhmu malam ini, Sinta. Dari ujung kaki hingga ke bibirmu yang manis, hingga kamu memohon padaku untuk berhenti."
Sinta menegang, lalu tersipu, rona merah menjalar hingga ke lehernya. Namun, kali ini, dia tidak hanya menunduk. Dia mengangkat kepalanya, menatapku dengan mata berbinar, dan senyum nakal terukir di bibirnya, sebuah senyum yang belum pernah kulihat sebelumnya.
"Benarkah? Apakah kamu akan melakukannya dengan serius, Eros? Aku tidak yakin kamu bisa membuatku memohon untuk berhenti." bisiknya, suaranya rendah, nyaris tak terdengar di tengah keramaian, namun penuh tantangan dan provokasi yang membuatku terangsang.
Aku tersenyum puas. "Tentu saja, Sayang. Aku tidak pernah main-main dengan kenikmatanmu. Dan aku akan membuatmu memohon, bahkan lebih dari itu." Itu adalah titik balik.
956Please respect copyright.PENANAgt3GszIjfy
Sejak saat itu, Sinta mulai menunjukkan sisi "nakal"nya secara lebih terbuka, lebih berani, bahkan inisiatif. Dia tidak lagi hanya merespons, dia mulai memprovokasi. Dia mulai menikmati peran sebagai wanita yang liar dan tak terkendali di bawah sentuhanku.
Suatu sore, kami sedang berbelanja di sebuah pusat perbelanjaan yang ramai. Aku sedang melihat-lihat jam tangan di sebuah toko perhiasan, ketika Sinta tiba-tiba mendekatiku dari belakang. Tangannya melingkari pinggangku, lalu jarinya bergerak nakal, menyusup ke dalam celanaku, mengusap lembut pangkal pahaku, mendekati area intimku. Aku sedikit terkejut, namun dengan cepat menutupi tangannya dengan tanganku sendiri, seolah kami hanya berpegangan, seolah itu adalah sentuhan biasa. Namun, aku bisa merasakan panas yang menjalar di tubuhku.
956Please respect copyright.PENANASEl8yK6P5R
"Apa yang kau lakukan, Sayang?" bisikku, suaraku rendah, sedikit terkejut namun juga terangsang oleh keberaniannya.
956Please respect copyright.PENANAzy6g7ewzh3
Sinta menyeringai, bibirnya menyentuh telingaku, napasnya yang hangat menggelitik kulitku. "Hanya ingin tahu, apakah kamu sudah siap untuk nanti malam, Eros. Aku sudah tidak sabar. Aku ingin kau mengisiku dengan pejumu lagi." bisikannya begitu sensual, begitu berani, membuat bulu romaku berdiri.
956Please respect copyright.PENANAIVsBPnhasn
Dia bahkan sedikit meremas, sebuah gerakan yang disengaja, sebuah undangan yang tak bisa ditolak. Aku harus menahan diri untuk tidak mendesah di tengah keramaian itu. Ini adalah Sinta yang baru, Sinta yang mulai menikmati permainanku, Sinta yang mulai menunjukkan inisiatif dalam kenakalannya, yang mulai berani mengambil risiko. Aku mulai menguji batasannya lebih jauh, mendorongnya ke tepi jurang. Aku akan memintanya mengenakan pakaian yang lebih terbuka saat kami keluar, gaun dengan belahan tinggi atau atasan yang memperlihatkan punggungnya, atau melakukan hal-hal kecil yang "tidak sopan" di tempat umum, seperti menyentuhku di bawah meja saat makan malam, membelai pahaku, atau membiarkan tanganku merayap di pahanya saat kami berada di dalam taksi, bahkan di depan sopir.
Awalnya, dia akan ragu, matanya akan melirikku mencari persetujuan, namun dengan sedikit bisikan sugestif dariku, sebuah tatapan menantang, dia akan melakukannya. Dan setiap kali dia melakukannya, aku akan memujinya, memberinya kenikmatan yang lebih intens saat kami berdua, sebuah hadiah atas keberaniannya.
956Please respect copyright.PENANA4cx7uZ39WI
"Kau makin cantik saat kamu nakal, Sinta," bisikku suatu malam, setelah kami menghabiskan waktu bersama, tubuh kami berpelukan erat. "Aku suka bagaimana kamu mulai menunjukkan sisi liarmu. Itu membuatku semakin menginginkanmu, semakin tergila-gila padamu."
