Layar TV masih menyala, meskipun volumenya kuturunkan hingga131Please respect copyright.PENANAgmUGNRJsw3
nyaris tak terdengar. Di tengah ranjang, aku berbaring setengah telanjang.131Please respect copyright.PENANAxuSnoxeNK9
Celana pendek yang kupakai sudah diturunkan separuh, dan tangan kananku sibuk131Please respect copyright.PENANAz6aHkxu4rO
memainkan irama sunyi yang hanya bisa dipahami tubuhku sendiri. Film di layar131Please respect copyright.PENANA1cCBYEtf3c
berjalan lambat, adegan demi adegan menggoda syaraf, membakar pelan-pelan131Please respect copyright.PENANAzfXC826Q5n
imajinasi. Suara perempuan di TV mendesah dalam bahasa asing, tapi tubuhnya131Please respect copyright.PENANAkkvI6vnC7l
bicara dalam bahasa universal yang tak butuh terjemahan.
Saat aku berada di ujung ketegangan, klik—suara gagang pintu131Please respect copyright.PENANAUmpV1wqddQ
berputar pelan. Lampu kamar tak sepenuhnya padam, dan dari balik pintu yang131Please respect copyright.PENANAU0zdRi8TIL
terbuka sedikit, sosok Rina muncul. Aku membeku. Refleks, aku menarik selimut,131Please respect copyright.PENANAZLG9jrpwiK
tapi tak cukup cepat untuk menyembunyikan seluruhnya.
“Eh... maaf, Mas Andre. Kupikir sudah tidur,” ucapnya.131Please respect copyright.PENANAQ39mEo6May
Suaranya pelan, tapi tidak tergesa. Matanya menatapku lurus. Bukan kaget. Bukan131Please respect copyright.PENANAlC9fMoPVNq
juga malu.
Aku menelan ludah. “Iya, Mbak... tadi mau tidur. Tapi... eh,131Please respect copyright.PENANAY51bcHE3so
ya... iseng muter CD-nya.” Aku menunjuk ke layar sekenanya.
Ia tersenyum. “Aku lupa kasih tahu. Laci itu memang penuh131Please respect copyright.PENANAVOEUAGl68S
CD... sebagian milik mantan suamiku dulu.” Ia masuk pelan, lalu menutup pintu131Please respect copyright.PENANAv7pj2ff0Sb
di belakangnya. “Aku cuma mau ambil pakaian tidur. Lemariku lagi berantakan.”
Aku mengangguk, tidak bisa berkata apa-apa. Mataku131Please respect copyright.PENANASFJCFvsBX0
mengikutinya saat ia berjalan menuju lemari di sisi kanan ranjang. Langkahnya131Please respect copyright.PENANAGZ9fqMRHIr
pelan, tapi tidak ragu. Daster biru yang dikenakannya semakin melekat di tubuh131Please respect copyright.PENANA3n3h2f0KuN
karena udara malam yang lembap. Saat ia jongkok membuka laci, bagian belakang131Please respect copyright.PENANAAVQf2T50Rc
dasternya terangkat sedikit—cukup untuk memperlihatkan garis samar paha putih131Please respect copyright.PENANAdwwElEzpI1
yang membuat tenggorokanku kering.
Ia menoleh padaku. Matanya melirik layar TV, lalu kembali ke131Please respect copyright.PENANABe7XdJ1IZq
wajahku. “Nggak usah dimatiin, Mas. Nonton aja kalau belum ngantuk.”
Aku hanya tersenyum kaku. “He-he... nggak, Mbak. Tadi131Please respect copyright.PENANAviyz8XyJVi
cuma... ya, iseng aja.”
Rina berdiri, membawa sehelai pakaian dalam dan kaus131Please respect copyright.PENANA1BI7smUumz
longgar. Tapi alih-alih langsung keluar, ia duduk di sisi ranjang. Jarak kami131Please respect copyright.PENANAWOubdr25jQ
tak sampai sejengkal. Aroma tubuhnya langsung menyergap. Lembut, hangat,131Please respect copyright.PENANAlh4RVYrdqr
seperti habis mandi sore tapi menyisakan sesuatu yang liar di balik kelembutan131Please respect copyright.PENANASc7Ehs4Bwh
itu.
