73Please respect copyright.PENANAJ2PK5Sa8q2
73Please respect copyright.PENANAzxQUpLeFJx
Ruangan yang tadinya sunyi itu tiba-tiba gaduh oleh seorang lelaki yang terbangun dengan terbatuk-batuk. Di sekitar mulut, leher, terutama perutnya penuh dengan sperma yang telah mengering.
Adi berusaha duduk ketika dirasakannya selangkangannya nyeri. Ia meringis sambil memegangi perutnya. Menetralisir rasa pusing juga nyeri yang datang bersamaan ketika rasa mual itu melanda, netra Adi segera menyisir seluruh ruangan dan ketika ia sudah menemukan pintu kamar mandi. Adi segera lari tertatih-tatih menuju kamar mandi tersebut..
"Huek! Huek! Huek!" Adi memuntahkan semua isi perutnya yang hanya berupa cairan bening.
Adi jatuh terduduk di atas kloset, perutnya terasa panas dengan pusing yang membuta kepalanya terasa berkunang-kunang. Rasanya ia ingin sekali menjedotkan kepalanya ke kaca yang tengah menampilkan tubuh telanjang dengan banyaknya bercak keunguan tersebut.
Adi membasuh wajahnya dan keluar dari sana. Ditelitinya baju-baju miliknya yang berserakan di mana-mana. Adi meraih ponselnya yang tergeletak di atas laci, ia yang belum memakai pakaiannya kembali itu terduduk dipinggir ranjang. Menerka-nerka apa yang sudah terjadi padanya semalam. Tetapi, melihat keadaannya, hanya ada satu jawaban akan itu.
Adi tersenyum tipis ketika memikirkannya. "One night stand, huh?" gumamnya.
Jarinya membuka ponsel itu dengan sidik jarinya. Seketika mata Adi melebar ketika layar langsung dibawa pada galeri di mana ada banyak foto baru yang ditambahkan.
Adi mengulirkan layar ke bawah. Foto dan video itu berisi diiringi yang tengah bersetubuh dengan seorang pria asing yang baru kemarin dikenalnya. Telinga Adi memanas ketika melihat dirinya yang berciuman dengan William.
"Hah?"
Tampilan beralih pada video di mana diperlihatkan dirinya yang tengah menunggangi William, dengan semangat Adi dalam video itu memaju-mundurkan bokongnya. Adi kemudian mengulirkan layar itu kembali. Ada sebuah foto yang tampak ganjil. Adi memperbesar tampilannya.
"Aku di atas?" tanya Adi pada foto itu.
Di mana di sana diperlihatkan Adi yang tengah memasuki William. Dada Adi berdesir, sayang sekali ia melakukannya dalam keadaan mabuk. Karena seumur-umur ia selalu menjadi pihak bawah yang harus menerima pasrah penis-penis tak berperikemanusiaan bagai mimpi buruk dalam tidurnya.
"Apa aku harus memposting ini di Twitter?" Adi tampak berpikir.
Tangan kirinya menggenggam penis mungilnya dan meremasnya pelan, memberikan sensasi nikmat yang selalu menjadi candunya. Adi berbaring dan mengangkat kakinya lebar-lebar, terus mengocok penisnya sendiri.
Tangan kanannya melemparkan ponsel itu ke atas kepalanya dan ia masukkan telunjuknya ke dalam dubur, dengan gerakan maju mundur, Adi menambah jari tengah lalu ditambah 3 jari sekaligus. Adi meringis ketika perih menjalari duburnya yang ia masuki jari tanpa pelumas. Sedangkan tangan yang satunya lagi masih sibuk mengocok penisnya.
Netra Adi terpejam erat dengan ia yang mengigit bibir bawahnya sendiri dan membiarkan mulutnya mendesah hebat.
Setelah ia mendapatkan pelepasan pertamanya pagi itu, Adi menjilati spermanya sendiri hingga habis. Ia kemudian meraih ponsel---masih berbaring dengan kaki mengangkang- dan memposting semua video dan foto yang William ambil ke akun Twitter pribadinya dengan hastag #OnlyFans.
Sejak merajuk pada Kris. Dirinya belum lagi disentuh oleh siapa pun kecuali jari-jari nakalnya. Dan pelecehan yang William lakukan padanya kemarin membuat dirinya sadar bahwa ia tidak bisa terlalu lama berjauhan dengan seks dan uang haramnya.
"Apa aku harus menemui Kris hari ini?" gumam Adi, ia menatap langit-langit atap.
Adi sudah menurunkan kakinya dengan penis miliknya yang sudah tidur pulas. Adi beranjak dari kasur dan memunguti pakaiannya. Memandang horor ketika melihat bajunya sudah sobek tak berbentuk tergeletak di lantai.
****73Please respect copyright.PENANA0QJFUiBMHX
73Please respect copyright.PENANAlqZ7MMLKvP
73Please respect copyright.PENANAicsNcVmgz5
73Please respect copyright.PENANArKoRAp0Muu
73Please respect copyright.PENANAb4wRix849d
Tadinya Adi ingin menyuruh Kris atau siapa pun itu untuk mengantarkannya baju, tapi ketika dia tidak ingat tengah berada di mana, Adi mengurungkan niat itu.
Sekarang dirinya berjalan keluar klub dengan bertelanjang dada. Celana jeansnya terus menggesek penisnya yang tak memakai celana dalam itu tiap kali ia berjalan, karena dia tak bisa menemukan celana dalamnya di mana pun.
Adi menoleh tajam pada beberapa lelaki yang memandanginya sambil bersiul-siul. Rata-rata mata mereka menatap gundukan ditengah selangkangannya. Juga tubuh Adi yang tampak begitu jelas memiliki bekas keungu-unguan.
"Andai aku sudah tidak punya rasa malu, aku sudah seret mereka dan akan ku perkosa mereka di tengah jalan!" gumam Adi lirih bercampur kesal. Benar-benar hanya dia yang dapat mendengarnya.
Pukul delapan pagi dan jalanan kota Seoul sudah begitu padat. Adi tidak ingin memikirkan apa yang akan orang-orang itu pikirkan tentang dirinya yang bertelanjang dada sepagi ini di keramaian, toh biasanya penggemarnya di seluruh dunia juga sudah melihatnya tanpa sehelai benang pun.
Adi berlari kecil menuju taksi yang berhenti diseberang jalan---yang tengah menurunkan seorang penumpang. Ketika dengan tiba-tiba ada mobil yang melaju kencang dari arah tikungan.
Adi yang melihat mobil tersebut refleks lari bersamaan dengan suara klakson yang memekakkan telinga, namun dengan langkah mundur dan berakhir tersandung dan jatuh. Adi memalingkan wajahnya ketika mobil tersebut tampak seperti raksasa yang akan melindasnya.
Suara decitan ban dan pekikan orang-orang menjadi latar kejadian pagi itu.
Jantungnya serasa ingin lepas. Adi coba melihat ke depan ketika tidak dirasakannya hantaman pada tubuhnya. Mobil hitam berjenis Audi itu hanya berjarak tiga jengkal dari wajahnya.
Seorang laki-laki bertopi hitam dan membawa tas punggung keluar dari mobil itu dengan wajah berkeringat akibat kesal menghampirinya.
"Kau tidak apa-apa?"
Adi menoleh pada suara berat itu. Sesaat, kedua mata lelaki itu seakan memiliki magnet. Hingga lelaki lain yang tengah bersimpuh di tengah jalan itu memutuskan pandangan mereka.
Tanpa menjawab pertanyaan orang yang hampir menabraknya. Adi coba bangkit sendiri, dirinya meringis tatkala luka pada siku juga punggungnya baru terasa perih. Luka di sikunya itu mengeluarkan darah yang cukup banyak, sedangkan punggungnya hanya memiliki goresan dibeberapa bagian terutama pinggang.
Orang-orang yang memekik tadi sudah kembali pada aktivitasnya. Mungkin kecewa bahwa adegan tabrak lari yang akan menjadi hiburan mereka pagi itu tidak jadi terlaksana.
"Aditya?"