956Please respect copyright.PENANAO5myC53Bxs
Sinta tersenyum, matanya berbinar, ada kebanggaan di sana, sebuah kebanggaan karena telah memuaskanku."Itu karena kamu yang mengajariku, Eros. Kamu yang membangkitkannya." Dia membelai wajahku, jemarinya bergerak sensual di rahangku, lalu turun ke leherku. "Aku suka bagaimana kamu membuatku merasa... bebas. Aku tidak pernah tahu aku bisa seperti ini, seberani ini." Dia membenamkan wajahnya di dadaku, lalu mendesah pelan, "Mmm... aku suka menjadi pecunmu, Eros." Aku tahu, itu adalah kebebasan semu. Kebebasan yang kuberi, yang kubentuk, yang pada akhirnya akan mengikatnya lebih erat padaku.
956Please respect copyright.PENANADsbPqcaDrw
Dia merasa bebas, padahal dia semakin terikat, semakin bergantung padaku untuk merasakan sensasi itu.
956Please respect copyright.PENANAaQ6wNP3u03
Suatu hari, aku sengaja mengajaknya ke sebuah bar yang cukup remang-remang dan ramai, dengan musik menghentak dan orang-orang berdansa dengan bebas. Aku memintanya mengenakan gaun merah ketat yang memperlihatkan lekuk tubuhnya dengan sempurna, dan belahan dada yang cukup rendah, nyaris memperlihatkan sebagian payudaranya. Sinta tampak sedikit ragu, namun aku meyakinkannya.
956Please respect copyright.PENANAegvYwYtRLr
"Kamu akan terlihat luar biasa, Sayang. Dan aku ingin semua orang tahu, betapa indahnya wanitaku. Aku ingin mereka iri padaku."
956Please respect copyright.PENANA4ifuLRSd15
Di bar itu, aku sengaja membiarkan beberapa pria meliriknya, bahkan mendekat untuk mengajaknya bicara. Aku mengamati Sinta dari kejauhan. Awalnya, dia sedikit canggung, namun setelah beberapa kali aku meliriknya dengan tatapan menyetujui, sebuah anggukan kecil, dia mulai bermain peran. Dia akan tersenyum menggoda, membiarkan matanya beradu pandang lebih lama dari seharusnya, bahkan sedikit menggoyangkan pinggulnya saat berjalan melewati mereka, sebuah gerakan yang disengaja untuk menarik perhatian. Namun, setiap kali ada yang mencoba melangkah lebih jauh, dia akan segera kembali padaku, memeluk lenganku dengan posesif, dan menatapku dengan tatapan "Aku hanya milikmu, Eros. Lihatlah betapa aku selalu ingin kembali padamu."
956Please respect copyright.PENANARCuyWQfUAI
"Kau sangat nakal malam ini, Sayang," bisikku saat kami berdansa di tengah keramaian, tanganku merayap di pinggulnya, menariknya lebih dekat hingga tubuh kami menempel erat. Aku bisa merasakan setiap lekuk tubuhnya.
Sinta tertawa kecil, kepalanya bersandar di dadaku, napasnya hangat di kulitku. "Kamu kan yang mau aku seperti ini, Eros. Aku hanya mengikuti apa yang kamu inginkan. Kamu suka kan melihatku seperti ini? Menjadi pecunmu?" Dia mengangkat kepalanya, menatapku dengan mata yang berbinar, penuh gairah dan tantangan.
956Please respect copyright.PENANAoXT519FnFx
"Sangat suka," jawabku, mencium bibirnya, dalam, penuh gairah, mengabaikan tatapan orang-orang di sekitar kami yang mungkin terkejut atau iri. "Kamu murid yang pintar. Dan kamu semakin cantik saat nakal."
Aku tahu, ini adalah permulaan dari sesuatu yang jauh lebih besar. Sinta tidak lagi hanya pasif. Dia mulai aktif mencari validasi dariku, mencari persetujuanku untuk kenakalannya. Dia mulai menikmati peran sebagai 'pecun'ku, sebagai wanita yang bebas namun sepenuhnya terkendali olehku.
956Please respect copyright.PENANAHiWS2Lqokr
Dia mulai mencintai sisi gelap dirinya yang kubangkitkan. Aku telah berhasil menanamkan benih itu, dan kini, benih itu mulai tumbuh, berakar dalam, dan aku akan menyiraminya dengan setiap hasrat dan keinginan terliarku, hingga dia menjadi pohon yang kokoh, tak tergoyahkan, yang akarnya akan mengikat Sinta selamanya padaku. Aku memeluknya erat, menikmati kehangatan tubuhnya yang pasrah namun kini juga berani, merasakan detak jantungnya yang berirama dengan detak jantungku. Di dalam benakku, sudah terbayang petualangan-petualangan baru yang akan Sinta alami bersamaku. Threesome, pesta seks, atau apa pun yang terlintas di pikiranku. Dia akan menikmatinya, karena aku akan membuatnya menikmatinya, aku akan membuatnya ketagihan, hingga dia tidak bisa hidup tanpanya.
