KOLEKSI CERITA GAY NAKAL LOKAL
*****307Please respect copyright.PENANA3NrxCQTreg
307Please respect copyright.PENANARYo10to31F
307Please respect copyright.PENANASrsF4IyMHz
307Please respect copyright.PENANAkLew5gcx88
307Please respect copyright.PENANAK97bGoyNH9
"Ahh ah Mas jangan kenceng-kenceng Mas ah ah~"
Kiki, tahun ini dia resmi 18 tahun, dan remaja itu paling tahu bagaimana cara memuaskan nafsu bejat kakak iparnya sendiri, Martin, 28 tahun.
"Mas, ah ahh kayaknya ah aku ahh ahh~" Mulut Kiki udah gak kuat nampung penis Martin yang seukuran sepergelangan tangan laki-laki itu, mulutnya udah mulai pegal sejak 20 menit lalu terus ngemut penis pria itu.
Tapi sepertinya Martin masih belum puas, dia masih terus ngemut penis Kiki yang cuma seukuran jempol itu sambil sesekali menjilati anus Kiki yang udah becek banget setelah dua jam lalu terus-terusan dia sodomi.
"Ahh ahh Mas geli ah arhh enak banget ahh ah~!" Dengan mulut penuh, Kiki masih sempat-sempatnya meracau sambil mendesah-desah.
"Kikiii~ ah mulut kamu makin lama makin kurang ahh ah kurang ajar sama kontol ku, yaa."
Martin memejamkan matanya erat ketika merasakan mulut Kiki mengemut kejantanannya sampai mentok. Seluruh tubuhnya menegang dan dia merasakan kenikmatan luar biasa itu hampir sampai padanya.
Sementara tubuh Kiki ada di atasnya dengan bokong berada di depan wajah Martin, Martin memasukkan kelima jarinya sekaligus ke dalam dubur Kiki hingga pergelangan tangan, membuat remaja itu langsung melotot sambil melengkungkan tubuhnya dengan bohong berisinya yang makin naik ke atas.
"Aaahhhh!"
Martin mendesah panjang tatkala orgasme, dengan segera dia makin menusukkan penisnya ke dalam mulut Kiki, memaksa remaja itu untuk menelan semua sperma yang keluar.
Kiki sendiri udah hafal banget sama kebiasaan Martin yang satu ini, jadi dengan telaten, dia memposisikan selangkangan Martin di depan wajahnya dan ketika Martin mulai orgasme, remaja itu mengurut penis Martin seperti seekor kucing yang sedang menyusui dan menyedot semua sperma yang keluar dengan nikmat.
Dulu ketika pertama melakukan ini, Kiki hampir muntah, rasa sperma gak seperti yang dia baca di web novel - yang dikatakan rasanya seperti susu tapi sedikit asin - waktu itu rasa sperma Martin asin amis dengan sedikit pahit, belum lagi tekstur lengketnya. Tapi sekarang Kiki bisa menelannya seperti sedang menelan susu cair.
"Ahh ahh ah!" Kiki gak bisa berhenti menggerak-gerakkan pinggulnya gara-gara Martin memasukkan kelima jarinya sekaligus ke dalam anusnya, kini anusnya terasa gatal kembali sekaligus sedikit perih.
Martin mengobok-obok anus Kiki seperti mengobok-obok aquarium, jari-jarinya menjelajah ke segala tempat, bahkan memegang-megang prostat hingga membuat Kiki makin kelimpungan seperti cacing terkena air garam.
Bersamaan dengan tangan nakalnya, Martin juga menjilati penis Kiki dan menampung seluruh sperma Kiki yang keluar di dalam mulutnya.
Martin menarik tangannya keluar dari dalam anus Kiki, terlihat lendir yang banyak membuat sebelah tangan Martin tampak mengkilat. Dia lalu menurunkan tubuh telanjang Kiki yang masih lemas dari atas tubuhnya lalu menarik tengkuk Kiki - dengan sebelah lengan berotot Martin yang mendekap leher Kiki - lalu mencium remaja itu untuk mengembalikan sperma milik Kiki yang Martin tampung di dalam mulutnya.
Lidah Kiki menerima apa yang Martin masukkan ke dalam mulutnya, menelan semua yang Martin berikan tak bersisa.
Ciuman Martin lalu merambat ke wajah Kiki sebelum akhirnya membasahi kedua kelopak mata Kiki dengan penuh nafsu.
Tubuh Kiki lemas total, seluruh badannya penuh sperma dan peluh, dia ambruk di atas dada Martin, kepalanya berbantalkan dada bidang Martin yang sama berpeluhnya dengan dirinya.
Kiki memeluk tubuh itu sayang, dia sempat melirik Martin yang memejamkan mata sambil mengatur napasnya yang memburu selepas bercinta dua jam lebih.
Tangan Kiki mengelus jakun Martin dengan memuja. "Mas Martin gagah banget, deh," katanya.
Martin tertawa singkat. "Kamu juga pinter banget ngepuasin Mas, Ki."
Kiki menyusupkan wajahnya ke dada bidang Martin. "Apa, sih! Bikin malu aja, deh."
"Eh, serius. Sejak rutin ngewe sama kamu, setiap hari Mas jadi makin semangat kerja."
"Sambil mikirin nanti malam mau entot aku pakai gaya apa lagi?" tebak Kiki sarkastik.
Tangan Martin yang memeluk pinggang ramping Kiki mencubit pantat remaja itu yang kini kulit putihnya penuh bekas kemerah-merahan akibat tamparannya.
"Kamu emang paling tahu pikiranku, Ki." Martin menciumi leher Kiki.
Dengan semangat tangan Kiki meraih penis Martin yang udah melemas, memijat-mijatnya dengan telaten hingga membangunkannya kembali.
Martin mengerang. "Ki, ini udah hampir jam lima pagi, loh," katanya.
"Terus kenapa, Mas?" Kiki masih mengurut penis Martin hingga semakin mengeras.
"Kakak kamu Si Melinda biasanya bangun jam setengah enam," jawabnya, "Mas harus cepat-cepat ke kamarnya biar hubungan kita gak ketahuan."
Kiki cemberut. "Tapi aku, kan, masih kangen sama Mas Martin. Kita udah seminggu gak ngeseks loh Mas."
Tadi siang, Martin baru aja pulang setelah seminggu dapat tugas ke Bandung.
Martin melepaskan dekapannya pada Kiki, lalu melebarkan kaki Kiki, dia lalu memposisikan penisnya yang sudah bangun ke selangkangan Kiki yang kini tampak memerah dan merekah seperti mawar merah yang baru mekar.
"Emangnya Mas Martin gak kangen sama aku? Gak kangen sama bokongku?" Kiki menggesek-gesek belahan pantatnya di atas penis Martin yang sudah kembali berdiri.
