
Sore itu, di sebuah taman yang mulai remang-remang, tampak seorang pria terbaring di bangku panjang. Pakaiannya lusuh dan compang-camping, rambutnya gondrong tak terurus, dan tatapan matanya kosong. Dialah Joko, seorang dengan gangguan mental yang sering menghabiskan waktunya di taman. Tak jauh dari sana, seorang wanita anggun berjalan perlahan. Anisa, usianya 34 tahun, baru saja selesai mengikuti pengajian. Ia mengenakan gamis longgar berwarna krem dan hijab senada yang menutupi kepalanya dengan rapi. Wajahnya tampak teduh dan damai. Langkahnya terhenti saat melihat Joko yang tertidur pulas di bangku. Dengan hati-hati, Anisa mendekat. "Permisi, Bapak," sapanya lembut, mencoba membangunkan Joko. Joko hanya menggeliat sedikit tanpa membuka mata, lalu kembali terdiam. Anisa menghela napas pelan. Ia merasa kasihan melihat kondisi pria itu. Setelah berpikir sejenak, Anisa memutuskan untuk duduk di ujung bangku yang lain, menjaga jarak namun tetap mengawasi. Ia mengeluarkan botol air mineral dari dalam tasnya dan meneguknya perlahan. Matahari semakin condong ke barat, langit mulai berwarna jingga, dan suasana taman menjadi semakin sepi. Anisa sesekali melirik ke arah Joko, yang masih belum bergerak dari posisinya. Ada rasa iba yang tumbuh di hatinya melihat pria yang tampak begitu terlantar itu.
2131Please respect copyright.PENANAiR2FKtMgQC
Setelah beberapa saat dalam keheningan, Joko tiba-tiba membuka matanya. Tatapannya kosong dan tanpa fokus, seolah melihat menembus Anisa yang duduk di dekatnya. Ia bangkit perlahan, gerakannya kaku dan tidak terkoordinasi. Joko kemudian menatap sekeliling taman dengan pandangan linglung, tanpa ekspresi yang jelas di wajahnya. Anisa memperhatikannya dengan saksama, mencoba memahami apa yang mungkin sedang dipikirkan oleh pria itu, meskipun ia sadar bahwa mungkin tidak ada pemikiran yang terstruktur di benak Joko. "Bapak baik-baik saja?" tanya Anisa dengan suara lembut, mencoba memecah kesunyian. Joko tidak memberikan respons apa pun. Ia hanya berdiri diam di tempatnya, sesekali menggerakkan tangan seperti sedang meraih sesuatu yang tidak terlihat. Anisa kembali menghela napas. Ia merasa dilema, antara ingin membantu pria itu namun juga merasa sedikit khawatir dengan kondisinya yang tidak terduga. Hari semakin gelap, dan taman mulai benar-benar sepi. Hanya suara angin sepoi-sepoi yang sesekali terdengar. Anisa berpikir untuk segera pulang, namun rasa iba terhadap Joko membuatnya menunda niatnya. Ia merasa tidak tega meninggalkan pria itu sendirian di taman yang semakin gelap dan sepi. Ia memutuskan untuk menunggu sebentar lagi, berharap ada seseorang yang mungkin datang menjemput Joko atau setidaknya pria itu menunjukkan tanda-tanda ingin pergi dari taman. Anisa kembali memandang Joko yang kini berjalan perlahan menuju sebuah pohon besar di tengah taman. Gerakannya masih terlihat tidak stabil, dan sesekali ia berhenti seperti sedang kebingungan. Anisa terus mengawasinya dari tempat duduknya, siap untuk memberikan bantuan jika memang dibutuhkan.