Aku akan menjadi satu-satunya yang bisa mengendalikan setiap desah dan keinginan tersembunyi, satu-satunya yang bisa membangkitkan sisi terliar dalam dirinya, yang paling binal. Sinta akan menjadi mahakaryaku, sebuah boneka yang sempurna, hanya untukku, yang akan menari di atas panggung yang kubuat, di bawah kendaliku sepenuhnya.
956Please respect copyright.PENANAnuYHEYEnFl
Aku menarik selimut lebih tinggi, menutupi tubuh kami berdua. Sinta menyandarkan kepalanya di bahuku, napasnya mulai teratur lagi, namun aku bisa merasakan detak jantungnya yang masih sedikit lebih cepat dari biasanya. Aku mengecup puncak kepalanya, lalu memejamkan mata, membiarkan imajinasiku melayang, membayangkan semua skenario yang akan kami mainkan. Aku sudah tidak sabar untuk melihat sejauh mana aku bisa mendorongnya, seberapa dalam aku bisa menggali sisi gelapnya, seberapa patuh dia akan menjadi. Ini bukan hanya tentang seks, ini tentang kendali, tentang kekuasaan. Dan aku akan memilikinya, seutuhnya.
956Please respect copyright.PENANA998cVQ5joY
Beberapa saat kemudian, Sinta mengangkat kepalanya, menatapku dengan mata berbinar, senyum nakal terukir di bibirnya. "Eros... sarapan yuk, aku lapar," bisiknya manja, lalu mengusap perutku dengan tangannya yang dingin, sebuah sentuhan yang disengaja, sebuah undangan yang tak terucapkan. Aku tersenyum. "Aku akan membuatkan sarapan. Tapi sebelum itu..." Aku mencondongkan tubuh, mencium bibirnya, dalam, penuh gairah, lalu turun ke lehernya, meninggalkan jejak kemerahan baru di sana, sebuah tanda kepemilikan yang akan terlihat jelas oleh siapa pun yang melihatnya. "Ini untuk memastikan kamu tidak melupakan siapa yang membuatmu seperti ini, siapa yang menguasai setiap sisi tubuhmu."
956Please respect copyright.PENANAzKQaVQLDO4
Sinta mendesah, matanya terpejam lagi, menikmati setiap sentuhanku, setiap bisikanku. "Aku tidak akan pernah lupa, Eros," ada nada kepasrahan yang manis, namun juga sebuah janji tersirat untuk lebih banyak lagi, dalam suaranya, dan itu adalah musik di telingaku.
956Please respect copyright.PENANABTSMYI2FXd
Dia adalah mahakaryaku, dan aku bangga akan hal itu.
956Please respect copyright.PENANANJCnWA6RVp
====
956Please respect copyright.PENANAX1BTpQLsu1
956Please respect copyright.PENANAW1kk9DWABa
Part 2 - Menginginkan Sinta Lebih Nakal
956Please respect copyright.PENANAhZUZtFUM7T
Pagi itu, setelah sarapan yang diwarnai bisikan nakal dan sentuhan-sentuhan menggoda di bawah meja, aku merasakan kepuasan yang sangat menyenangkan.
956Please respect copyright.PENANAD0l7PdsMoN
Sinta, dengan rambut yang sedikit acak-acakan dan bibir yang memerah karena ciumanku, tampak begitu... milikku. Ada kilatan baru di matanya, sebuah cahaya binal yang semakin terang setiap hari. Dia tidak lagi hanya merespons; dia mulai berinisiatif. Itu adalah pertanda yang kuinginkan, sebuah bukti bahwa benih yang kutanam telah tumbuh subur didirinya.
956Please respect copyright.PENANAiZOzQzpXRL
"Jadi, Sayang," kataku sambil menyesap kopi, mengamati gerak-geriknya saat dia membersihkan sisa sarapan.
956Please respect copyright.PENANAxvdxPRz1v1
Dia mengenakan kemejaku yang kebesaran, bahan katun lembut itu melorot dari bahu kanannya, memperlihatkan sebagian pahanya yang mulus setiap kali dia membungkuk. Aroma tubuhnya yang bercampur dengan sisa-sisa gairah semalam masih melekat di udara, memabukkanku.