Adi yang tengah sibuk menikmati rasa sakit pada tubuhnya itu dibuat merinding ketika sosok lelaki tinggi di hadapannya itu memanggilnya dengan nama aslinya. Dengan gerakan acuh tak acuh. Adi melangkahkan kakinya cepat; menghindar dari lelaki yang hampir menabraknya tersebut.
Namun, lelaki itu dengan cepat mencengkeram pergelangan tangannya. Membuat Adi seketika terpenjara. Dengan marah, Adi menatap manik lelaki yang sudah lama tak ditemuinya itu. Dadanya naik turun akibat amarah yang selama ini dipendamnya.
"Lepas!" perintah Adi.
"Kau terluka," kata lelaki itu, "setidaknya aku harus mengobati lukamu dulu." Lelaki itu menarik tangan Adi dan membawanya masuk kedalam mobil.
Adi yang memang tidak ingin berdekatan dengan lelaki itu lagi berusaha untuk tidak mengerakkan badannya. Kakinya ia kunci ditempatnya saat ini berdiri.
"Aku bisa mengobati lukaku sendiri," seperti dulu, ucap Adi bersikeras.
Lelaki itu menggeleng. "Tidak akan aku biarkan." Ia meraih satu tangan Adi yang lain dan menyeret lelaki yang jauh lebih pendek darinya itu masuk ke dalam mobilnya.
Sayangnya Adi adalah orang yang keras kepala. Dengan kesal, lelaki itu menatap tajam Adi dan mengendong Adi bridal.
"Apa yang ... ? Aish, lepaskan aku!" Adi memberontak dengan kedua tangannya yang memukul-mukul punggung orang di masa lalunya tersebut.
Lelaki itu memasukkan Adi ke dalam mobilnya. Ia juga masuk melalui pintu yang sama dengan Adi ---karena takut lelaki itu akan melarikan diri. Adi sempat menahan napas kala wajah lelaki itu hanya berjarak sehasta dari wajahnya.
Waktu seakan berhenti. Begitu pun dengan jantung dan paru-parunya yang seakan berhenti sedetik. Kemudian waktu tiba-tiba kembali bekerja ketika lelaki itu sudah duduk dikursi kemudi dan mengunci pintu mobil.
Lelaki itu tersenyum. Diambilnya kotak P3K yang selalu dibawanya dalam mobil. "Bagaimana kabarmu?" Pertanyaan basa-basi yang entah bagaimana mengoyak jantung si penanya.
Adi diam tak menjawab. Dipalingkannya wajah bantal itu dari sosok di sampingnya.
Lelaki itu menghela napas. "Berikan sikumu," mohonnya, yang tak mendapatkan respons.
Dengan hati-hati. Ia meraih lengan kanan Adi yang terluka, sempat melirik sekilas pada Adi yang tak lagi memberi penolakan. Begitu yakin, ia langsung mengolesi cairan anti septik itu perlahan.
"Ashh," desis Adi kesakitan.
"Maaf, aku akan lebih berhati-hati." Lelaki itu menepati janji, karena setelahnya ia hanya perlu memberi perban pada luka itu. "Sekarang coba tunjukkan punggungmu yang terluka," mintanya lagi.
Adi menatap sosok dihadapannya itu sinis. "Aku ingin keluar dari sini," ketusnya.
Entah bagaimana perutnya terasa tergelitik ketika indera penciumannya menghirup aroma sosok disampingnya itu, wangi khas yang sudah lama tak dihirupnya; yang berusaha ia singkirkan.
"Iya, nanti Aditya. Setelah aku selesai membersihkan lukamu."
"Wisnu!" Adi benar-benar habis kesabaran. Sejak tadi ia menunggu kata itu terucap langsung. Tetapi, bagai burung yang berharap pada sang pemburu agar dibebaskan dari sangkar berkarat.
Wisnu menatap wajah Adi yang habis membentaknya. Air muka itu begitu bersih dari masa lalu, sangat berbeda sekali dengan Adi yang justru kental akan masa lalunya.
"Iya?"
"Kenapa kau tadi tidak jadi membunuhku saja?"
****73Please respect copyright.PENANAyc7gVxVxyC
73Please respect copyright.PENANAPTPAjPGaBE
73Please respect copyright.PENANAEJvtj7Q8QT
73Please respect copyright.PENANABGKBNY5Frn
73Please respect copyright.PENANAdxqGg17uvP
Apa yang kalian lihat pada seseorang di masa kini, entah itu baik, buruk, atau sesuatu yang menyenangkan, atau juga penuh perjuangan, dan kegagalan. Semuanya akan terlihat pada masa sekarang di mana kita saat ini bernapas.
Adi merebahkan tubuhnya pada kasur queen size putih itu. Dicoba pejamkannya mata itu meski sulit. Bayangan kejadian di mana ia hampir ditabrak oleh mantan kekasihnya semasa sekolah menengah atas membuatnya seakan kembali pada masa itu. Masa di mana Adi sangat asing dengan dunia yang saat ini digilainya; seks bebas.
Flashback.
"Aditya, kemari!" panggil Wisnu, yang sudah duduk bersila di atas kasurnya sambil memangku laptop.
Aditya yang baru datang langsung menutup pintu dan menghampiri Wisnu. "Woah, apa itu hadiah ulang tahun dari orang tuamu, Wisnu?" kagum Aditya ketika melihat laptop baru milik kekasihnya.
Dengan bangga, Wisnu mengangguk. "Bukankah ini keren?" katanya sambil mengangkat laptop itu.
Aditya mengangguk setuju. "Iya, keren." Diletakkannya tas selempang yang sejak tadi dibawanya. Aditya mengambil tempat duduk disamping Wisnu. "Apa kita akan belajar dengan laptopmu ini?" tanya Aditya yang mendapatkan gelengan dari Wisnu. "Lalu?"
"Coba tebak?"
Aditya berpikir. "Kau mengajakku ke sini untuk bermain game dengan laptop mu itu, tapi kau membohongiku dengan dalih belajar kelompok?" tebak Aditya.
Wisnu kembali menggeleng, dengan senyum yang coba ditahannya. "Aditya, apa kau menguncinya pintu kamarku?" tanya Wisnu balik.
Aditya menggeleng. "Tidak ku kunci, memangnya ada apa?"
Mendengar itu, Wisnu langsung beranjak dari kasurnya menuju pintu dan mengunci pintu tersebut. "Ayah, ibu, dan kakakku tengah pergi ke acara pernikahan dan kemungkinan akan pulang larut malam," Wisnu memberi tahu.
"Iya, lalu?" Aditya menatap Wisnu yang melepas seluruh bajunya dengan bingung bercampur malu, dipalingkannya wajah itu dari tubuh Wisnu. "Wisnu, apa kau ingin mandi?"
Wisnu kembali menggeleng dan duduk ditempatnya tadi. "Aditya, sudah berapa lama kita berpacaran?" Wisnu menarik wajah Aditya agar mau melihat kearahnya yang sudah telanjang bulat.
Dengan pipi serta telinga memerah. Aditya menjawab, "Tiga bulan? Minggu depan adalah anniversary kita."
Wisnu tersenyum. "Untuk merayakan anniversary kita, aku ingin menunjukkan sebuah video padamu."
Wisnu membuka laptopnya dan memutar video yang berisi sepasang lelaki tanpa busana yang tengah saling bercinta. Aditya yang melihat itu refleks menutup matanya; malu.
Wisnu berusaha menyingkirkan tangan mungil Aditya dari wajahnya. "Jangan ditutupi matamu, kau harus melihat video ini hingga selesai," perintah Wisnu.
Namun Aditya menggeleng. "Itu video apa? Kenapa mereka tidak memakai baju dan saling menyesap penis seperti itu? Lalu, lalu kenapa air kencing mereka berwarna putih kental?"
Aditya yang menutupi wajah, meski sedikit mengintip isi video itu melontarkan banyak pertanyaan pada Wisnu. Jujur, sesuatu dibagikan bawahnya memanas dan menegang. Sangat tidak nyaman ketika penisnya semakin menegang dan berkedut-kedut sedangkan Aditya tidak terlalu paham apa yang terjadi pada tubuhnya.