2131Please respect copyright.PENANADGV44ScLPi
Joko kini berdiri tepat di bawah pohon besar itu, mendongak menatap dedaunan yang mulai menghitam karena senja. Tiba-tiba, ia meraih salah satu dahan yang rendah dan mulai memanjatnya dengan gerakan yang mengejutkan. Anisa terkejut melihat tingkah laku Joko yang tiba-tiba berubah. Ia bangkit dari duduknya dan menghampiri pohon itu, merasa khawatir Joko akan terjatuh. "Bapak, hati-hati! Jangan naik terlalu tinggi," seru Anisa dengan nada cemas. Namun, Joko tidak menghiraukannya. Ia terus memanjat semakin tinggi, tanpa menghiraukan seruan Anisa dari bawah. Anisa semakin panik melihat Joko yang kini berada cukup tinggi di atas tanah. Ia tidak tahu harus berbuat apa, karena ia yakin Joko tidak akan mengerti jika ia terus berbicara. Sementara itu, Joko terus bergerak naik di antara ranting-ranting pohon, sesekali tertawa kecil tanpa alasan yang jelas. Anisa hanya bisa terpaku melihat pemandangan itu, berharap Joko tidak melakukan hal yang membahayakan dirinya sendiri. Hari semakin gelap, dan Anisa mulai merasa kedinginan. Ia memeluk dirinya sendiri sambil terus memperhatikan Joko yang kini duduk di salah satu dahan yang cukup besar. Pria itu tampak tenang di atas sana, seolah menemukan kedamaian di tengah keramaian dedaunan. Anisa kembali mencoba berbicara, meskipun ia tahu kemungkinannya kecil untuk didengar. "Bapak, sudah malam. Mari turun, Bapak," ucapnya dengan nada memohon. Lagi-lagi, tidak ada respons dari Joko. Anisa merasa semakin frustrasi dan khawatir. Ia tidak tahu harus meminta bantuan kepada siapa, karena taman itu sudah benar-benar sepi. Ia hanya bisa berharap Joko akan turun dengan sendirinya sebelum hari menjadi terlalu malam.
2131Please respect copyright.PENANA4DeLFyAkIF
Setelah beberapa saat, Anisa teringat bahwa ia membawa beberapa potong roti di dalam tasnya. Ia berpikir mungkin makanan bisa menarik perhatian Joko dan membuatnya mau turun dari pohon. Dengan hati-hati, ia membuka tasnya dan mengeluarkan sepotong roti. "Bapak," panggil Anisa lagi dengan suara lebih keras, sambil mengacungkan roti itu ke atas. "Ini ada roti, Bapak mau?" Joko menoleh ke arah Anisa, matanya tampak sedikit lebih fokus kali ini. Ia melihat roti yang dipegang Anisa. Perlahan, Joko mulai bergerak turun dari pohon. Gerakannya masih terlihat hati-hati dan tidak terburu-buru. Anisa merasa lega melihat Joko akhirnya mau turun. Setelah Joko berhasil turun dan berdiri di depannya, Anisa mengulurkan roti itu. "Ini, Bapak. Dimakan ya," katanya lembut. Joko mengambil roti itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ia hanya memandangi roti itu sejenak, lalu memasukkannya ke dalam mulutnya. Anisa memperhatikan Joko makan dengan tenang. Ia merasa sedikit lega karena pria itu sepertinya tidak berbahaya. Setelah Joko selesai menghabiskan roti pertamanya, Anisa menawarkan roti yang lain. "Mau lagi, Bapak?" Joko mengangguk pelan. Anisa menyuapkan potongan roti itu ke mulut Joko dengan hati-hati. Ia merasa ada kehangatan yang aneh menjalari hatinya saat melakukan tindakan itu.
2131Please respect copyright.PENANAuWWKVQQLDu
Setelah menyuapi Joko beberapa potong roti, Anisa melihat raut wajah pria itu tampak lebih tenang. Meskipun tatapannya masih kosong, tidak ada lagi kegelisahan yang terpancar seperti sebelumnya. Anisa memberanikan diri untuk duduk kembali di bangku taman, tidak terlalu jauh dari tempat Joko berdiri. Ia memperhatikan Joko yang kini memandangi sisa roti di tangannya. Hari semakin gelap, dan lampu-lampu taman mulai menyala, memberikan penerangan yang temaram. Suasana menjadi lebih tenang, hanya suara jangkrik yang sesekali terdengar. Anisa merasa sedikit lebih nyaman berada di dekat Joko sekarang. Ia tidak lagi merasa takut seperti sebelumnya, meskipun kewaspadaan tetap ada. Dalam hati, Anisa bertanya-tanya tentang siapa sebenarnya Joko dan mengapa ia bisa berada dalam kondisi seperti ini. Rasa ingin tahu dan iba bercampur menjadi satu. Ia kembali mencoba berbicara dengan Joko, berharap kali ini pria itu akan memberikan respons. "Bapak tinggal di mana?" tanya Anisa dengan suara pelan dan lembut. Joko menoleh ke arah Anisa, namun lagi-lagi ia tidak menjawab. Ia hanya menatap Anisa dengan tatapan kosongnya, seolah tidak mengerti pertanyaan yang baru saja dilontarkan. Anisa menghela napas, menyadari bahwa percakapan yang berarti mungkin tidak akan terjadi. Meskipun begitu, ia tidak berniat untuk meninggalkan Joko sendirian di taman yang semakin malam ini.