"Kamu benar-benar jalangnya Mas ya, Ki." Martin bersiap-siap menyodomi Kiki kembali sambil menjilat-jilat bibirnya penuh nafsu. "Mas sodok kamu brutal ya, soalnya kita gak punya banyak waktu."
Kiki kesal dengan ungkapan 'gak punya banyak waktu', andai aja Martin bukan suami kakaknya, pasti Kiki udah jadiin Martin miliknya sepenuhnya.
Meski begitu, Kiki tetap mengangguk senang lantaran Martin masih mau menggagahinya meski terburu-buru.
"Iyaaa, sodok aku sesuka Mas Martin-aah ah ahh!"
***307Please respect copyright.PENANAtUY2jtKPXt
307Please respect copyright.PENANAyPWONlfF0p
307Please respect copyright.PENANAkccd0OIUrS
307Please respect copyright.PENANAvAs3cQ8tt7
307Please respect copyright.PENANAIMveEI0yAj
Pukul setengah tujuh pagi, Martin dan Melinda sudah duduk duluan di meja makan dengan pakaian rapi mereka untuk bekerja, sarapan pagi itu adalah omelette dan nasi goreng, yang masak Martin.
"Mas, padahal kita bisa beli aja, loh. Kamu kan jadi capek-capek harus masak begini," kata perempuan dengan rambut hitam sepanjang bahu itu.
Martin merangkul pundak Melinda dan menyuruhnya duduk, kemudian laki-laki itu duduk di samping perempuan berstatus istrinya yang beberapa tahun lebih tua darinya tersebut.
"Kebetulan aku bangun duluan, jadi sekalian aja, deh." Itu alasan paling bagus yang dibuat Martin karena Melinda yang tak bisa masak akan langsung luluh.
Melinda mencium pipi Martin singkat. "Maaf ya, Mas. Aku belum sempat kursus masak. Pesanan gaun pengantin di butik lagi banyak-banyaknya, belum lagi kemarin ada dua orang yang komplain, aku pusing."
Dari belakang punggung kedua pasangan itu, Kiki melihat kakaknya mencium pipi Martin.
"Sayang, kamu juga jangan capek-capek dong, nanti kalau kamu udah gak terlalu sibuk, kita pergi liburan," kata Martin.
"Terus gimana sama kerjaan kamu?"
"Gampang lah, aku tinggal ambil cuti."
"Terakhir kamu cuti tuh pas kita nikah gak, sih, Mas?"
Martin tertawa. "Itu udah lama banget, Yang."
Melinda menepuk pundak Martin. "Kamu sih, gila kerja."
"Aku keinget aja gimana susahnya dulu cari kerjaan, makanya sekarang aku kerja keras banget, itu juga buat kamu, Sayang."
"Kamu bisa aja, deh, Mas." Melinda dan Martin saling berpelukan.
Kiki memutar bola matanya muak melihat kemesraan kedua orang itu.
Jadi, dia menghentakkan kakinya keras-keras sambil berjalan menuju meja makan demi menyita perhatian sepasang suami-isteri itu. Jelas saja, Martin dan Melinda langsung melepaskan pelukan mereka.
"Pagi, Mbak Mel," sapa Kiki, "Pagi, Mas Martin."
Kiki lalu mendudukkan bohongnya di kursi yang berhadapan dengan Martin.
"Pagi juga, Kiki," jawab Martin kikuk.
Malinda mengernyit heran. "Kiki, kaki kamu kenapa? Kok Mbak perhatiin, jalan kamu agak aneh?"
Untung Martin gak lagi makan atau minum, kalau iya, pasti udah tersedak.
"Kamu gak berantem, kan, di sekolah?" Melinda memperlihatkan raut khawatir.
Kiki jadi sedikit merasa bersalah. "Tadi pagi kepleset di kamar mandi," bohongnya.
Padahal penyebab jalannya aneh adalah orang di samping Melinda, suaminya sendiri, yang segera menyelinap masuk ke kamar Kiki dan langsung menggagahinya begitu istrinya tertidur lelap.
Melinda berdecak. "Kamu, nih, Ki. Lain kali lebih hati-hati lagi, dong."
"Namanya juga musibah, Mbak." Kiki melirik Martin ketika mengatakannya.
"Udah diobatin?" Melinda meraih ponselnya yang tiba-tiba berbunyi.
"Udah, bagian yang memar udah aku olesi pakai salep."
Kiki mengambil nasi goreng yang ada di depannya dan meletakkan di piringnya. Dia gak bohong begitu mengatakan 'sudah mengoleskannya dengan salep', nyatanya Kiki memang selalu mengolesi bagian luar anusnya dengan salep setelah selesai bercinta dengan Martin.
Setelahnya Melinda sibuk ngobrol masalah kerjaan lewat telepon sambil sedikit memunggungi suaminya itu, di depan meja makan, saat kedua laki-laki itu diam-diam saling main lirik-lirikan.
Kiki dan Martin sama sekali gak ngomong, mulut mereka cuma dipakai untuk mengunyah, sementara di samping mereka Melinda lagi sibuk sendiri.
Ketika kaki Kiki menyenggol kaki Martin beberapa kali seakan memberi kode, tatapan Martin seperti mengatakan 'jangan lakukan itu di sini, lihat siapa yang ada di sampingku? Kakakmu, istriku', tapi Kiki tak peduli dengan peringatan Martin.
Dengan sengaja, Kiki menjatuhkan sendoknya.
"Aduh, sendokku jatuh." Kiki bicara seperti itu sambil melirik Martin genit.
Kiki lalu berjongkok dan merangkak di bawah kolong meja, namun alih-alih mengambil sendok yang sudah ada di depan matanya dan naik ke atas, Kiki justru merangkak mendekati kaki Martin sambil menggenggam sendok tersebut.
Dia mengemut kepala sendoknya dan membasahinya dengan liur, membiarkan sendok itu tetap berada di mulutnya sementara kedua tangannya mulai mengelus-elus kejantanan Martin yang terbungkus celana hitam.
Martin melirik Melinda yang masih memunggunginya sambil menelepon, ketika dia merasakan tangan-tangan Kiki mulai membuka resleting celananya dengan pelan, lalu embusan napas hangat Kiki yang Martin rasakan berada di area selangkangannya, tepat di depan penisnya yang perlahan-lahan mulai berdiri.
Di bawah meja, Kiki mengeluarkan sendok tersebut dari mulutnya, lalu menyusupkan kepala sendoknya ke dalam celana dalam Martin, menggosok-gosokkan sendok itu diantara penis dan buah zakarnya.