Wisnu tertawa--- diiringi rasa nyeri pada penisnya yang sudah mengeras---mendengar pertanyaan Aditya. "Itu namanya seks, Aditya," jawab Wisnu, "seks itu biasanya dilakukan oleh dua orang yang ingin saling mengungkapkan rasa cinta yang teramat besar," Wisnumenjeda ucapannya, "Aditya, apa kau benar-benar mencintaiku?"
Aditya membuka matanya. Suara-suara desahan dalam video itu masih mendominasi kamar itu. "Apa maksudmu, Wisnu? Tentu saja aku sangat mencintaimu!"
Wisnu mendekatkan tubuhnya pada Aditya, mengurung lelaki itu dibawahnya. "Kalau begitu, tonton video ini hingga selesai, jangan lewatkan satu adegan pun. Dan setelah itu ayo kita buktikan seberapa besar cintamu padaku, begitu pula sebaliknya, aku akan membuktikan seberapa besar cintaku padamu."
Wisnu mengecup leher Aditya, melepas paksa baju Aditya dan menyuruhnya menonton video dewasa berdurasi 2 jam tersebut, sedangkan dirinya sibuk bermain dengan penis sang kekasih.
Flashback End.
.
.
.
"Ahaha~ Hisap lebih dalam, Kris, uehh!" desah Adi dengan mata terpejam dan mulut menganga. Kedua tangannya sibuk menjambak rambut Kris di mana mulut lelaki itu tengah sibuk menghisap penisnya.
Adi mengangkangkan kakinya lebih lebar. Dirinya seperti ditarik untuk masuk lebih dalam dan tiba-tiba didorong keluar.
"Ouh, yeah, ini hebat!" gumam Adi merancau. "Kau ... luarbiasa, Boss! Ahahah~."
Kamar apartemen itu kini hanya diisi oleh desahan sang aktor dan suara mulut sang sutradara yang beradu dengan penis Adi.
"Ahahh!" Adi dan Kris sama-sama mendesah puas kala Adi mendapatkan pelepasannya.
Kris segera bangkit dan melepas ikat pinggangnya. Sedangkan Adi yang sudah telanjang bulat memilih membaringkan tubuhnya dengan tangan terlentang pasrah, kedua kakinya masih betah tertekuk mengangkang lebar-lebar; memperlihatkan penis mungilnya yang memerah.
Kris yang sudah melepaskan celananya langsung mengangkat bokong Adi dan mencari di mana lubang hangat yang begitu dipuja-puja itu bersembunyi.
"Akhirnya, sudah lama aku tidak mengunjungimu, Sayang," puji Kris sambil menciumi bokong Adi.
Tanpa pikir panjang, ia langsung melesatkan miliknya yang 5x lebih besar dan panjang dari milik Adi itu masuk. Membuat sang empunya surga sedikit meringis kala merasakan benda asing yang keras dan panjang tiba-tiba saja menerobos masuk ke dalam dirinya.
Kris mendiamkan selama beberapa detik sebelum akhirnya ia sedikit demi sedikit mengeluar-masukkan penis miliknya begitu lancar. Kris tersenyum lebar. "Lihat, Adi."
Adi yang dipanggil berusaha bangkit dan mengintip penis milik Kris yang keluar-masuk dari dalam anusnya sekilas.
"Milikku begitu pas dengan surga becek ini," kata Kris. "Ahh, kau begitu dalam dan nikmat, pantas kau memiliki banyak penggemar," puji Kris lagi sambil menggoyangkan pinggulnya, sementara Adi sedikit mengimbangi gerakan Kris.
"Hmmm, kau juga begitu besar dan panjang, ahh~," rancau Adi, "kau menyodokku tepat sasaran, membuatku melayang~."
Adi kembali mengerakkan pinggulnya lebih semangat. Begitu pun dengan Kris yang semakin brutal menggenjot Adi.
Ruangan kamar itu hanya diisi desahan dan suara becek serta kulit yang saling beradu. "Auh, kau sungguh nikmat Adi! Biarkan kontolku ada di dalam sini lebih lama~!"
Kreak~~
Tiba-tiba pintu kamar itu terbuka ketika Adi dan Kris tengah bercinta, menampilkan sosok Mulya dan Yanto dari balik pintu.
"Aku sudah menemukan spot baru untuk syuting hari ini...." Begitu Mulya melihat apa yang tengah dua orang itu lakukan, ia segera menggaruk tengkuknya. "Oh, sepertinya kami datang diwaktu yang sangat-sangat tidak tepat," ujar Mulya sambil memalingkan wajah; pura-pura tidak lihat.
"Apa aku boleh bergabung?" tanya Yanto polos ketika melihat apa yang tengah Kris dan Adi lakukan.
Mulya dan Bram menoleh pada Yanto dengan bibir menyeringai; menyetujui ide rekannya itu. Lalu keduanya tanpa izin langsung melepas seluruh pakaian dan berjalan menghampiri Adi dan Kris sambil memegangi buah zakar mereka.
Kris yang tahu apa yang akan mereka lakukan langsung bergegas mempercepat sodokannya pada lubang anal Adi hingga membuat tubuh lelaki mungil itu terhentak-hentak hebat hingga mulutnya tak berhenti mendesah.
Adi tersenyum sayu ditengah persetubuhannya dengan Kris pada ketiga rekannya. "Ayo, perkosa aku semua ah ahh ah ah," gumam Adi lemah.
Bram meminta Kris untuk sedikit bergeser, membuat Kris mendengus tak rela meski pada akhirnya tetap memberi ruang bagi penis panjang Bram untuk masuk.
Sedangkan Mulya memilih meraih kepala Adi, mencium bibir kucing itu sebentar sebelum akhirnya ia bungkam mulut itu dengan penisnya yang telah menegang.
Mulya memajukan tubuhnya, menaikturunkan benda kebanggaannya itu pada rongga mulut Adi. Memperkosa mulut kecil yang dengan suka rela diperlakukan semena-mena olehnya.
Bunyi kolohan keluar dari mulut Adi seiring dengan lidahnya bermain pada buah zakar yang tengah memporak-porandakan mulutnya. Membuat mulutnya Mulya tak henti mendesah kan namanya memuji.
"Ah, yah, lebih cepat, Adi! Ahh ohh oh!"
Sementara Kris dan Bram tak begitu mempedulikan apa yang tengah Mulya dan Adi lakukan. Kedua laki-laki itu fokus mencari kenikmatan mereka sendiri lewat lubang anal sang profesional.
Dua buah kejantanan yang silih berganti masuk dan keluar secara teratur dari lubang anal yang terus berkedut lapar. Keduanya seakan berlomba mana yang paling membuat Adi kewalahan.
Yanto sendiri baru selesai melepas seluruh pakaiannya ketika ia naik ke atas kasur dan bergabung ke dalam pesta. Ia meraih tangan kiri Adi dan memaksa lelaki itu untuk mengocok miliknya.
Dengan sikap, Adi mencengkeram milik Yanto, meremas dan memelintir penis pemuda Jawa itu. Tidak ada keraguan sama sekali, ia sudah sangat terbiasa dengan benda yang berada ditangan, mulut, dan selangkangannya itu.
Sementara Adi tengah memberikan servis untuk dirinya. Kedua tangan Yanto sibuk mengatur kamera dan merekam aktivitas yang tengah mereka berlima lakukan.
"Wow, Yanto. Apa yang tengah kau lakukan?" seru Kris dengan napas tersengal setelah mendapatkan orgasmenya.
"Mengabadikan momen panas kita," jawab Yanto meringis ketika tangan Adi meremas miliknya terlalu erat ketika pemuda itu merasakan pelepasannya lagi.
Kris beranjak dari tempatnya setelah menampar pantat Adi, ia lalu mendengus. "Pastikan kau menyamarkan wajah kita jika ingin mempostingnya, aku tidak ingin kekasihku kembali mengamuk kalau dia sampai tahu aku menggauli Adi lagi."
"Hm, oke."