956Please respect copyright.PENANAUzQdMlk4rH
"Bagaimana kalau hari ini kita melakukan sesuatu yang berbeda? Sesuatu yang akan... mempercepat 'pendidikan'mu, dan membuat sisi liarmu semakin terlihat." Sinta menoleh, senyum nakal merekah di bibirnya, matanya menyipit menggoda.
956Please respect copyright.PENANAJVo7QMAzQq
Dia meletakkan piring kotor di wastafel, lalu berbalik, bersandar pada meja dapur, melipat tangannya di dada, menonjolkan lekuk tubuhnya di balik kemejaku yang tipis. "Oh? Apa yang kamu rencanakan, Sayang? Aku suka kejutan-kejutan darimu. Aku sudah tidak sabar untuk tahu apa lagi yang akan kamu ajarkan padaku." Ada nada antusiasme yang jelas dalam suaranya, tidak ada lagi keraguan atau rasa malu seperti dulu. Dia sudah siap untuk apa pun yang kusiapkan, bahkan mungkin lebih dari itu.
956Please respect copyright.PENANARTDIvYvbus
"Kita akan pergi ke sebuah galeri seni," kataku, sengaja membuat nadaku terdengar biasa saja, seolah ini adalah kegiatan yang paling normal di dunia. "Ada pameran yang cukup... provokatif. Dan aku ingin kau mengenakan sesuatu yang sesuai dengan tema itu. Sesuatu yang akan membuat semua mata tertuju padamu."
956Please respect copyright.PENANAj9oKZYReh3
Matanya berbinar, kilatan binal itu semakin jelas. "Provokatif? Seberapa provokatif?" Dia melangkah mendekatiku, langkahnya anggun namun penuh maksud.
956Please respect copyright.PENANAR8ZGd7etyd
Dia duduk di pangkuanku, melingkarkan lengannya di leherku, jari-jarinya bermain-main dengan rambut di tengkukku. "Apakah aku harus memakai gaun yang sangat terbuka? Atau... tidak memakai apa-apa di baliknya? Hanya untuk memuaskanmu, tentu saja." Bisikannya begitu rendah, begitu menggoda, napasnya yang hangat menyapu telingaku, membuatku merasakan denyutan di bawah sana, sebuah respons instan terhadap provokasinya.
956Please respect copyright.PENANAObOuco7wq4
Aku menyeringai, mengusap punggungnya yang mulus di bawah kemejaku. "Mmm... itu ide yang menarik, Sayang. Sangat menarik. Tapi untuk hari ini, aku ingin kamu memakai gaun yang kuberikan padamu kemarin." Aku menunjuk ke sebuah kotak kecil berwarna hitam beludru di sudut kamar, yang sengaja kubiarkan terbuka sedikit agar isinya terlihat samar. "Gaun itu... akan menunjukkan sisi 'pecun'mu dengan sempurna, tanpa harus telanjang. Itu akan membuat para laki-laki disana membayangkan keindahanmu dalam imajinasi mereka."
Gaun itu adalah pilihanku sendiri, hasil perburuanku selama berjam-jam. Gaun hitam ketat, terbuat dari bahan sutra tipis yang sedikit transparan di beberapa bagian, terutama di area dada dan pinggul, dengan belahan tinggi di paha yang nyaris mencapai pangkal paha, dan punggung yang terbuka lebar hingga ke tulang ekor. Itu adalah gaun yang hanya akan dipakai oleh wanita yang sangat percaya diri, yang tidak takut menjadi pusat perhatian, atau wanita yang ingin menarik perhatian dengan cara yang paling vulgar namun elegan.
956Please respect copyright.PENANA3o3QEmqK4v
Dan aku ingin Sinta menjadi yang kedua, menjadi objek fantasi banyak orang, namun hanya untukku.
956Please respect copyright.PENANAUemOx2WxiX
Sinta mengambil kotak itu, matanya membesar saat melihat isi di dalamnya. Dia mengeluarkan gaun itu, membiarkannya melayang di depannya, kainnya yang tipis melambai lembut. "Eros... ini... ini terlalu berani," bisiknya, namun aku bisa melihat kilatan kegembiraan yang tak terbendung di matanya, sebuah hasrat untuk mencoba hal baru. "Apa kata orang nanti? Mereka akan menganggapku wanita murahan."
956Please respect copyright.PENANAFu9cyzHHeM
"Apa pedulimu dengan apa kata orang, Sayang?" Aku menariknya lebih dekat, mencium bibirnya, dalam, penuh dominasi. "Yang penting adalah apa yang kamu rasakan, dan apa yang aku rasakan. Aku ingin kau merasa seksi, merasa diinginkan, dan aku ingin semua mata tertuju padamu, tahu bahwa kamu adalah milikku, dan hanya aku yang bisa menyentuhmu, mencicipimu, menguasaimu. Aku ingin mereka iri padaku."