Martin mengigit bibir bawahnya menahan desahan, dia tetap berusaha makan senormal mungkin sambil sesekali melirik Melinda dengan waspada.
Kiki memang paling tahu bagaimana cara membangunkan libido Martin, meski dalam situasi seperti itu, akhirnya Martin menyerah dan semakin melebarkan kakinya untuk memberi Kiki akses ke selangkangannya. Sejak dia melakukan itu, Kiki segera menarik penis Martin keluar dari dalam celana dalam, dan memasukkan penis tersebut ke dalam mulutnya.
Karena mereka sedang sarapan, jadi Kiki membayangkan sedang mengemut sebuah sosis utuh, sosis yang sangat besar dan cukup panjang. Sebuah sosis yang dapat membuat lubang anusnya terasa sangat penuh dan hangat.
Sosis itu akan mengeluarkan selai susu dari ujung kepalanya jika ditekan-tekan lembut dan dijilat-jilat seperti ini. Dikeluar-masukkan dari dalam mulut beberapa kali kemudian di-crot!
Wajah Kiki disembur sperma milik Martin, sebelum wajahnya semakin kotor, dia segera membuka mulutnya lebar dan menampung semua mani itu di dalam mulut, menyedotnya rakus seperti mengempeng.
Tubuh Martin sedikit bergetar ketika merasakan ejakulasi, ditambah Kiki yang kini sedang menelan sperma miliknya seakan itu adalah rasa susu kesukaannya.
"Loh, Kiki ke mana?"
Jantung Martin seperti dihantam dengan raket ketika tiba-tiba Melinda sudah selesai dengan teleponnya dan langsung menanyakan keberadaan sang adik.
"Eh, tadi Kiki-"
Martin merasakan Kiki yang menepuk penisnya dua kali lalu setelah itu, Kiki tiba-tiba muncul dari dalam kolong meja.
"Sendokku tadi jatuh, Mbak. Makanya aku ambil dulu." Kiki mengatakannya dengan senyum sumringah.
Melinda menggeleng tak habis pikir. "Kamu, nih, ceroboh banget, sih. Udah jangan dipakai lagi sendok itu, kotor tahu, ambil aja sendok yang baru."
"Iya, iya." Kiki meletakkan sendok yang jatuh tadi dan mengambil sendok yang baru.
Diam-diam, saat Kiki dan Melinda sedang ngobrol, Martin langsung memasukkan penisnya ke dalam celana lagi.
"Mas, maaf banget ya, aku gak bisa nemenin kamu sama Kiki sarapan, aku buru-buru, di butik ada masalah dan aku harus turun tangan biar gak makin kacau," sesal Melinda.
"Kamu belum habisin makanan kamu, loh, Yang?" kata Martin.
"Mau gimana lagi, maaf yaa."
Martin mengelus kepala Melinda. "Tapi nanti di sana kamu jangan sampai lupa makan, oke?"
"Oke."
Melinda mencium punggung tangan Martin.
"Ki...."
Kiki langsung berdiri dan mencium tangan kakak perempuannya itu.
"Hati-hati di jalan, Mbak Mel."
"Makasih. Sekolah yang bener, ya. Mbak berangkat kerja dulu."
"So pasti, Mbak Mel."
"Mas, aku berangkat duluan, ya."
"Iya, Sayang. Hati-hati ya, telepon aku kalau kamu udah senggang nanti."
Tak berapa lama kemudian, suara mobil Malinda terdengar meninggalkan garasi rumah. Menyisakan Kiki dan Martin di dalam rumah itu.
"Mas Martin, aku juga mau loh dipanggil sayang kayak panggilan buat Mbak Mel," kata Kiki tiba-tiba sambil menopang dagunya.
Martin tertawa. "Kamu tahu, kan, Ki. Hubungan kita itu kayak apa? Tapi kalau kamu mau, Mas bakalan kasih kamu panggilan yang lebih spesial lagi."
Kiki menarik sebelah alisnya. "Contohnya?"
"Baby's tight and wet bum," ucap Martin sambil menjilat bibirnya genit.307Please respect copyright.PENANAiSOZnLC3BG
307Please respect copyright.PENANAHengQU2Rkh
307Please respect copyright.PENANA6ks032pTwP
307Please respect copyright.PENANAtpKgL0PqpR
307Please respect copyright.PENANAs31RYnfnAE
Kiki tertawa kecil. "Apaan, sih, Mas Martin. Kekanak-kanakan banget, deh." Kiki melempar sepotong angkur pada Martin. "Emangnya aku bayinya, Mas."
"Iya, siiih. Kamu lebih dari sekadar panggilan mesra-mesraan kayak gitu."
Martin menarik tangan Kiki dan membawanya naik ke atas pangkuannya. Martin lalu meraih dagu Kiki dan mengecup bibirnya.
"Aku gak nyangka kalau Melinda berangkat duluan, aku pikir kita bakalan berangkat bareng-bareng dengan mobil beda-beda kayak biasanya."
Kiki mengalungkan kedua tangannya di leher Martin. Remaja itu memejamkan matanya menikmati setiap kecupan yang Martin layangkan untuknya.
"Gara-gara itu, sekarang kita berdua punya waktu lebih buat berduaan kayak gini."
Kiki menggesek-gesekkan pantatnya yang menduduki penis Martin yang dirasakannya mulai mengeras.
"Mas Martin mau ngentotin aku lagi?" Kiki berbisik sensual di samping telinga Martin.
Martin merengkuh pinggang Kiki yang masih terbalut seragam sekolah. "Kiki sendiri gimana? Mau gak?"
Dengan tanpa malu-malu, Kiki mengangguk. "Kalau itu sama Mas Martin, mau dientot sampai hamil pun, aku rela."
Martin menciumi leher Kiki gemas sampai membuat Kiki mendesah.
"Kalau gitu, hari ini Kiki sekolahnya bolos dulu, ya."
"Ahh padahal Mbak Mel tadi baru bilang supaya aku rajin sekolahnya ah, Mas Martin kebiasaan ahh geli ah!"
Tangan Martin menelusup masuk ke dalam celah baju Kiki dan mencubit-cubit puting susunya.
"Jadi Kiki lebih nurut sama Mas atau sama mbak mu itu? Hmm?"
Kiki membusungkan dadanya gara-gara ulah Martin.
Lalu, dengan nakal, Kiki memegang dagu Martin dan berkata di depan wajahnya, "Kalau Mas Martin sanggup bikin aku hamil, aku bakalan jadi jalangnya Mas Martin selamanya." Lalu Kiki mencumbu laki-laki dewasa itu.
Martin menyambut lidah Kiki yang masuk ke dalam mulutnya. Dia lingkarkan tangannya dipinggang Kiki di mana tubuh remaja itu menempel padanya sambil sesekali meremas bokongnya.