Bram yang merasa mendapatkan ruang lebih luas mencabut miliknya. Ia lalu memasukkan kepalan tangannya pada milik Adi. Membuat pemuda itu melotot penuh di dalam dirinya, baik yang di bawah mau pun dimulutnya.
Tubuh Mulya bergetar selama beberapa saat ketika cairan putih kental itu sepenuhnya dia semburkan pada mulut Adi.
"Telan, Di!"
Mulya mencabut miliknya dan membekap mulut Adi. Mata berairnya menjadi bukti kesungguhan Sdi dalam menelan sperma asin milik laki-laki yang dua tahun lebih tua darinya itu.
Yanto memelintir puting Adi kecil ketika dirasakannya tubuh bagian dalamnya terasa diaduk-aduk. Adi mengerang ketika Bram kembali menyentuh prostatnya. Napasnya memburu tak beraturan dengan sekujur tubuh yang dipenuhi keringat.
Mulya beranjak dari wajah Adi setelah puas mengoleskan spermanya yang tersisa pada paras manis Adi. Sedangkan Bram masih dengan kegiatannya.
Kris dan Mulya sudah kembali rapi dengan pakaikan mereka. Tak lama setelah Bram menyedot habis cairan kental Adi. Ia langsung bergegas meninggalkan Adi yang terkapar tak berdaya dengan kaki yang masih mengangkang.
Yanto tersenyum miring ketika ketiga rekannya telah pergi. Dengan kejantanan yang telah melepas. Yanto sibuk mencari angle terbaik untuk memotret Adi yang tengah terkapar tak berdaya-sungguh! Dimata Yanto sekarang Adi begitu panas.
"Aku tak heran lagi kenapa kau memiliki begitu banyak penggemar Adi, ahh ah."
****73Please respect copyright.PENANALLA639vzEZ
73Please respect copyright.PENANAJ2I0SxEagH
73Please respect copyright.PENANAKJWuOW89Se
73Please respect copyright.PENANAvEVtuEgVuc
73Please respect copyright.PENANAYMjb8N7zPj
Mulya harus mendorong kursi roda Adi--dengan sebuah bantal sebagai tempat duduk-- yang hampir tak bisa berjalan menuju sebuah klub yang akan menjadi tempat syuting mereka selanjutnya.
Tidak ada aktor dominan seperti biasanya. Entah skenario gila apalagi yang sudah Kris siapkan untuknya. Yang jelas Adi merasa menyesal telah dengan suka rela membiarkan keempat orang itu menggagahi dirinya tadi, Adi pikir hari ini dia libur!
Seharusnya Adi bisa menyimpan tenaganya untuk hal yang lebih menghasilkan banyak uang.
Sepasang iris cokelat terang Adi menyusuri setiap sudut klub, ia benar-benar tak yakin dapat bekerja dengan baik tanpa bantuan narkotika ketika seluruh tubuhnya sudah hampir kehabisan energi! Menggaruk kulit tangannya pelan, matanya tak henti memperhatikan orang-orang di dalam klub dengan penasaran.
Mungkin karena jam sudah hampir pukul sepuluh tepat, klub jadi penuh sesak dengan mereka yang sekadar ingin melepas stress dengan minum, berkumpul dengan teman, atau bahkan seks. Semua orang tahu pikiran satu sama lain ketika mengunjungi tempat panas seperti ini.
"Adi, kau okey?" tanya Mulya sembari mendorong kursi roda Adi menuju kamar yang klub itu sediakan.
"Mungkin aku akan tidur sebentar," jawab Adi, "apa aku boleh memiliki sebotol wine?"
"Kau bahkan dapat memiliki empat botol martin untuk dirimu sendiri." Itu suara Yanto.
Adi mengacungkan jempolnya setuju dan berkata, "I love you so much." Dengan nada manja yang dibuat-buat.
Membuat Kris yang berjalan disampingnya bergidik ngeri mendengarnya, sebenarnya itu bukan apa-apa, tapi itu jadi terdengar seperti ketika Adi mendesah setelah mendapatkan pelepasannya dan itu sungguh menganggu keperkasaannya yang tengah tidur pulas.
Kris membuka pintu kamar yang sudah mereka sewa, Yanto dan Bram masuk lebih dulu dengan semua peralatan kerja mereka. Disusul Mulya yang mendorong kursi roda Adi masuk.
Kris masih diambang pintu ketika mengatakan, "Aku harus bertemu dengan pemilik klub ini dulu."
"Oke."
Lalu pemuda Batak itu pergi setelah menutup pintu dari luar.
Semua orang sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing, Adi hanya bisa berbaring di atas kasur sambil memainkan ponselnya bosan. 20 menit berlalu tanpa hal menyenangkan, nyatanya ia tidak bisa tidur!
Adi bangun dari posisi berbaringnya, kakinya ia lipat bersila, lalu memandangi apa yang ketiga rekannya lakukan.
Yanto yang tengah menyiapkan kameranya, Bram yang tengah membersihkan sex toys yang biasa ia gunakan, lalu Mulya yang tengah mengedit video atau fotonya.
Adi menghela napas bosan. "Apa tidak ada yang bisa aku lakukan?"
"Tidurlah," jawab Yanto tanpa melihat Adi.
"Tidak bisa beristirahat."
"Kalau begitu lakukan apa yang membuatmu senang," komentar Bram. Lelaki berotot besar itu tersenyum tipis pada Adi.
"Seperti? Oh, apa aku boleh keluar kamar?" tanya Adi antusias.
Bram terlihat berpikir, ia menyenggol Mulya yang duduk didekatnya. Mulya yang sejak tadi tak memperhatikan apa pun jadi bingung.
Pintu kamar terbuka, menampilkan Kris yang masuk ke dalam kamar.
"Kris, apa aku boleh keluar sebentar? Mencari udara segar, aku bosan," rengek Adi.
Dia turun dari kasur dan langsung menghampiri Kris, bergelayut manja pada lelaki yang jauh lebih tinggi darinya itu. Sebaik mungkin mengeluarkan jurus rengekannya.
"Hanya sebentar untuk mendengarkan musik di bawah sana," janjinya, "untuk menaikkan mood sebelum bekerja," Adi mencibir Kris tanpa suara, "yeah, kau tahu apa maksudku." Adi menatap manik tajam Kris, ia menampilkan puppy eyes terbaiknya.
Kris melirik arlojinya dengan alis menukik andalannya. "Pergi sana, tapi kau sudah harus kembali sebelum syuting dimulai."
Adi melepas gelayutannya pada lengan kekar Kris. "Jam berapa?"
"Pukul 10, kalau dia tidak terlalu cepat datang."
"Okeeee." Setelahnya, Adi langsung melesat menuju pintu. Namun, sebelum engsel itu berputar, Adi membalikkan badan dan bertanya penasaran, "Dia yang kau maksud itu siapa, Kris? Lalu apa hubungannya dengan kita?"
"Orang yang akan menjadi rekan seksmu nanti, dia temanku."
****73Please respect copyright.PENANAB8IhAcix8v
73Please respect copyright.PENANAcz3Oj1KgKd
73Please respect copyright.PENANANtXL1nCVYO
73Please respect copyright.PENANAQfo1t7JdwU
73Please respect copyright.PENANACBuOBdYdZv
Adi tidak ingin mempedulikan siapa yang akan menusuk lubangnya nanti, toh dia sudah sangat terbiasa dengan seks bebas; tanpa mempedulikan siapa dan bagaimana kesehatan kelamin lawan main. Kalau waktunya kena Aids mau menjaga kesehatan seketat apa pun tapi masih aktif seks bebas juga sih tetap bakalan kena,itu tinggal menunggu giliran saja.
Tetapi, entah bagaimana kali ini ia begitu penasaran. Uh, mungkinkah orang itu akan menjadi cinta sejatinya, makanya Tuhan memberi petunjuk perasaan seperti ini untuk dirinya?
Ya, siapa tahu, kan.
Meski dia tahu betul bahwa dirinya kotor, tapi berharap memiliki cinta sejati dan suatu saat nanti pensiun dari dunia yang membesarkan namanya tidak masalah, 'kan?