956Please respect copyright.PENANAz2DkfHomMq
Dia menatapku, ada sedikit keraguan yang tersisa di sudut matanya, namun hasrat untuk memuaskanku, untuk menjadi wanita yang kuinginkan, untuk menjelajahi sisi gelap dirinya, lebih besar. Dia menghela napas, lalu tersenyum, senyum yang kini lebih berani. "Baiklah, Eros. Aku akan memakainya. Tapi... kamu harus berjanji untuk menjagaku. Dan... kamu harus menghukumku jika aku terlalu nakal."
956Please respect copyright.PENANAiGyAHyvOQl
"Tentu saja, Sayang," kataku, mengusap pipinya, lalu mencium sudut bibirnya. "Aku akan selalu menjagamu. Dan aku akan memastikan kamu menikmati setiap detiknya, termasuk hukuman manis dariku."
956Please respect copyright.PENANA6QcMeRbmzl
Sore harinya, Sinta muncul dari kamar mandi, rambutnya masih sedikit basah, namun tubuhnya sudah terbalut gaun hitam itu. Aku harus menahan napas. Dia tampak... luar biasa, seperti dewi yang baru saja turun ke muka bumi.
956Please respect copyright.PENANAx7NIK9fUhI
Gaun itu memeluk setiap lekuk tubuhnya dengan sempurna, menonjolkan pinggang rampingnya, payudaranya yang proporsional terlihat menggoda di balik kain transparan di bagian dada, dengan puting yang sedikit menonjol karena kedinginan atau mungkin karena antisipasi. Belahan tinggi di paha memperlihatkan kaki jenjangnya yang mulus, setiap langkahnya memperlihatkan lebih banyak kulit. Punggungnya yang terbuka lebar adalah sebuah mahakarya, tulang belakangnya terlihat jelas, memancarkan keanggunan sekaligus kerentanan yang memikat. Dia terlihat seperti dewi kegelapan, memancarkan aura yang memikat sekaligus berbahaya, sebuah magnet bagi mata setiap pria.
956Please respect copyright.PENANAKi3zAwGcD7
"Bagaimana?" tanyanya, berputar pelan di depanku, senyum nakal terukir di bibirnya, matanya terlihat penuh tantangan. Dia sengaja membuat gaun itu sedikit bergerak, memperlihatkan lebih banyak pahanya. "Apakah aku sudah cukup 'pecun' untukmu, Eros? Apakah aku sudah cukup nakal?"
956Please respect copyright.PENANAIGNr9Z0fqA
Aku bangkit dari sofa, berjalan mendekatinya, dan membelai pipinya, merasakan kulitnya yang halus. "Kamu lebih dari cukup, Sayang. Kamu adalah definisi sempurna dari 'pecun'ku. Kamu adalah mahakaryaku. Aku tidak pernah membayangkan kau bisa menjadi semenarik ini." Aku mencondongkan tubuh, membisikkan di telinganya, napas hangatku menyapu kulitnya.
956Please respect copyright.PENANA0l740EUBNK
"Aku ingin semua orang di galeri itu menatapmu, menginginkanmu, membayangkan apa yang mereka bisa lakukan padamu, tapi tahu bahwa kamu hanya bisa mereka impikan. Karena kamu adalah milikku, dan hanya milikku."
Sinta menggeliat, sebuah desahan kecil lolos dari bibirnya, "Mmm... itu ide yang menarik. Aku suka melihat mereka menginginkanku, tapi tidak bisa menyentuhku. Itu membuatku merasa... mendominasi." Ada kilatan kesenangan yang jelas di matanya, sebuah kesenangan yang baru kutemukan dalam dirinya, kesenangan dari menjadi objek hasrat banyak orang, namun tetap tak terjamah oleh mereka.
956Please respect copyright.PENANAuxQOrfHr6Q
Saat kami berjalan ke galeri, aku sengaja memegang tangannya erat, jari-jariku mengusap punggung tangannya dengan ibu jariku, sebuah sentuhan posesif yang halus namun jelas. Di dalam galeri, seperti yang kuduga, semua mata tertuju pada Sinta.
Bisikan-bisikan terdengar di antara pengunjung, seperti desiran angin di padang rumput. Beberapa pria menatapnya dengan tatapan lapar yang tak terselubung, mata mereka menelanjangi Sinta dari ujung kepala hingga kaki. Beberapa wanita meliriknya dengan campuran kekaguman dan kecemburuan, ada yang berbisik-bisik, ada yang hanya menggelengkan kepala.