"Ahh ah, Mas Martin ahh aku cinta sama kamu ah."
Martin kembali menyambut kecupan itu. "Mas juga cinta banget sama Kiki."
Sejak kapan Kiki dan Martin memiliki hubungan terlarang seperti ini?
Kira-kira kisah asmara terlarang mereka dimulai sejak Kiki ikut tinggal bersama Martin dan Melinda di Jakarta.
Awalnya karena Melinda mau Kiki sebagai satu-satunya adiknya, dia mau Kiki sekolah di sekolah yang bagus dan kebetulan anak itu cukup pintar dan mudah bergaul, orang tua mereka juga setuju Kiki ikut Melinda. Belum lagi, meski sudah setahun menikah, Melinda dan Martin belum juga dikaruniai anak, jadi kehadiran Kiki tak akan terlalu merepotkan mereka.
Tapi seakan menyimpan bola sepak yang sebenarnya adalah bom waktu, Melinda tak tahu bahwa sejak seminggu kedatangan Kiki ke rumahnya, Kiki mulai menaruh ketertarikan seksual terhadap Martin, suaminya sendiri, yang sekarang berstatus kakak ipar Kiki.
Alasannya? Alasannya karena wajah dan fisik juga tindak tanduk Martin yang mirip dengan seorang idola yang Kiki sukai sejak SMP. Karena Kiki masih remaja, jadi dia sering penasaran dengan semuanya.
Memangnya kucing mana yang tak akan tertarik jika disuguhi ikan? Sayangnya, Martin adalah kakak ipar Kiki, terlebih keduanya sama-sama laki-laki, jadi sambil menahan diri, Kiki cuma mengagumi Martin dalam diam karena dia masih cukup tahu diri untuk tidak menghancurkan hubungan adik ipar - kakak ipar diantara mereka.
Itu sebelum Kiki sadar bahwa diam-diam-diam, ternyata Martin juga melihatnya dan menaruh ketertarikan terhadap remaja itu. Selama seminggu pertama Kiki tinggal di rumah sepasang suami-isteri itu, baik Kiki dan Martin perlahan-lahan memberikan lampu hijau bahwa mereka saling tertarik satu sama lain.
Hingga akhirnya Kiki menjadi simpenan Martin.
Waktu itu adalah malam yang cukup ribut karena hujan mengguyur bersamaan dengan petir yang menggelegar serta angin ribut yang amat kencang. Martin dan Melinda menghabiskan waktu yang sangat panas sebagai suami-istri di kamar mereka.
Sayangnya seseorang tahu apa yang sedang mereka lakukan dan tanpa punya hak, Kiki cemburu.
Diam-diam Kiki mengendap-endap di depan kamar Melinda dan Martin, dia mengintip kegiatan rutin suami-isteri itu yang biasa mereka lakukan setiap malam. Konyolnya, mereka lupa bahwa di rumah itu sekarang ada Kiki yang ikut tinggal bersama mereka.
Kiki membuka pintu itu sedikit dan mengintip kegiatan mereka. Seketika, seluruh tubuh Kiki panas-dingin ketika melihat kedua orang itu tak menggenakan baju di atas ranjang, terlebih dengan penis besarnya yang membuat mata Kiki seketika melotot itu; Martin sedang menyetubuhi Melinda. Laki-laki itu menindih kakak Kiki dan mulai menggerak-gerakkan pinggulnya dengan kedua kaki Melinda yang melingkar di pinggang Martin.
Kedua tangan Melinda terlentang pasrah dengan dipegangi oleh Martin. Sambil mencium istrinya, Martin terus menggenjot vagina Melinda yang terasa semakin panas dan begitu kuat menjepit penisnya.
Kaki Kiki bergetar ketika mendengar erangan Martin yang terdengar begitu gagah ditelinga Kiki sampai membuat lututnya lemas. Kiki masih melihatnya, kini Martin mempercepat gerakannya sambil menciumi leher Melinda yang sedang mendesah kan nama suaminya itu.
Beberapa saat kemudian, Kiki melihat Martin mencabut penisnya dari vagina Melinda. Seketika Kiki merinding melihat ukuran penis Martin. Remaja itu semakin berkeringat dingin.
Sesuatu di balik celananya semakin mengeras dan terasa sakit, Kiki memasukkan tangan kanannya ke dalam celananya, di balik celana dalamnya. Sambil mengelus-elus penisnya sendiri, Kiki terus menyaksikan bagaimana Martin menyetubuhi Melinda, sambil membayangkan bahwa yang ada di bawah kugkungan Martin sambil telentang pasrah itu adalah dirinya sendiri.
Kiki ....
Dengan libido yang semakin naik tiap kali membayangkan dirinya lah yang sedang disetubuhi Martin, Kiki membuka celananya dan menurunkannya sampai sebatas lutut. Dia memegang penisnya yang ukurannya tak sebanding dengan milik Martin itu. Lalu mulai mengurutnya, dia memejamkan matanya, membayangkan bahwa tangan-tangan Martin yang sedang memegang penisnya.
Ketika Kiki membuka matanya, keringat menetes diwajahnya, kini Melinda sedang menungging, sambil kedua tangannya diborgol dari belakang dengan satu tangan Martin, sementara tangan kirinya mencekik leher Melinda. Martin menyodok anus Melinda dari belakang. Sekilas terlihat seperti seseorang yang sedang menunggangi kuda.
"Aaah~"
Kiki udah gak tahan lagi. Dengan nekat dia duduk di lantai dan sambil membuka kakinya selebar mungkin, Kiki memasukkan kedua jarinya ke dalam anusnya. Tapi itu tidak cukup, rasanya sangat sakit dan sulit. Sepasang mata Kiki masih menyaksikan bagaimana kini Martin sedang menyetubuhi Melinda. Jadi dia inisiatif untuk membasahi jari-jarinya dengan ludah, dan sambil membayangkan bahwa jari-jarinya itu adalah penis Martin, Kiki mulai menjamah anusnya sendiri yang terasa gatal sejak beberapa saat lalu.
Kiki mengigit bibir bawahnya sendiri agar tak mendesah, dia tak ingin ketahuan oleh orang yang disukainya bahwa dia adalah seseorang dengan pikiran cabul. Tapi Kiki juga tak bisa menampik bahwa dia begitu mendamba ingin merasakan disodomi oleh Martin, Kiki ingin merasakan bagaimana penis Martin memperkosanya sepuas laki-laki itu, Kiki benar-benar sangat ingin merasakan penis Martin yang gagah berlumuran sperma itu berada di dalam mulutnya. Meremehkannya dan merasa menang setelah berhasil menundukkan Kiki dan merebut keperjakaannya.