Sepasang iris cokelat Adi memperhatikan seorang wanita yang tengah duduk seorang diri dipojok meja bartender dari jarak satu meter. Mata sipitnya seketika melotot ketika wanita itu menoleh ke arahnya-mungkin, secepat kilat, Adi langsung membalikkan badannya. Berpura-pura tengah merapikan baju seorang pelayan laki-laki yang kebingungan dengan Adi yang tiba-tiba menahannya.
"Ssstt, jangan melihat ke arahnya," bisik Adi, "lihat mataku saja."
Pelayan itu hanya mengangguk patuh, mengikuti perintah Adi; menatap manik Adi. Ia menahan senyum; tidak buruk ternyata.
Laki-laki itu lalu berdeham. "Tuan memiliki masalah dengan wanita itu, ya?" tanyanya, bukan bermaksud lancang, ia hanya penasaran.
Adi menggeleng, mengusir pikiran dalam otaknya. "Lihat ke arahnya, apa wanita itu sudah pergi?"
"Katanya tadi tidak boleh melihat ke arah wanita itu?"
"Aish, sekarang boleh."
Laki-laki yang mungkin lebih muda satu tahun dari Adi itu menurut. "Sudah, lalu sekarang apa?"
"Dia masih di sana?" Sudah 5 menit lebih Adi dan laki-laki asing itu dalam posisi sok akrab itu. Adi risih juga lama-lama.
"Dia mulai beranjak pergi," jawabnya. "Dia sudah pergi, keluar dari klub, kurasa."
Adi buru-buru membalikkan badannya. Tersenyum lega ketika sosok itu tak lagi ditempatnya. Adi lalu kembali menatap orang itu. "Oke, thanks sudah membantuku." Adi kemudian pergi ke tempat yang wanita tadi duduki.
Pelayanan itu membuntuti Adi. Adi yang sadar menaikkan sebelah alisnya bertanya. "Ada apa lagi?"
"Ingin minum sesuatu?"
Adi terlihat berpikir. "Segelas wine?" katanya tak yakin. Otaknya berkerja keras, jarang-jarang dia dapat menunjukkan sisi lelaki sejatinya seperti ini.
"Baiklah, tunggu sebentar."
Adi lalu mendudukkan bokongnya. Melihat-lihat kerumunan dengan minat, sayangnya ia tak mengenal satu pun dari orang-orang itu.
"Ash." Adi berjangkit kaget ketika pipi kirinya tiba-tiba merasakan sebuah gelas kaca.
"Ini." Laki-laki itu menyodorkan segelas wine pada Adi.
Adi menerimanya. "Thanks, Bro." Mencicipi cairan itu beberapa tetes. Meringis ketika merasakan rasa pahit dari minuman keras itu.
Tanpa basa-basi, ia lalu meneguk segelas dengan paksa, sedikit menggelengkan kepalanya untuk mengusir rasa pahit yang perlahan mulai membakar tenggorokannya itu. Ia lalu menaruh gelas itu dimeja bartender setelah tandas.
Meski pandangannya mulai kabur-ia bukan tipe orang yang kuat minum—Adi masih dapat melihat dua orang lelaki bertubuh besar keluar dari kerumunan itu menuju ke arahnya. Awalnya ia tidak ingin peduli, hingga ketika orang itu memegang pergelangan tangannya, menariknya untuk turun. Adi memberi perlawanan.
"Mau ikut dengan kami, Manis?"
"Sorry, kita tidak saling kenal, jadi jangan sok akrab," tolak Adi sambil berusaha melepaskan tangannya.
Namun, fokusnya yang mulai diambil alih oleh pengaruh alkohol dan tarikan dua lelaki itu membuat Adi mau tak mau ikut dengan mereka. Berdesakan dengan banyak orang asing yang tak dikenalnya.
"Wow, kau berhasil membawanya," puji seorang lelaki yang kini tengah menyentuh dagu Adi nakal.
"Dia mabuk," info yang lain, "dan sendirian."
"Malam keberuntungan kita." Seseorang tertawa. "Aku sudah sangat lama mengidolakannya, dialah yang membuat adikku tidak bisa tidur nyenyak setiap malam!" Yang lain menggeram.
"Adik?" tanya Adi, mulai masuk ke dalam percakapan.
"Iya adik kecilku yang sangat manja denganmu." Laki-laki itu mengelus milik Adi dari luar. Membuat sang korban merinding dan dengan refleks memundurkan tubuhnya.
Nahasnya, laki-laki lain yang sejak tadi dibelakang tubuh Adi—memperhatikannya—menarik pundaknya dan mendekapnya hingga tubuh kecil itu tenggelam dalam dada bidangnya.
"Hey, kau tidak bisa mengambil dia begitu saja dari kami!" teriak lelaki itu.
Tanpa mendengarkan orang-orang yang suaranya menyatu dengan musik DJ. Orang itu menyeret Adi pergi.
Kelompok yang berjumlah 4 orang laki-laki dewasa itu memekik kesal, dengan langkah lebar menarik pundak sosok yang membawa Adi itu kasar. Lalu, memukulinya ketika mereka mendapatkannya. Sosok itu melawan, dalam sekali tonjok, ia berhasil melumpuhkan 4 orang sekaligus.
Mendengus kesal. Ia menatap mereka nyalang. "Jangan sekali-kali berani mendekati Aditya lagi, atau kalian akan aku bunuh!"
Ia lalu kembali menghampiri Adi yang tengah jatuh terduduk; mabuk. Membawa Adi ketempat yang lebih sepi di dalam klub.
Menatap setiap detail wajah Adi dengan sendu.
Ketika Adi tersadar, ia sudah ada di dalam kamar yang Kris sewa. Tidak ada siapa pun ketika ia terbangun. Matanya menatap jam pada ponsel, pukul 2 dini hari. Adi baru saja akan kembali tidur ketika tiba-tiba pintu dibuka, menampilkan sosok Bram.
"Kau sudah bangun, kau tadi mabuk."
"Aku tahu," jawab Adi malas.
Ia sudah merebahkan tubuhnya kembali; bersiap tidur. Ketika Bram berkata, "Jangan tidur lagi, syuting sudah lama tertunda karena mu."
"Ouh, aku masih harus syuting ketika aku dalam keadaan mabuk seperti ini?" gerutunya.
"Itu ada dalam kontrak."
"Tidak perlu diingatkan, aku masih ingat." Adi mengedarkan pandangannya. "Di mana yang lain?"
"Di luar, sebentar biar aku panggil."
Lalu setelah orang-orang yang Bram maksud datang, Adi menyesal dengan keputusannya bangun. Seharusnya tadi ia tidur sampai pagi!
"Kita akan syuting sampai pagi," ujar Kris bersemangat.
Adi tersenyum tipis. "Hmm."
Orang yang akan menjadi partner Adi itu mendekatinya dan duduk di sampingnya. "Bagaiman—"
"Kabarku baik!" potong Adi dengan suara serak sebelum orang itu menyelesaikan ucapannya.
"Kita bertemu lagi." Ia tersenyum lebar. "Mungkin di masa depan kita akan lebih sering bertemu juga."
"Semua kamera sudah terpasang dengan baik," info Yanto. Karena ia memang sudah menyiapkannya ketika Adi pergi tadi.
Mereka berempat lalu mengambil posisi untuk mengambil video. Tanpa tahu, atau parahnya tidak mempedulikan atmosfer canggung di antara kedua pemain video porno mereka.
"Adi, Wisnu, action!"
Adi menghela napas. Ia harus profesional. Lalu, dengan berani mendongakkan kepalanya, ekspresinya berbanding terbalik dengan sebelumnya. Wisnu sempat melongo melihat itu.
Adi tersenyum lebar ke arahnya-yang biasanya cemberut. Mendekati Wisnu yang duduk dipinggir ranjang dengan gerakan sensual, ia lalu mengalungkan sepasang tangan pendek itu dileher jenjang Wisnu. Mendekatkan wajahnya dan menghirup ceruk leher partnernya.