956Please respect copyright.PENANASlot1zqyh6
Aku mengamati Sinta. Awalnya, dia sedikit canggung, sesekali menarik gaunnya, mencoba menutupi bagian yang terlalu terbuka, sebuah refleks dari Sinta yang lama. Namun, setiap kali dia melakukannya, aku akan meliriknya dengan tatapan menantang, sebuah senyum tipis di bibirku, seolah berkata, "Jangan malu, Sayang. Nikmati perhatian ini. Kau pantas mendapatkannya. Kau diciptakan untuk dikagumi."
956Please respect copyright.PENANAyKkciFkgEG
Perlahan, Sinta mulai rileks. Dia mengangkat dagunya, berjalan dengan langkah yang lebih percaya diri, bahkan sedikit menggoyangkan pinggulnya saat melewati kerumunan, sebuah gerakan yang disengaja untuk menarik perhatian lebih banyak. Dia mulai membalas tatapan pria-pria itu dengan senyum tipis, sebuah kedipan mata yang disengaja, sebuah undangan yang tidak akan pernah mereka dapatkan, sebuah janji palsu yang hanya akan membuat mereka semakin menginginkan.
956Please respect copyright.PENANAK9zXZZAZx3
"Eros," bisiknya, suaranya rendah, nyaris bergetar karena gairah yang tersembunyi, saat kami berhenti di depan sebuah lukisan abstrak yang gelap dan provokatif. "Pria itu... dia tidak berhenti menatapku. Dia terlihat seperti ingin menerkamku."
Aku melirik ke arah yang dia tunjuk. Seorang pria paruh baya, dengan setelan rapi namun tatapannya liar, memang menatap Sinta dengan tatapan yang sangat jelas, tatapan yang penuh nafsu. Aku tersenyum. "Biarkan saja, Sayang. Dia hanya bisa melihat. Dia tidak akan pernah bisa menyentuh. Kamu adalah buah terlarang baginya."
956Please respect copyright.PENANA3vCDRPzzkR
Sinta terkekeh pelan, sebuah tawa nakal yang membuatku merasakan sensasi geli di perutku, sebuah tawa yang menunjukkan betapa dia menikmati permainan ini. "Apakah kamu suka melihat mereka menginginkanku? Apakah itu membuatmu cemburu?"
"Sangat suka," jawabku, menariknya lebih dekat, bibirku menyentuh telinganya, napas hangatku menyapu kulitnya. "Itu membuatku merasa... lebih berkuasa. Karena aku tahu, setelah ini, hanya aku yang akan memilikimu, hanya aku yang akan mencicipi setiap inci tubuhmu. Mereka hanya bisa membayangkan, aku yang akan merasakan."
956Please respect copyright.PENANAIFWVI54344
Sinta mendesah, sebuah erangan kecil lolos dari bibirnya. "Mmm... aku suka itu. Aku suka bagaimana kau membuatku merasa... diinginkan oleh banyak orang, tapi hanya kamu yang bisa memilikiku. Aku suka menjadi pecunmu, Eros." Dia memutar tubuhnya sedikit, menggesekkan pinggulnya ke pahaku, sebuah gerakan yang disengaja, sebuah provokasi di tengah keramaian, sebuah janji akan kenikmatan yang menunggu. "Apakah kau akan menghukumku nanti karena membuatmu cemburu? Aku ingin dihukum olehmu."
Aku menyeringai. "Tentu saja, Sayang. Hukuman yang sangat manis. Hukuman yang akan membuatmu memohon lebih."
956Please respect copyright.PENANAsTUQSdp2IN
Ketika seorang pria memberanikan diri mendekati Sinta, ingin mengajaknya bicara, Sinta tidak langsung menolaknya. Dia tersenyum ramah, membiarkan pria itu berbicara sebentar, mengamati tatapan memuja di mata pria itu. Aku berdiri di sampingnya, mengamati, membiarkan permainan ini berjalan, menikmati pemandangan Sinta yang memikat perhatian. Setelah beberapa saat, Sinta menoleh padaku, matanya berkilat nakal, lalu dengan sengaja memeluk lenganku, menyandarkan kepalanya di bahuku, sebuah tindakan posesif yang jelas.
956Please respect copyright.PENANABuevT719k2
"Maaf, Pak," kata Sinta kepada pria itu, suaranya lembut namun tegas, dengan senyum yang sedikit licik. "Aku sudah ada yang punya. Dan dia sangat posesif. Anda tidak ingin melihat sisi posesifnya." Dia melirikku dengan senyum menggoda, seolah menantangku untuk menunjukkan sisi posesif itu.