Sambil membayangkan hal-hal cabul seperti itu, Kiki menambahkan satu jarinya lagi di dalam anusnya yang sudah mulai sangat becek, dia menambah kecepatan sodokan tangannya sambil sesekali menggerak-gerakkan pantat dengan gerakan menguleni. Rasanya sangat nikmat, meski pun mungkin akan lebih terasa nikmat jika penis Martin berada di dalam anusnya yang sudah seperti jalang ini-
"Kiki? Kamu lagi ngapain?"
Kiki membuka matanya lebar begitu mendengar suara Martin tepat di depan wajahnya. Kiki merasa sangat malu udah ketahuan basah begini, sialnya lidah Kiki kelu, kakinya tak mau turun dan masih saja terus mengangkang seperti ini.
Martin yang kini masih telanjang bulat memperhatikan tangan Kiki yang masuk ke dalam anusnya sendiri, terlihat cairan bening disekitar pergelangan tangan dan bokong remaja itu.
"Mas dengar, Kiki nyebut-nyebut nama Mas dari tadi sambil begituan."
Kiki gak tahu mau alasan apa, belum lagi tatapan matanya malah gak mau lepas dari penis Martin yang masih berdiri melengkungkan ke atas seperti pisang, dan Martin sadar, bahwa sejak tadi Kiki terus memperhatikan kejantanannya.
Martin berjongkok. "Kamu lagi nyebayangin diperkosa sama Mas sambil nontonin Mas seks sama Mbak mu, ya?"
Kiki menelan salivanya gugup. Karena udah ketangkap basah, akhirnya Kiki cuma bilang, "Ma-maaf Mas Martin aku-"
Tapi belum selesai kata-katanya, mulut Martin lebih dulu membungkam mulut Kiki dengan ciuman.
Kiki tahu ini adalah ciuman penuh nafsu, karena sudah sejak lama, dia begitu menginginkan dijamah oleh Martin. Jadi Kiki menyambut hangat ciuman Martin untuknya dan remaja itu sungguh kecewa tatkala Martin melepaskan ciuman mereka, dia lalu menampar pelan penisnya sendiri sambil tersenyum lebar.
"Kamu loh yang godain aku duluan dengan pose cabul kayak gini, jadi jangan marah kalau kontolku ini akhirnya mengobrak-abrik anusmu, Ki."
Kiki merinding mendengar kata-kata Martin, tapi disaat bersamaan, dia justru menyambut niat Martin dengan binar senang dimatanya. Seperti fantasi liarnya akan segera menjadi kenyataan sekarang.
"Mas Martin mau ngeseks sama aku?" Jantung Kiki berdebar-debar.
"Umur kamu berapa?"
"17 tahun."
Martin mengelus penis Kiki. "Masih muda banget, ya, kamu. Kok bisa sih udah secabul ini."
Martin mencabut tangan Kiki dari anusnya, dia mencium tangan yang berlumuran lendir itu lalu menjilatinya dengan penuh kenikmatan.
"Kiki udah pernah seks?" Martin membantu Kiki melepaskan seluruh pakaiannya.
Kiki menggeleng. "Belum pernah, Mas."
"Jadi, Mas bakalan jadi yang pertama buat kamu, dong."
Martin begitu menikmati tatapan polos sekaligus penasaran dari raut wajah Kiki. Tubuhnya yang lebih kecil darinya seakan memberi akses Martin yang sebesar-besarnya untuk mendominasi makhluk di depannya itu.
"Mbak Mel-"
"Melinda udah tidur," kata Martin lebih dulu, "main satu-dua ronde aja dia juga udah tepar." Terdapat intonasi kecewa dibalik kata-katanya.
Batin Kiki, apakah Martin kurang puas dengan permainan kakaknya?
Kiki agaknya terkejut ketika Martin secara tiba-tiba memeluk tubuhnya yang kini juga telah telanjang bulat. Sensasi kedua kulit mereka yang bertemu dan bergesekan benar-benar membuat Kiki merinding sekaligus berdesir.
"Jadi kamu bakal gantiin mbak mu buat ngepuasin Mas, ya, Ki."
"Mas aku-"
Belum selesai Kiki berdamai dengan keterkejutannya, Martin langsung meraup bibir remaja itu dengan kasar seperti seseorang yang kelaparan. Kedua tangan Martin memegang kepala Kiki, remaja itu dibuat mabuk dengan ciuman pertamanya dengan Martin yang seakan membuat tubuhnya melayang.
Kiki memposisikan kedua tangannya untuk merangkul leher Martin yang lebih tinggi darinya. Tanpa peduli bahwa mereka berdua masih di depan pintu kamar yang terbuka di mana Melinda sewaktu-waktu dapat melihat perbuatan terlarang mereka berdua, Martin mengangkat sebelah kaki Kiki agar bertumpu di dadanya. Lalu dia segera menelusup kan penisnya masuk tanpa melakukan pemanasan.
"Aaahkhh!"
Kiki hampir menjerit kesakitan. Dia tak menyangka bahwa jika diterobos paksa tanpa pelumas seperti ini, penis Martin yang memang besar itu akan terasa lebih menyakitkan. Tubuhnya rasanya seperti dibelah jadi dua dengan paksa, belum lagi rasa perih dan sakit yang secara bersamaan menerjang bokong Kiki.
"Mas sakit Mas sshh ahh."
Sambil memeluk Martin erat untuk menyalurkan rasa sakitnya ke tempat lain, Martin justru menikmati kesakitan Kiki yang kini mulai mendesah menikmati sentuhannya.
"Sshh, Mas bakalan pelan-pelan. Kiki yang sabar, ya." Martin mengangkat tubuh Kiki, dia memperdalam penisnya yang telah melesak masuk ke dalam anus Kiki yang terasa begitu sempit sampai awalnya kepala penisnya kesulitan untuk masuk.
Martin mengendong Kiki dengan posisi badan Kiki menghadap ke dadanya, Kiki yang tak mau terjatuh segera merangkul leher Martin dengan erat. Sementara kedua kakinya Martin diangkat lebar-lebar oleh pria itu.
"Mas, sakit," keluh Kiki.
Martin mencium bibirnya sekilas. "Tapi enak, kan?"
Martin mulai menyodomi Kiki. Awalnya pelan-pelan, tapi lama-lama gerakannya jadi semakin cepat sampai tubuh Kiki yang sedang digendongnya terhentak-hentak.
Kiki memalingkan wajahnya malu. Dengan malu-malu, dia mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Hmm, rasanya hangat dan enak." Kiki tentu saja dia sangat menyukai perlakuan Martin terhadapnya ini, dia sudah sangat lama menantikan saat-saat seperti ini. "Lubangku suka disodok sama kontolnya Mas Martin kayak gini."