Wisnu membalas setiap perlakuan yang Adi berikan. Mengigit daun telinga Adi pelan, mengukung sosok yang sudah lama dikenalnya itu di bawah tubuh atletisnya. Adi membuka satu per satu kancing kemeja putih yang Wisnu kenakan hingga memperlihatkan tubuh six pack- nya.
Tanpa basa basi, Wisnu meraup bibir ranum Adi. Melilitkan kedua lidah mereka diantara pertempuran tangan mereka yang saling melepaskan baju.
“Ahahahh~!”
Adi mendesah hebat—sengaja meski pun tak ingin, agar fantasi penonton menjadi lebih liar— kedua tangannya terkunci menyilang dileher jenjang Wisnu, kepalanya miring dengan mata terpejam erat, membalas setiap lumatan yang sang partner berikan hingga dalam ruangan itu terdengar jelas bunyi kecapan yang mereka berdua ciptakan.
Wisnu menjauhkan wajahnya dari Adi, membuat benang saliva diantara bibir mereka yang saling terhubung sebelum akhirnya Adi putus dengan menjilat bibirnya sendiri. Wisnu menatap lekat sosok berwajah manja yang tengah menatapnya balik dengan pandangan menkabut itu.
Adi melirik rekan-rekannya yang tengah asyik memperhatikan mereka dibalik layar kamera, kemudian pandangannya kembali pada wajah sempurna Wisnu.
Dengan posisi yang tak berubah sejak tadi, Adi berbisik, “Aku tidak tahu bagaimana kau bisa ada di sini dan menjadi rekan seksku.”
Adi memeluk tubuh kekar Wisnu yang langsung dibalas oleh pemuda itu dan mendekatkan wajahnya pada ceruk leher Adi, menghembusnya napas panasnya di sana.
“Tapi yang jelas, aku melakukan ini denganmu lagi hanya sebatas profesionalitas semata.” Adi menjilat daun telinga Wisnu, membuat pemuda itu mengeram sambil mengetatkan pelukan mereka.
Wisata meremas pinggang ramping Adi, membuat tubuh keduanya menempel lebih erat. “Aku tahu,” balasnya sambil menenggelamkan kepalanya pada leher belakang Adi dan menghirup aroma pemuda itu sedalam-dalamnya.
Dengan posisi yang tak berubah, Adi mengangkat bokongnya dan mendudukkan tubuhnya dipangkuan sang mantan kekasih.
“Sebaiknya kita cepat selesaikan ini,” ujar Adi, melepas pelukan mereka sebelum akhirnya dikagetkan oleh Wisnu yang tiba-tiba membanting tubuhnya di kasur dan langsung mengukungnya dengan kedua lengan berotot itu.
Adi yang awalnya syok langsung mengubah mimik mukanya menjadi berbinar-binar ketika kamera milik Yanto tiba-tiba melayang di atas kepala mereka dengan lampu merah menyala. Jari-jarinya menari didada bidang Wisnu yang sudah tak berpakaian dengan benar berkat ulahnya, ia refleks mengatupkan kakinya ketika menatap manik Wisnu yang sudah menggelap dengan kabut nafsu yang berkobar.
Tatapan Wisnu bagai menelanjangi tubuh Adi yang kenyataannya saat ini hanya memakai celana tanpa pakaian atas.
“Kau selalu indah, Aditya,” puji Wisnu.
Adi tersenyum tipis, dengan bangga pemuda itu membusungkan dadanya; memperlihatkan sepasang puting susunya yang berwarna kecokelatan yang sensitif tengah berdiri tegak seakan minta dijamah.
“Kalau begitu.” Adi memiringkan kepalanya, membuat leher sebelah kanannya lebih banyak terekspose, memperlihatkan kulitnya yang putih bersinar sedikit mengkilap akibat keringat juga sorot lampu, “sentuh aku, masuki lubangku dengan penis milikmu, buat aku mendesahkan namamu tanpa henti hingga aku lupa caranya bernapas tanpa penismu yang terus menggenjot ku,” mintanya vulgar.
Membuat seluruh tubuh terutama area sensitifnya yang sudah panas semakin terasa panas juga berkedut gatal.
Wisnu masih betah menatap Adi—yang berbaring di bawahnya— terus meracau dengan semua kata-kata kotornya. “Sesuai permintaanmu, Sayang.”
Wisnu tidak tahu betul apa saja yang sudah terjadi pada Adi semenjak mereka berpisah beberapa tahun lalu, tapi yang jelas, Adi sekarang dimata Wisnu sangat berbeda.
“Aaanhhh~.”
Lebih cantik dan nakal daripada yang dulu.
Dengan tergesa-gesa, Wisnu langsung melepas celana jeans miliknya, lalu membantu Adi yang tengah kesusahan melepas celananya sendiri. Tanpa permisi langsung menggenggam kejantanan Adi, mengocok benda yang jauh lebih kecil dari miliknya itu sebelum akhirnya ia kulum.
Adi melengkungkan kakinya sambil melirik apa yang tengah Wisnu lakukan, ia lalu membusungkan dadanya dan memilin putingnya sendiri dengan mulut sedikit menganga merasakan sensasi nikmat yang tubuhnya dapatkan.
“Yeah, di sana, Wisnu!” rancu Adi tak jelas, membuat Wisnu tersenyum puas.
Setelah puas dengan kegiatannya, tanpa basa-basi, Wisnu mengangkat bokong Adi dan menyangganya dengan bantal. Memperlihatkan lubang surga berkerut milik mantan kekasihnya itu yang berkedut-kedut, celah daging dalamnya yang berwarna merah jambu mengintip malu-malu. Dengan tidak sabar, Wisnu meludahi telapak tangannya yang besar dan mengoleskannya pada bibir pantat Adi sebagai pelumas.
Memposisikan penisnya yang sejak tadi sudah berdiri tegak di depan lubang dubur yang dulu sangat sering dimasukinya.
“Aku masuk, ya,” izin Wisnu. Tanpa menjawab, Adi mengangguk sebagai persetujuan, ia masih mengontrol napasnya yang tak beraturan setelah Wisnu memanjakan miliknya dengan lidah.
Wisnu berkonsentrasi penuh memasukkan penisnya secara perlahan—tidak ingin kegiatan mereka cepat berlalu sebenarnya— ketika benda itu masuk, Adi dapat merasakan tubuhnya benar-benar penuh, meski sudah sangat sering melakukan seks dengan ukuran penis yang panjang dan besar tidak manusiawi, tapi entah kenapa rasanya lebih spesial jika bersama Wisnu.
Dengan kekuatan yang masih dimilikinya, Adi melingkarkan kedua kakinya dipinggang Wisnu ketika dia mulai memaju mundurkan pinggulnya, begitu pun dengan Adi yang kelewat peka dan membantu Wisnu dengan membuka milikinya lebih lebar agar penis Wisnu lebih leluasa keluar-masuk.
Kris mengisyaratkan pada Yanto agar mengambil lebih banyak foto.
Tubuh mungil Adi terhentak-hentak ketika tubuh kekar Wisnu semakin brutal menggenjot dirinya, menimbulkan bunyi bluup bluup bluup perpaduan antara kulit mereka berdua.
“Arghh, kenapa kau masih sempat saja, Sayang!” seru Wisnu dengan wajah menengadah penuh peluh. “Lubangmu menjepit penisku terlalu erat!”
Adi tersenyum tipis; merasa bangga atas pujian yang baru saja Wisnu lontarkan. Dengan nakal, Adi meraih penisnya sendiri, mengocoknya di depan wajah Wisnu dan menyemburkan cairan putih kental itu di wajah sang mantan kekasih.
Disela kegiatan panasnya, Wisnu menelusup kan wajahnya diantara perut datar Adi, menjilati kulit perut yang memiliki bulu bercabang dari mulai pusar hingga selangkangan.
Adi tertawa dengan sepasang tangan menjambak rambut hitam Wisnu, sepasang kakinya ia lingkarkan ditubuh Wisnu yang menyatu dengan tubuhnya.
“Geli ahh ah Wisnu ah~”
“Apa kau suka ini, Aditya—ah—Adi?”
Adi mengangguk bersemangat. “Sangat suka, euhh jamah aku lagi, Wisnu!”