“Nggak usah malu. Aku ngerti kok... cowok sendirian di131Please respect copyright.PENANAO9q9Gv537M
kamar, dapet tontonan kayak gitu, ya wajar. Manusia, kan?” katanya sambil131Please respect copyright.PENANAMoZs4nrKAB
tersenyum tipis.
Aku tak sanggup menjawab. Tubuhku kaku, bukan karena131Please respect copyright.PENANAZcFknXRkOy
takut... tapi karena detak jantung yang menggedor terlalu keras.
Rina menatapku sebentar, lalu menyalakan TV lagi. Adegan di131Please respect copyright.PENANA1zYIMn5CeJ
layar menampilkan wanita telanjang menindih pria sambil menggeram pelan. Rina131Please respect copyright.PENANA8eRW77bAxP
hanya menonton tanpa suara. Tangannya kemudian... berpindah. Menyentuh lututku.131Please respect copyright.PENANAPxEJBQOreR
Lalu perlahan naik ke paha. Aku membeku.
131Please respect copyright.PENANAjHcM0CROms
“Biarin aja... toh aku juga nggak bisa tidur,” bisiknya131Please respect copyright.PENANABXVnnRgemY
nyaris tak terdengar, lalu senyum di bibirnya berubah. Lembut, sabar, tapi131Please respect copyright.PENANAdEwVup5MyH
mengandung sesuatu yang tidak bisa dihindari.
Sentuhan di pahaku tidak kasar. Justru sebaliknya pelan,131Please respect copyright.PENANARObvYMXX9i
ringan, seperti angin yang ragu tapi tahu arah. Rina tidak bicara. Matanya131Please respect copyright.PENANAtYsVFoycsw
tetap ke layar, seakan ingin menunjukkan bahwa ini bukan kejadian besar. Tapi131Please respect copyright.PENANALVMRkyeOFs
telapak tangannya tak pernah berhenti bergerak, dan tubuhku mulai bereaksi.131Please respect copyright.PENANAJXaAuq4taK
Perlahan. Diam-diam. Tapi sangat pasti.
Aku menelan ludah. Ruangan ini sunyi, tapi penuh suara tak131Please respect copyright.PENANALKrYdAZZKL
terdengar—desahan dari TV, detak jantungku sendiri, napas Rina yang mulai tak131Please respect copyright.PENANArNf5rh1Nu2
teratur, bahkan suara kulitku yang bersentuhan dengan seprai. Semua menjadi131Please respect copyright.PENANAigzW3l1k0k
satu nada yang aneh, tak nyaman, tapi menggoda. Dan aku tidak tahu bagaimana131Please respect copyright.PENANAfHpJyw7zjT
harus bersikap.
“Kamu tegang?” bisiknya, akhirnya.
Aku tidak menjawab. Hanya menatap lurus ke depan, berusaha131Please respect copyright.PENANA3Vci35jzdc
tetap waras. Tapi setiap inci dari tubuhku menjeritkan hal lain.
Rina menggeser tubuhnya sedikit lebih dekat. Pahanya kini131Please respect copyright.PENANAeVHDbEiEfn
menyentuh sisi pahaku. Lengan kirinya menempel pada pinggangku. Aku bisa131Please respect copyright.PENANA4vY5J7Nff9
merasakan kulitnya langsung—hangat, licin karena lotion atau keringat tipis.131Please respect copyright.PENANAtZcBA584dd
Aku masih setengah tertutup selimut, tapi jelas, tak ada yang tersembunyi131Please respect copyright.PENANAAzU8OA0Udp
sekarang. Ia tahu itu. Aku tahu ia tahu.
“Nggak perlu ditahan,” ucapnya lirih. “Nggak ada yang akan131Please respect copyright.PENANAc0TOQxhDnl
marah.”
Napasnya menyentuh leherku. Bulu kudukku berdiri. Tapi bukan131Please respect copyright.PENANAELFkuNQuRH
takut. Bukan juga jijik. Ini... sesuatu yang lebih tua dari logika. Dorongan131Please respect copyright.PENANAmNoRfBVaCK
purba. Rasa ingin yang tak pakai bahasa.
Aku menoleh perlahan. Matanya ada di sana, menunggu. Lurus131Please respect copyright.PENANAYYZZPx12ro
menatapku. Tak ada senyum, tapi juga tak ada tekanan. Yang ada hanya... ruang.131Please respect copyright.PENANA8U9bmTjboO
Ruang untuk jatuh. Atau untuk menarik diri.