Martin tertawa sebelum akhirnya dia makin mempercepat sodokannya sambil meraup bibir tipis Kiki.
Kiki semakin memeluk Martin erat, kedua kakinya dia lingkarkan di pinggang Martin. Ketika sesuatu yang terasa asing dan aneh itu perlahan-lahan menarik seluruh otot-ototnya dan menjadi tenang, Kiki membusungkan dadanya sambil mendesah panjang.
Lalu perutnya seperti ditetesi sesuatu yang terasa hangat dan lengket, tapi itu belum apa-apa ketika di dalam anusnya, sperma Martin menyembur banyak sekali di dalam anus Kiki bahkan sampai membeludak keluar padahal dia belum mencabut kejantanannya itu.
Waktu itu, untuk pertama kalinya, Kiki merasakan kenikmatan duniawi yang orang-orang sebut sebagai seks, dan dia melakukannya pertama kali bersama laki-laki yang disukainya. Martin.
Sungguh, bukan cuma anusnya yang terasa sangat sesak gara-gara penis Martin. Tapi juga perutnya yang terasa dipenuhi kupu-kupu yang sangat banyak sampai Kiki terasa tergelitik, rasa geli yang ingin terus Kiki rasakan terus-menerus.
Martin pun sebenarnya belum pernah berpacaran dengan laki-laki, tapi bukan berarti dia tak pernah menonton film porno gay sambil mengocok penisnya sendiri.
Ini adalah malam pertamanya coba-coba menggagahi seorang pria, dan Martin rasa dia cukup puas, atau bahkan sangat puas? Gerakan Kiki yang polos membuatnya merasa sangat mendominasi permainan seks mereka hingga Martin merasa dia sedang di atas awan.
***
"Mas Martin ahh ah aku mau keluar ahh ahh!"
Martin kembali ke kenyataan setelah kelebatan singkat setahun lalu bagaimana dia dan Kiki memulai hubungan terlarang diantara mereka ini, tiba-tiba terlintas begitu saja ketika melihat Kiki kini sedang menggelinjang di bawah tubuhnya. Itu sama seperti dulu.
Martin memperhatikan dengan tatapan penuh nafsu bagaimana indahnya tubuh telanjang Kiki yang mengkilap akibat keringat dan dipenuhi cairan putih sperma itu menggeliat-liat di bawah kungkungannya, dengan kejantanan panjang Martin ya dijepit erat oleh anus Kiki yang tiap kali orgasme selalu semakin mengetat dan dipenuhi lendir.
Kedua tangan Kiki tak bisa bergerak bebas lantaran Martin menggenggam kedua tangan Kiki dengan satu tangannya dan diletakkannya tangan itu di atas kepala remaja tersebut.
Tatkala ranjang berseprei putih itu semakin berderit-derit akibat guncangan yang berasal dari sepasang anak Adam yang tengah bersenggama, dinding kamar Kiki terpaksa memperdengarkan desahan Kiki dan lolongan Martin yang seakan tiada habisnya tiap kali ejakulasi.
"Kikiiii~~ ah ahh kamu sempit banget sih, Ki." Bokong Martin masih terus menyodomi Kiki, tak peduli bahwa anus Kiki telah penuh dengan sperma miliknya. "Sempiiiit banget ahh sampai Mas ketagihan nyodok kamu ah ah, jangan salahin Mas kalau kamu sampai hamil anak Mas, ya, ahh ah."
Saking panasnya kegiatan seks mereka, Kiki bahkan sampai menangis gara-gara tubuhnya mulai terasa remuk, terutama area bohongnya, tapi tak munafik kalau remaja itu masih ingin terus disetubuhi oleh Martin seperti ini.
"Mas Martin ahh, ahh Maaasssh ah."
Kiki melihat ke bawah selangkangannya bagaimana penis Martin keluar-masuk menggagahinya hingga perut datar Kiki timbul-masuk gara-gara penis Martin menyodomi anusnya sangat dalam.
Martin meraup bibir Kiki, menciumnya. Kiki menerima ciuman itu dengan kaki yang terus mengangkang tak peduli bahwa kakinya mulai pegal-pegal terus berada diposisi itu.
"Kiki makasih ya udah mau Mas setubuhi," bisik Martin disela-sela ciuman mereka dengan masih terus menyodok anus Kiki.
Kiki membusungkan dadanya ketika dia mulai ejakulasi lagi entah sudah yang beberapa kali.
"Sssttt, jangan nangis, kan ada Mas di sini." Martin mengusap air mata Kiki dengan jempolnya. "Mas, bakalan selalu meluk Kiki kayak gini-"
Tiba-tiba telepon Martin berdering, Martin awalnya mengabaikannya dan fokus mencari kenikmatannya sendiri di dalam anus Kiki. Tapi telepon itu kembali berdering, dengan terpaksa, dengan masih menancapkan penisnya didubur Kiki, Martin mengangkat telepon yang ternyata dari Melinda tersebut.
"Ekhem, halo Sayang? Ada apa?" Dia mendekatkan layar ponselnya ke telinga.
~ "Kok, ada apa, sih? Katanya Mas kalau aku udah senggang, aku kamu suruh nelepon. Ya ini aku lagi makan siang." ~
Martin merasakan spermanya ada diujung kepala penisnya. "Oh, iya, aku lupa ahhh-maaf ya, aku dari tadi sibuk banget sampai lupa sama kamu."
Kiki membekap mulutnya sendiri dengan satu tangannya, sementara satu tangannya yang lain bergandengan erat dengan tangan Martin yang bebas dari telepon.
"Kamu lagi makan apa?"
Martin menggenggam tangan Kiki erat ketika penisnya menyemburkan sperma, sesaat tubuhnya menegang dan bergetar merasakan sensasi kenikmatan itu. Dia tetap mati-matian menahan lolongannya yang sejak tadi menggelegar gagah setiap kali berhasil orgasme, tapi kini Martin tak mungkin melakukannya sambil menelepon istrinya.
Setelah semua spermanya masuk ke dalam anus Kiki, Martin mencabut penisnya, seketika anus Kiki menyemburkan sperma milik Martin yang sangat banyak hingga membuat tubuh Kiki menggelinjang keenakan.
Sambil masih menempelkan telepon itu ditelinganya dan mendengarkan sang istri bercerita tentang kejadian pagi ini di butik, Martin memeluk tubuh berkeringat Kiki dan mencium bibir remaja itu singkat setelah persetubuhan panjang yang mereka lakukan.
Kiki tertidur kelelahan, disusul oleh Martin yang berkata seperti ini pada istrinya, "Yang aku capek, aku matiin telepon kamu, ya."