956Please respect copyright.PENANAnWTb6oTy9c
Pria itu tampak kecewa, namun tidak bisa berkata apa-apa. Dia hanya mengangguk dan pergi, tatapannya masih terpaku pada Sinta hingga dia menghilang dari pandangan.
956Please respect copyright.PENANAZKYYEHQqZo
"Kamu sangat pintar, Sayang," bisikku, mencium keningnya, lalu mengusap punggungnya. "Kamu tahu bagaimana membuatku bangga. Kau tahu bagaimana menjadi pecunku yang sempurna."
Sinta mendongak, menatapku. "Aku hanya ingin memuaskanmu, Eros. Aku ingin menjadi wanita yang kamu inginkan. Wanita yang paling nakal dan liar untukmu."
956Please respect copyright.PENANAUCUTuTp7Cu
Sejak hari itu, "pendidikan" Sinta semakin intensif. Aku mulai memperkenalkan konsep-konsep yang lebih jauh, mendorong batas-batasnya dengan lembut namun pasti. Aku ingin dia tidak hanya menjadi liar di ranjang, tetapi juga dalam pikirannya, dalam setiap aspek hidupnya, hingga kenakalan itu menjadi bagian tak terpisahkan dari dirinya. Aku mulai mengajaknya menonton film-film yang lebih eksplisit, bukan hanya film porno biasa, tetapi film-film seni yang menampilkan adegan-adegan yang berani, yang menantang norma. Setelah itu, kami akan mendiskusikannya secara mendalam.
956Please respect copyright.PENANAgvBLG1aQlu
Aku akan bertanya padanya, "Apa yang kamu rasakan saat melihat adegan itu, Sinta? Apakah kamu ingin mencobanya? Apakah kamu ingin merasakan kebebasan seperti itu?"
Awalnya, dia akan sedikit malu, pipinya merona, namun perlahan, dia mulai terbuka, matanya memancarkan rasa ingin tahu yang besar. "Aku... aku merasa penasaran, Eros. Aku ingin tahu bagaimana rasanya... menjadi sebebas itu. Melakukan hal-hal yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya."
956Please respect copyright.PENANA6dlS24F7qI
"Kalau begitu, kita akan mencobanya, Sayang," kataku, mengusap pipinya, lalu mencium bibirnya. "Kita akan menjelajahi setiap keinginanmu, setiap fantasi tersembunyimu, setiap sisi gelapmu. Dan kamu akan menyukainya. Kamu akan ketagihan."
956Please respect copyright.PENANA9qsygOjTjM
Aku mulai memberinya "tugas" kecil yang semakin berani. Misalnya, aku akan memintanya untuk mengirimkan foto dirinya dalam pose menggoda saat aku sedang bekerja, atau mengenakan pakaian dalam yang sangat minim saat dia berada di rumah sendirian, bahkan saat ada orang lain di rumah. Awalnya, dia akan mengirimkan foto-foto yang masih sedikit malu-malu, pose yang masih sedikit kaku. Namun, setelah aku memujinya, mengatakan betapa seksinya dia, betapa aku terangsang olehnya, dia mulai mengirimkan foto-foto yang lebih berani, lebih eksplisit, dengan pose-pose yang semakin menggoda, tatapan mata yang semakin liar.
956Please respect copyright.PENANAeR1lNQpxej
Suatu sore, aku menerima sebuah foto dari Sinta. Dia mengenakan lingerie hitam transparan, berpose di depan cermin, dengan tangan membelai tubuhnya sendiri, jari-jarinya bermain di antara payudaranya, tatapannya penuh hasrat, bibirnya sedikit terbuka, seolah sedang mendesah. Aku tersenyum, sebuah seringai puas terukir di bibirku. Dia belajar dengan sangat cepat, melebihi ekspektasiku.
956Please respect copyright.PENANAiuJkjMx4lg
Aku segera meneleponnya, suaraku sedikit serak karena gairah yang tiba-tiba melanda. "Kamu sangat nakal, Sayang. Aku suka fotomu. Itu membuatku ingin segera pulang dan menerkammu."
"Benarkah?" bisiknya, suaranya terdengar senang, ada nada bangga di sana. "Aku hanya ingin kamu tahu, aku sedang memikirkanmu. Dan aku ingin kamu segera pulang. Aku ingin kamu menghukumku karena terlalu nakal."
"Aku akan segera pulang," kataku, suaraku semakin serak. "Dan kamu akan mendapatkan hukuman yang sangat manis, Sayang. Hukuman yang tidak akan pernah kau lupakan."