131Please respect copyright.PENANAgkEbtvv2Z5
Rina mengangkat tangannya, menyentuh pipiku sebentar, lalu131Please respect copyright.PENANANI7povO9ny
turun ke dagu. Jemarinya dingin, tapi membuat darahku mendidih. “Kamu lelaki131Please respect copyright.PENANACV7BtxB292
baik, ya?” katanya pelan. “Tapi bahkan lelaki baik... bisa haus juga.”
Rina keluar dari kamar Andre, meninggalkan napasnya yang131Please respect copyright.PENANAQuPbi7kDjD
masih terasa di udara. Pintu tertutup perlahan, tapi pikirannya masih terbuka131Please respect copyright.PENANA20y5n8eSpK
lebar. Andre tetap terdiam di atas ranjang. Tangannya masih gemetar, bukan131Please respect copyright.PENANAfzqNAHEDrE
karena takut, tapi karena tubuhnya menolak tenang. Ia menatap ke arah televisi131Please respect copyright.PENANAW1zWfNtzKW
yang kini menampilkan tubuh telanjang yang bergerak lambat, dan tanpa sadar,131Please respect copyright.PENANAuirySmwbVX
tangannya kembali merayap ke bawah perut. Sentuhan itu bukan sekadar fisik.131Please respect copyright.PENANAV0aCyPDJN6
Kali ini ada bayangan Rina di dalamnya. Ada wajahnya, suaranya, aroma tubuhnya.
Tapi sesuatu membuatnya bangkit. Ia haus... bukan pada air,131Please respect copyright.PENANAGnOtDHWTCn
tapi pada jawaban. Jawaban dari desahan yang samar terdengar dari lorong.131Please respect copyright.PENANATxD0ZWUc4t
Suara-suara yang tidak berasal dari film, tapi nyata. Ia pelan membuka pintu,131Please respect copyright.PENANAILsWIMqyuu
hanya ingin memastikan. Langkahnya hati-hati. Udara luar kamar jauh lebih131Please respect copyright.PENANABMRuw9kqW4
hangat—atau mungkin hanya karena tubuhnya sendiri yang memanas.
Ruang tengah dipenuhi oleh cahaya redup dari lampu gantung.131Please respect copyright.PENANA4VLzyaLX2E
Tapi bukan itu yang menarik mata Andre. Di tengah sofa, Rina—daster sudah tak131Please respect copyright.PENANAYfRj7ekx2A
ada—tengah duduk dengan kaki tertekuk, telanjang seutuhnya. Di sebelahnya,131Please respect copyright.PENANA06XV8CYpzx
seorang lelaki tinggi—Arya, entah siapa dia—sedang menciumi leher Rina sambil131Please respect copyright.PENANAcDu7knW29y
tangannya meremas dadanya. Di sisi lain, seorang perempuan muda—Nova, mungil131Please respect copyright.PENANAShX4ML21bw
dan sensual—sedang berlutut di antara paha Rina, menjilati dengan gerakan131Please respect copyright.PENANAcZGZxu4qlJ
ritmis dan intens.
Andre membeku di ambang pintu. Matanya membesar. Napasnya131Please respect copyright.PENANAm4YYEOKaeY
tercekat. Tapi tubuhnya... kembali menegang.
"Apa yang kulihat ini...?" batinnya menjerit, tapi131Please respect copyright.PENANAHsPSuVBsfH
bibirnya bisu.
Ia tidak tahu berapa lama ia berdiri di sana, tapi tangannya131Please respect copyright.PENANAbmLPEXuMah
sudah mengusap perlahan kemaluannya di balik celana. Gerakannya lambat, nyaris131Please respect copyright.PENANAbAh75AEFm3
seperti takut dirinya sendiri. Tapi ketika desahan Rina makin tinggi, dan tubuh131Please respect copyright.PENANABLW9ichtRf
Nova menggeliat di antara paha Rina seperti hewan lapar, Andre tidak tahan131Please respect copyright.PENANAz0Y4owxue3
lagi. Tangannya menyelinap masuk ke celana. Celana diturunkan perlahan. Ia lupa131Please respect copyright.PENANAnF3TJqWzDo
akan pintu. Ia lupa akan
Lalu brug...
CEk kelanjutannya di
https://victie.com/novels/terlanjur_basah_terpaksa_mendesah
ns216.73.216.194da2