Lalu kedua anak Adam itu terlelap sambil berpelukan tanpa pakaian, sampai matahari hampir tenggelam.
307Please respect copyright.PENANAtEPuf7l0oc
307Please respect copyright.PENANAnxts8TjDAu
307Please respect copyright.PENANAkWCv29sjap
307Please respect copyright.PENANAcqLKAtLAPe
307Please respect copyright.PENANAbNeMOzGv8p
307Please respect copyright.PENANANGU4FE65Nj
307Please respect copyright.PENANAH9L8J68QU5
307Please respect copyright.PENANAoi4HcDFVgX
307Please respect copyright.PENANAUR7x6Vsf7N
307Please respect copyright.PENANAMS50npBEyi
307Please respect copyright.PENANA2PFWqBlGuG
307Please respect copyright.PENANAe0Hchzb4aG
307Please respect copyright.PENANAdeADKP7Ksu
307Please respect copyright.PENANAVPHVN12Mvo
307Please respect copyright.PENANAC2vPpKscvw
307Please respect copyright.PENANAZJtDZp6nT8
307Please respect copyright.PENANAUPqgAmQ4qj
307Please respect copyright.PENANAZFE4cAOo6y
307Please respect copyright.PENANAzx2BGMfRev
307Please respect copyright.PENANAjTrux0frtY
307Please respect copyright.PENANAcPcgKfGwnm
307Please respect copyright.PENANA0tZLdXd0L6
307Please respect copyright.PENANAJIT7Nyg6w3
307Please respect copyright.PENANAYVurtb2KIq
307Please respect copyright.PENANAJrvIWOakRM
307Please respect copyright.PENANA5b9rZwWghu
307Please respect copyright.PENANAt6fcDUX0yj
307Please respect copyright.PENANAEgcPSOCOkj
307Please respect copyright.PENANARkcYHrHPrp
307Please respect copyright.PENANAFA3QyKAdwo
307Please respect copyright.PENANAFimPapfr3q
307Please respect copyright.PENANAjeN0Xxzr6t
307Please respect copyright.PENANAG1QVontxcS
307Please respect copyright.PENANAVuAz6vNWuz
307Please respect copyright.PENANAExDYzTqfOk
307Please respect copyright.PENANAFwcysLDe09
307Please respect copyright.PENANAjaFWPuiPaw
307Please respect copyright.PENANAieDv5l0Cie
307Please respect copyright.PENANAqo2AEP3lwj
307Please respect copyright.PENANAAtBUY4ZSXI
307Please respect copyright.PENANAe33kBiCV89
307Please respect copyright.PENANAkAsuGWWC7M
307Please respect copyright.PENANA1X5KV12i1k
307Please respect copyright.PENANAba6sGmSzV4
307Please respect copyright.PENANAX7SEMT7KqH
307Please respect copyright.PENANAAVLkLixAbu
307Please respect copyright.PENANAcPmqPqxKjd
307Please respect copyright.PENANAobg9x0S3PI
307Please respect copyright.PENANAQNf3yxVDtW
307Please respect copyright.PENANAk0WrF1fHb0
307Please respect copyright.PENANADUSRvEpJdZ
307Please respect copyright.PENANA8s6rOsbJOD
307Please respect copyright.PENANA4Wi8Ml9GJi
307Please respect copyright.PENANAyGacITcccd
307Please respect copyright.PENANAc87ykFo2Qh
307Please respect copyright.PENANAqEyEX0IC4M
307Please respect copyright.PENANA6n6k0NIy0C
307Please respect copyright.PENANA4MZHVR2ia9
307Please respect copyright.PENANAnMY8G9iXXG
307Please respect copyright.PENANAKRXQqTpDeO
307Please respect copyright.PENANA8gL7hNBfSI
307Please respect copyright.PENANAeeOOLatTm3
307Please respect copyright.PENANAxBamFy65PQ
307Please respect copyright.PENANAjVT5wq8J0v
307Please respect copyright.PENANApEonyCBgUT
307Please respect copyright.PENANAjBg0qHxr9y
307Please respect copyright.PENANAGCMK4hqZ3S
307Please respect copyright.PENANASWWJu3ippM
307Please respect copyright.PENANAUopRQJX4cE
307Please respect copyright.PENANAx9Qpv8oYIL
307Please respect copyright.PENANACXtBnYOweZ
307Please respect copyright.PENANAH7y6nTj35Z
307Please respect copyright.PENANAMvlf28IUDB
307Please respect copyright.PENANA7elLlZArXZ
307Please respect copyright.PENANAB6OzVnGej8
307Please respect copyright.PENANATepRA8YEUe
307Please respect copyright.PENANAw5pVoN3zo3
307Please respect copyright.PENANALjOzMM8jP6
307Please respect copyright.PENANAJqpx976IyC
307Please respect copyright.PENANAPF1tcxl4wC
307Please respect copyright.PENANAXGta1Q01qk
307Please respect copyright.PENANA5RSiI2OGWy
307Please respect copyright.PENANAMXxarfueMk
307Please respect copyright.PENANAVJYWviUvCl
307Please respect copyright.PENANAf4ZKv21yMs
307Please respect copyright.PENANArL0LNM4GGn
307Please respect copyright.PENANAaawrn4HkZG
307Please respect copyright.PENANA0kDvOYl99t
307Please respect copyright.PENANAGx2xohe5jd
307Please respect copyright.PENANAeHGGtaq3OX
307Please respect copyright.PENANAC58Hhwurld
307Please respect copyright.PENANAutKmdQo5ZE
307Please respect copyright.PENANA3Y5na3JlHZ
307Please respect copyright.PENANA1q8aQPZOUR
307Please respect copyright.PENANA26TkYBTZyZ
307Please respect copyright.PENANAPgIBg65VZB
307Please respect copyright.PENANAGicF7MSrVM
307Please respect copyright.PENANAP1t8c1Se06
307Please respect copyright.PENANAQOik51WypX
307Please respect copyright.PENANAcpBSjgZObz
307Please respect copyright.PENANAZn1YXefiGs
307Please respect copyright.PENANAhQGhBzWFxX
307Please respect copyright.PENANAabELaPcLFa
307Please respect copyright.PENANAspaowmun4P
307Please respect copyright.PENANAVxXzQnx8lg
307Please respect copyright.PENANAX3atFzs2KF
307Please respect copyright.PENANALpSBpX1KiO
307Please respect copyright.PENANA3YfBI4BngL
307Please respect copyright.PENANA5GigN8MsdY
307Please respect copyright.PENANAxEOSQEMlVe
307Please respect copyright.PENANAyYgmzZAbcw
307Please respect copyright.PENANAYD08UI3Gc0