“Dengan senang hati, Sayang.”
Wisnu mengangkat wajahnya dari perut Adi, mempercepat gerakan pinggulnya hingga membuat pemuda yang terlentang dibawahnya itu terlonjak-lonjak.
“Hmmhh, aku sudah ing–gin keluar, Wisnu!”
“Bersama, Adiii!”
“Aaaahh, ahh ohh, ahhh ohh ah!”
73Please respect copyright.PENANALF83W16c9U
73Please respect copyright.PENANA9PdBC0xxWf
73Please respect copyright.PENANAzuR6hYAEp6
73Please respect copyright.PENANA9x2DjgVAnt
73Please respect copyright.PENANAi8QVJxBchA
73Please respect copyright.PENANAs7OiOpsUjg
73Please respect copyright.PENANAHnPIc4UiSD
73Please respect copyright.PENANARGOF8ljFNi
73Please respect copyright.PENANAlE993J2lpq
73Please respect copyright.PENANApi0KXLIFKd
73Please respect copyright.PENANAwvpj97hNfY
73Please respect copyright.PENANAXqDD4nW00K
73Please respect copyright.PENANAUGtaV3L0sD
73Please respect copyright.PENANAitCpxUoQyN
73Please respect copyright.PENANAf56reQ1uUy
73Please respect copyright.PENANAdVR6IqMtNx
73Please respect copyright.PENANADC1Zi3gXNZ
73Please respect copyright.PENANAyAquBLUsDJ
73Please respect copyright.PENANA2J7tv1JSe9
73Please respect copyright.PENANAomiBPokI9d
73Please respect copyright.PENANAS1yiPm3USL
73Please respect copyright.PENANA1z7LgMhyHh
73Please respect copyright.PENANAkyITUC4FHu
73Please respect copyright.PENANAWuaWWqRCZp
73Please respect copyright.PENANAlbH6UZUYx2
73Please respect copyright.PENANA8jLFWG9ITM
73Please respect copyright.PENANAoMvJ4RTNCR
73Please respect copyright.PENANAnGJ1wSNYYQ
73Please respect copyright.PENANAHbWVC9HWO8
73Please respect copyright.PENANARS7d7sX9Jx
73Please respect copyright.PENANAeAs5IRtfhj
73Please respect copyright.PENANASegjXFiJ3f
73Please respect copyright.PENANAs2WNJpjfna
73Please respect copyright.PENANAnwgHPwtmx3
73Please respect copyright.PENANAeMdXNxIzA8
73Please respect copyright.PENANAhdxVYM5JhV
73Please respect copyright.PENANAAOFihAZw3A
73Please respect copyright.PENANAzhQwln2cNC
73Please respect copyright.PENANAyMrfN4LZ0y
73Please respect copyright.PENANAiGZraVnIld
73Please respect copyright.PENANAQthPBI0A8T
73Please respect copyright.PENANAivBe5ByA5D
73Please respect copyright.PENANA7QsDZsqX3I
73Please respect copyright.PENANA10L1TP3p8q
73Please respect copyright.PENANARD7M64y9NC
73Please respect copyright.PENANAfpJdJlLsmD
73Please respect copyright.PENANA9hYu2sdkpm
73Please respect copyright.PENANA7hAltHXVlJ
73Please respect copyright.PENANAUQYo2u63rv
73Please respect copyright.PENANAwgDU6kk6UB
73Please respect copyright.PENANAgl23yMJTOJ
73Please respect copyright.PENANAFTrLWpd7Fc
73Please respect copyright.PENANAuVd8pNDLMT
73Please respect copyright.PENANAQCciOJY2Uw
73Please respect copyright.PENANAKmwGI54otp
73Please respect copyright.PENANA4voaV3uR6D
73Please respect copyright.PENANAb1bsawrtby
73Please respect copyright.PENANA6gsEIm3ZWu
73Please respect copyright.PENANA58nIwEm5T9
73Please respect copyright.PENANAMfjrD8Ycwq
73Please respect copyright.PENANAeKtgUy1Zm4
73Please respect copyright.PENANApwWxwVmU1f
73Please respect copyright.PENANAF1cE9bCpWR
73Please respect copyright.PENANAeDrGWuQ6xS
73Please respect copyright.PENANAHHfAK6CYjC
73Please respect copyright.PENANAZ1dcrCcbx4
73Please respect copyright.PENANANZGXPA7apw
73Please respect copyright.PENANA0SlK0gNIgi
73Please respect copyright.PENANA0dp0IahuYM
73Please respect copyright.PENANA2Zp4YO3rCM
73Please respect copyright.PENANArlSWIswt52
73Please respect copyright.PENANA6IAh02l0mp
73Please respect copyright.PENANAL0OfZVunwC
73Please respect copyright.PENANADzD337LYMe
73Please respect copyright.PENANAr4Cmbr7ltm
73Please respect copyright.PENANA3pm8z4t43D
73Please respect copyright.PENANAsBhop2WioZ
73Please respect copyright.PENANAgmBifKs5aj
73Please respect copyright.PENANAHhtdgfmPSJ
73Please respect copyright.PENANAp4RijMFGKl
73Please respect copyright.PENANA3DuCv2iPIv
73Please respect copyright.PENANAlUoi1cYUVW
73Please respect copyright.PENANAiUMlS7aLYk
73Please respect copyright.PENANAGRY6kEHKsw
73Please respect copyright.PENANALcmCfdYoFD
73Please respect copyright.PENANAyalz878D2u
73Please respect copyright.PENANAJrEv5ScfQ8
73Please respect copyright.PENANAaRfxF5y6cS
73Please respect copyright.PENANAqLIADu3sMU
73Please respect copyright.PENANA2mzGNmiZho
73Please respect copyright.PENANAP0kvsDxwqz
73Please respect copyright.PENANAqQMN8u24IE
73Please respect copyright.PENANAVbnjLsMJos
73Please respect copyright.PENANAs923OnLHf2
73Please respect copyright.PENANAdnWzNZyFks
73Please respect copyright.PENANANATxbx61jq
73Please respect copyright.PENANAtGccF9TH5o
73Please respect copyright.PENANAv8qL418CkA
73Please respect copyright.PENANAzPTzOSXDgV
73Please respect copyright.PENANAWZObZCfinc
73Please respect copyright.PENANAglvXitoWIf
73Please respect copyright.PENANACw6yOPRcYx
73Please respect copyright.PENANAOwPbz3ZTKe
73Please respect copyright.PENANAKlLJipuYjR
73Please respect copyright.PENANAF586sFMjEt
73Please respect copyright.PENANA9RYqMNItPE
73Please respect copyright.PENANAQm0cT6VuEi
73Please respect copyright.PENANAKtARvEKdaB
73Please respect copyright.PENANAusXBVhHZrt
73Please respect copyright.PENANAifkWXpK9JJ
73Please respect copyright.PENANAsgBIHRMWid
73Please respect copyright.PENANANjEwKNM1Lt
73Please respect copyright.PENANAMbdUQmrldl
73Please respect copyright.PENANAicfu1ROmnA
73Please respect copyright.PENANA9JgddaK2r7
73Please respect copyright.PENANAmtT3zcPtoc
73Please respect copyright.PENANAA0Rd0aVEse
73Please respect copyright.PENANA4kuIhr0E7j
73Please respect copyright.PENANAztk2FeVYyE
73Please respect copyright.PENANAnk7cPIpsTG
73Please respect copyright.PENANABNDlqk5LJL
73Please respect copyright.PENANAqzJMMYBALZ
73Please respect copyright.PENANADHEgiqpXug
73Please respect copyright.PENANAKqXPeYWKJZ
73Please respect copyright.PENANAXof8JxrpJt
73Please respect copyright.PENANAb6SU5MXiSD
73Please respect copyright.PENANAOKxqDay9p5
73Please respect copyright.PENANAgQF3a5jsSD
73Please respect copyright.PENANAuDlPVmqd6I
73Please respect copyright.PENANADGD3ZCNTdG
73Please respect copyright.PENANAdOdxw3lMAU
73Please respect copyright.PENANApq1QeFgz0y