956Please respect copyright.PENANADo77x4cOiD
Ketika aku tiba di apartemen, Sinta sudah menungguku di pintu, masih mengenakan lingerie yang sama, bibirnya tersenyum menggoda, matanya berkilat liar. Dia tidak lagi malu. Dia berjalan mendekatiku, melingkarkan lengannya di leherku, lalu menciumku dengan penuh gairah, lidahnya bermain-main di dalam mulutku, sebuah ciuman yang menjanjikan lebih banyak lagi.
956Please respect copyright.PENANAEjiki4HqUA
"Aku sudah tidak sabar, Eros," bisiknya di antara ciuman, napasnya terengah-engah. "Aku ingin kau mengajariku lebih banyak lagi. Aku ingin menjadi pecunmu yang paling nakal. Aku ingin kau menguasai setiap inci tubuhku."
956Please respect copyright.PENANAZ38vWbryOm
Malam itu, aku mengajaknya ke tingkat yang lebih tinggi. Aku mulai memperkenalkan konsep "roleplay" yang lebih kompleks dan berani. Aku akan memintanya menjadi karakter tertentu, misalnya, seorang wanita yang ingin memuaskan setiap hasratku tanpa batas, atau seorang wanita yang baru saja tertangkap basah melakukan sesuatu yang sangat nakal dan harus menerima hukuman. Sinta, dengan sedikit bimbingan, mulai masuk ke dalam peran itu dengan sangat baik, seolah dia memang dilahirkan untuk itu.
956Please respect copyright.PENANAShUdVcqXm9
"Kamu adalah budakku malam ini, Sayang," bisikku, saat aku mengikat pergelangan tangannya dengan syal sutra ke kepala ranjang. Matanya membesar, namun tidak ada ketakutan di sana, hanya antisipasi yang membara, sebuah hasrat untuk menyerah.
"Apapun yang kamu inginkan, Tuanku," jawabnya, suaranya rendah, penuh kepatuhan, sebuah erangan kecil lolos dari bibirnya saat aku mencium lehernya.
956Please respect copyright.PENANARs06gmAxaT
Aku menyeringai. "Bagus. Sekarang, tunjukkan padaku seberapa bisa menjadi nakalnya kamu. Tunjukkan ke aku seberapa besar kamu menginginkan memuaskanku."
956Please respect copyright.PENANAizCQBA5PYr
Dia mulai menggeliat, mendesah, memohon padaku untuk menyentuhnya. Erangan-erangan yang keluar dari bibirnya semakin liar, semakin tanpa kontrol, semakin binal. Dia tidak lagi menahan diri. Dia sepenuhnya menyerah pada perannya, pada hasratnya, pada kendaliku.
956Please respect copyright.PENANA0gPT56Fab3
"Aahh... Eros... lebih... lebih cepat... aku mohon... aku ingin kau mengisiku dengan spermamu..." rintihnya, tubuhnya melengkung, pinggulnya bergerak tak sabar, seolah ingin menyatu denganku. "Aku ingin kau menghukumku, Tuanku... aahh..."
956Please respect copyright.PENANARuAp4xtnnP
Aku tahu, ini adalah puncak dari pendidikan yang kuberikan padanya. Sinta telah sepenuhnya bertransformasi. Dia tidak lagi hanya pasif. Dia adalah wanita yang liar, nakal, dan sepenuhnya patuh pada setiap hasratku. Dia adalah mahakaryaku, sebuah boneka yang sempurna, yang hanya akan menari di atas panggung yang kubuat, di bawah kendaliku sepenuhnya.
956Please respect copyright.PENANA69kLMbaMdr
Aku membenamkan wajahku di lehernya, menghirup aroma tubuhnya yang bercampur keringat dan gairah. "Kamu adalah pecunku yang paling sempurna, Sinta," bisikku. "Dan kamu akan selalu menjadi milikku. Selamanya."
Sinta mendesah, lalu memelukku erat, tubuhnya gemetar karena kenikmatan. "Selamanya, Eros. Aku milikmu. Sepenuhnya. Aku suka menjadi pecunmu."
956Please respect copyright.PENANAoxHcNBoRVq
Aku tahu, jaring yang kubangun untuknya kini telah sempurna. Sinta telah terperangkap, tidak hanya dalam tubuhku, tetapi juga dalam pikiranku, dalam obsesiku. Dia tidak akan pernah bisa lepas. Dan aku tidak akan pernah membiarkannya. Babak selanjutnya akan menjadi eksplorasi lebih dalam tentang kepatuhannya, tentang bagaimana dia akan memuaskan setiap hasratku, dan bagaimana dia akan menikmati peran barunya sebagai wanita yang binal, yang hanya hidup untukku.
ns216.73.216.100da2