307Please respect copyright.PENANAhXXWvQZhNX
307Please respect copyright.PENANAC0kZwakBms
307Please respect copyright.PENANAPdSIIw0BDA
307Please respect copyright.PENANA5ltTVl6G08
307Please respect copyright.PENANAK4eqNbNdgW
307Please respect copyright.PENANAUdzsJMu3FY
307Please respect copyright.PENANAPu2R6kdJei
307Please respect copyright.PENANAHzhBHWDjjY
307Please respect copyright.PENANAEaqklqZsgi
307Please respect copyright.PENANANf2fRhkmcA
307Please respect copyright.PENANAQE2QjGHNpi
307Please respect copyright.PENANAjTDyM4P9cy
307Please respect copyright.PENANA3jvPr8LVKw
307Please respect copyright.PENANAkM0cPFIurI
307Please respect copyright.PENANAkc25Dk9T7x
307Please respect copyright.PENANAfbGOjvulfV
307Please respect copyright.PENANAt2HPHHGFnw
307Please respect copyright.PENANA7m4LSTyCtF
307Please respect copyright.PENANA71Dwy9WIsz
307Please respect copyright.PENANArpG6rleKb7
307Please respect copyright.PENANAQBCPaCtpJq
307Please respect copyright.PENANAUdsv6tQI6b
307Please respect copyright.PENANAS4y3MDNZhe
307Please respect copyright.PENANAsWgZUfQj1T
307Please respect copyright.PENANAUsz0BjP4ID
307Please respect copyright.PENANApgwIveAkem
307Please respect copyright.PENANAmOiPXXRuP5
307Please respect copyright.PENANAUUJEKlwgjh
307Please respect copyright.PENANAhE6z0pGo1O
307Please respect copyright.PENANAxrOF8Nla1x
307Please respect copyright.PENANAIDlIdP82tW
307Please respect copyright.PENANAhaMxdMdiag
307Please respect copyright.PENANAz6ckcnkOFb
307Please respect copyright.PENANAgtMR7wgWL8
307Please respect copyright.PENANA05fTyPZ1vn
307Please respect copyright.PENANASFMZVV4oZT
307Please respect copyright.PENANA9Vcya40khj
307Please respect copyright.PENANA6s62R8AabL
307Please respect copyright.PENANAGB0SoYXY5O
307Please respect copyright.PENANALOseMHXvsK
307Please respect copyright.PENANAFTOaFcrYpa
307Please respect copyright.PENANAfCRZ2u049e
307Please respect copyright.PENANAUZ0yWH37cd
307Please respect copyright.PENANADz7L477xUr
307Please respect copyright.PENANAoITM4pZrHU
307Please respect copyright.PENANAFT3xAMwxNu
307Please respect copyright.PENANAG7op3dSFUC
307Please respect copyright.PENANAPuM0ad2VCL
307Please respect copyright.PENANABzdF5DGqkY
307Please respect copyright.PENANAkyB4gRPokE
307Please respect copyright.PENANAcv0AnRpEPH
307Please respect copyright.PENANAecpTKBH6aj
307Please respect copyright.PENANAyS7vYx8Vh8
307Please respect copyright.PENANADT0g2BPQJn
307Please respect copyright.PENANASNk78T60sd
307Please respect copyright.PENANAVXZcJw0b86
307Please respect copyright.PENANAlpWmpyRHsv
307Please respect copyright.PENANADmhXc22NYT
307Please respect copyright.PENANAjXRf6If7uo
307Please respect copyright.PENANASdURmjcmJn
307Please respect copyright.PENANAI0RpeDDU28
307Please respect copyright.PENANAzkT0tcigPS
307Please respect copyright.PENANAn9xDbnULo7
307Please respect copyright.PENANA7APcdfm0I2
307Please respect copyright.PENANAdJ8XO8fIgh
307Please respect copyright.PENANA0dhTJfnd9h
307Please respect copyright.PENANAcWdFZgnGwd
307Please respect copyright.PENANAGVqpKGIZvT
307Please respect copyright.PENANAAQLiTwzeil
307Please respect copyright.PENANA8wd9HrKceq
307Please respect copyright.PENANAg41LIF6AbH
307Please respect copyright.PENANAk8Kow4RW8d
307Please respect copyright.PENANAscb6CJ5nue
307Please respect copyright.PENANAqjzFCFaCsM
307Please respect copyright.PENANAD0r831NgS2
307Please respect copyright.PENANAA3QJSb95XN
307Please respect copyright.PENANArDgjaGiZ2R
307Please respect copyright.PENANAYFjK7mo9g8
307Please respect copyright.PENANA3Y3dxyTyXD
307Please respect copyright.PENANAHyTJqmrmMO
307Please respect copyright.PENANA0NHTEBW7aB
307Please respect copyright.PENANADORLmrug1d
307Please respect copyright.PENANAuuA6Hsbrma
307Please respect copyright.PENANA6KJRfFljBO
307Please respect copyright.PENANAkOVZeyFF2f
307Please respect copyright.PENANA7t0wEEmkEm
307Please respect copyright.PENANAlVRk2KbTkj
307Please respect copyright.PENANArbDKgRxY9a
307Please respect copyright.PENANAnoGQIbU9SM
307Please respect copyright.PENANA7maWsBaChN
307Please respect copyright.PENANAAGKD11pyIR
307Please respect copyright.PENANAIjZQnryKK7
307Please respect copyright.PENANAPY7sOBi50D
307Please respect copyright.PENANAmtgEVRDn3E
307Please respect copyright.PENANApo2BY80hVG
307Please respect copyright.PENANAhQtxAD6Fdw
307Please respect copyright.PENANAkhpGDlfsdq
307Please respect copyright.PENANAcjuE9UlmTY
307Please respect copyright.PENANAe4wwcyff86
307Please respect copyright.PENANARQW2wQOwUk
307Please respect copyright.PENANAHAHjHIZ9Zo
307Please respect copyright.PENANAK6m21whYKR
307Please respect copyright.PENANAYag7ahGbQG
307Please respect copyright.PENANA0Kte1Nbcno
307Please respect copyright.PENANAKrg9Iqby14
307Please respect copyright.PENANAu7CAcRtmY2
307Please respect copyright.PENANAtX0TbYmcWb
307Please respect copyright.PENANAQn20bAwylS
307Please respect copyright.PENANARo0E1Vp9rN
307Please respect copyright.PENANASKIcPLowW3
307Please respect copyright.PENANAh2AqHyPzcb
307Please respect copyright.PENANAOwEsy2cYNH
307Please respect copyright.PENANAJK4Ba5uIRX
307Please respect copyright.PENANAMJ8JpLNz2f
TAMAT!
ns3.147.195.197da2