73Please respect copyright.PENANANbnDhUJWDu
73Please respect copyright.PENANAO8uLuUE8bd
73Please respect copyright.PENANAWbbpZSi1r0
73Please respect copyright.PENANAJACZZEiKL5
73Please respect copyright.PENANAW5IPLHSTd2
73Please respect copyright.PENANAZ9NeWcRKeb
73Please respect copyright.PENANA2TT1dp9jBL
73Please respect copyright.PENANAfxN5CXCgXo
73Please respect copyright.PENANABRplF31rwz
73Please respect copyright.PENANAL2tucf4Fny
73Please respect copyright.PENANAaDyT3M8bEW
73Please respect copyright.PENANAHV3Ief60Fi
73Please respect copyright.PENANAhuE1XutoMU
73Please respect copyright.PENANAMMNedcI9BY
73Please respect copyright.PENANAtHZ4k06wpH
73Please respect copyright.PENANAcPmSwC86jK
73Please respect copyright.PENANAzIQLp4htjq
73Please respect copyright.PENANAAkFCwTLZvk
73Please respect copyright.PENANAFduPGQQ0ol
73Please respect copyright.PENANAsKOX7xUOyo
73Please respect copyright.PENANA8uL5IjoKgU
73Please respect copyright.PENANAtWPOPl4wkP
73Please respect copyright.PENANAQa5JOcyXoC
73Please respect copyright.PENANA6LnDWP0jXb
73Please respect copyright.PENANAmTvnBJfANz
73Please respect copyright.PENANAbCbQfMkJhk
73Please respect copyright.PENANAZE9BZ8ibxS
73Please respect copyright.PENANAKWxMvPHGzK
73Please respect copyright.PENANAtTzfmxHsjs
73Please respect copyright.PENANAelNQ2Cs7E2
73Please respect copyright.PENANAYUVPp87x3S
73Please respect copyright.PENANAr5jn39RJGh
73Please respect copyright.PENANAAfvCbgRhKX
73Please respect copyright.PENANALki0oj7YgH
73Please respect copyright.PENANAUAxsG8Uxs1
73Please respect copyright.PENANAAC74qate4I
73Please respect copyright.PENANAI4PbBSP3K6
73Please respect copyright.PENANAA7T4YOYcnJ
73Please respect copyright.PENANANqkIqNKbpn
73Please respect copyright.PENANA226nZ5xSHp
73Please respect copyright.PENANAaX1VowSuM7
73Please respect copyright.PENANAT5mwexqMsP
73Please respect copyright.PENANAUHM45fvQDC
73Please respect copyright.PENANAoDPEIfhzGY
73Please respect copyright.PENANAbAm1F6t7iL
73Please respect copyright.PENANAoLhvPTXcE0
73Please respect copyright.PENANACD4Tt90BnF
73Please respect copyright.PENANAKKQFb1zd3v
73Please respect copyright.PENANAMvKjR4coug
73Please respect copyright.PENANAQNQYifJY8k
73Please respect copyright.PENANA693Ds8LdCd
73Please respect copyright.PENANARaVwvZMYZI
73Please respect copyright.PENANAj199DRUrK1
73Please respect copyright.PENANAgUqS6SZmvg
73Please respect copyright.PENANASCXe3L1BpA
73Please respect copyright.PENANAAuKeUd88BT
73Please respect copyright.PENANAFkXg169WAf
73Please respect copyright.PENANASUCdMe0C5M
73Please respect copyright.PENANA5xXtUAGtXi
73Please respect copyright.PENANAYohSnSpLE1
73Please respect copyright.PENANA7IsYKGF25p
73Please respect copyright.PENANA3H80BgsCUe
73Please respect copyright.PENANA6hHf4KBOxB
73Please respect copyright.PENANABYsSp8LT6K
73Please respect copyright.PENANAAwtTxJqCTA
73Please respect copyright.PENANAI6kLRCq9jo
73Please respect copyright.PENANAAytXGFffTO
73Please respect copyright.PENANA1CtkaCI1Nr
73Please respect copyright.PENANAYMp9AL1G1N
73Please respect copyright.PENANA6VaZ6kBRxV
73Please respect copyright.PENANA1GCPqjfMzi
73Please respect copyright.PENANA47NW3Kahmi
73Please respect copyright.PENANAYviSgzfplV
73Please respect copyright.PENANAcHXM3e1Xje
73Please respect copyright.PENANAZBIOstoy04
73Please respect copyright.PENANAXPDxNdq72u
73Please respect copyright.PENANANNSvh24UsV
73Please respect copyright.PENANAm81ROYRW84
73Please respect copyright.PENANABA7dHVjGGf
73Please respect copyright.PENANA1Kcl4lV8f6
73Please respect copyright.PENANAl2EBcSxoVh
73Please respect copyright.PENANAKj77jEZwo5
73Please respect copyright.PENANAujCvTzn0fA
73Please respect copyright.PENANAMKRiZ6NXy5
73Please respect copyright.PENANAIsVqw4lu6j
73Please respect copyright.PENANAs2D5yMesRC
73Please respect copyright.PENANAUNR4y4ZfrS
73Please respect copyright.PENANADuaz6t24tb
73Please respect copyright.PENANAJxhqvurHSN
73Please respect copyright.PENANAZjjSeaBN5d
73Please respect copyright.PENANAST3m6AFVzy
73Please respect copyright.PENANAEU7LUfmlHL
73Please respect copyright.PENANAzxeHxhYOR6
73Please respect copyright.PENANAXGW6akUcjM
73Please respect copyright.PENANAUXwA2XQxz7
73Please respect copyright.PENANAsVLSMw35sG
73Please respect copyright.PENANAy0OpJGwiXB
73Please respect copyright.PENANA5Nm2nFvZdT
73Please respect copyright.PENANA4ulCl3tSSY
73Please respect copyright.PENANAA44x9cDYIm
73Please respect copyright.PENANA9S7xqLIUhd
73Please respect copyright.PENANActFQ85bL3P
73Please respect copyright.PENANAKjOtaDMPDj
73Please respect copyright.PENANAMotyttnlrf
73Please respect copyright.PENANAN53uPdsn8q
73Please respect copyright.PENANAP4S7jpUoCZ
73Please respect copyright.PENANAhyDzRQe6pr
73Please respect copyright.PENANANlCYjQKgIh
73Please respect copyright.PENANAFPOmsJmn8z
73Please respect copyright.PENANAb8sLXDkyYd
73Please respect copyright.PENANAbtngN1tdPr
73Please respect copyright.PENANA0aelhF3Dpd
73Please respect copyright.PENANAjvFUf0CjJx
73Please respect copyright.PENANAnRlW6Tkuzq
73Please respect copyright.PENANAxUMm6p5EOX
73Please respect copyright.PENANAXgRJmGJC1g
73Please respect copyright.PENANA76JSEvMPyw
73Please respect copyright.PENANABmtbUPltFV
73Please respect copyright.PENANAWi3XGQPAtv
73Please respect copyright.PENANAUsrdluv1Ph
73Please respect copyright.PENANAfk5xWpkM0f
73Please respect copyright.PENANAK5B90tMPlq
73Please respect copyright.PENANAm3E2hJ4QAl
73Please respect copyright.PENANAGPVwUVbzP2
73Please respect copyright.PENANApPpCTWGM3k
73Please respect copyright.PENANAn91wpAlA7D
73Please respect copyright.PENANAj6vJppi4H7
73Please respect copyright.PENANAVknAORHGqk
73Please respect copyright.PENANA1FymbDo8dc
73Please respect copyright.PENANANy3T88DdHd
73Please respect copyright.PENANAnpRCGwKe9V
73Please respect copyright.PENANA26JhT9ffx2
73Please respect copyright.PENANAmxw7h7PXwp
73Please respect copyright.PENANAyvldwrmQWe
73Please respect copyright.PENANAN9wppeCwCO
73Please respect copyright.PENANAyqKSXjPzZY
73Please respect copyright.PENANAXzsrc9uGe6
BERSAMBUNG....
ns18.191.165.252da2