2131Please respect copyright.PENANAM52PBGa7k4
Saat Anisa sedang memperhatikan Joko yang berdiri tidak jauh darinya, matanya tidak sengaja tertuju pada bagian celana Joko yang robek di bagian depan. Dari balik sobekan itu, samar-samar terlihat bentuk penis Joko. Anisa tersentak dan segera mengalihkan pandangannya, merasa sedikit terkejut dan tidak nyaman dengan pemandangan yang tidak sengaja ia lihat. Namun, entah mengapa, matanya kembali tertarik ke arah sana. Ada rasa ingin tahu yang aneh muncul di benaknya, meskipun ia tahu itu tidak pantas. Sebagai seorang wanita yang sudah menikah, seharusnya ia tidak memiliki ketertarikan pada bagian tubuh pria lain, apalagi seorang pria dengan kondisi seperti Joko. Anisa mencoba untuk tidak memikirkannya dan kembali fokus pada hal lain. Ia memandang lampu-lampu taman yang bersinar semakin terang di tengah kegelapan malam. Namun, bayangan samar bentuk penis Joko masih terlintas di benaknya. Ia merasa sedikit bingung dengan perasaannya sendiri. Ada rasa kasihan, ingin tahu, dan sedikit rasa tertarik yang bercampur aduk. Anisa berusaha keras untuk mengendalikan pikirannya dan kembali bersikap seperti semula. Ia mencoba mengingat suaminya di rumah, sosok pria yang sangat ia cintai dan hormati. Pikiran itu sedikit membantu meredakan rasa tidak nyaman yang ia rasakan. Ia kembali menatap Joko, kali ini berusaha untuk tidak melihat ke arah bagian tubuh yang tadi menarik perhatiannya. Ia hanya ingin memastikan bahwa pria itu baik-baik saja dan tidak melakukan hal yang aneh-aneh.
2131Please respect copyright.PENANAZoabeqAeLN
Setelah beberapa saat terdiam dan bergumul dengan pikirannya sendiri, Anisa kembali menatap Joko. Pria itu masih berdiri di tempat yang sama, sesekali menggerakkan kakinya dengan tidak sabar. Tiba-tiba, sebuah dorongan aneh muncul dalam diri Anisa. Ia merasa kasihan melihat Joko yang tampak begitu terlantar, dan pikiran tentang bagian tubuh pria itu yang tadi ia lihat kembali menghantuinya. Dengan gerakan perlahan dan hati-hati, Anisa memberanikan diri untuk mendekati Joko. Ia mengulurkan tangannya, bukan untuk menyentuh roti lagi, melainkan mengarah ke bagian depan celana Joko yang robek. Dengan ujung jarinya, Anisa menyentuh kain celana di sekitar penis Joko. Sentuhan itu sangat ringan, namun cukup untuk membuat Anisa merasakan bentuk di baliknya. Joko tampak tidak memberikan respons apa pun terhadap sentuhan Anisa. Ia hanya diam berdiri, seolah tidak menyadari apa yang sedang terjadi. Anisa menarik kembali tangannya dengan sedikit terkejut dengan keberaniannya sendiri. Jantungnya berdebar lebih kencang dari sebelumnya. Ia tidak mengerti mengapa ia melakukan hal itu. Rasa iba dan rasa ingin tahu bercampur menjadi satu, mendorongnya untuk melakukan tindakan yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Anisa kembali menatap Joko, mencoba mencari tahu apakah ada perubahan ekspresi di wajah pria itu, namun nihil. Wajah Joko tetap datar dan kosong.
2131Please respect copyright.PENANAAm6u8MnkzN
Meskipun Joko tidak menunjukkan reaksi apa pun, Anisa merasakan ada perubahan pada bagian tubuh yang tadi ia sentuh. Dari balik celana robek itu, ia melihat ada sedikit tonjolan yang semakin jelas. Anisa menyadari bahwa penis Joko mulai menegang. Perasaan aneh kembali menyeruak dalam dirinya. Rasa kasihan bercampur dengan rasa penasaran yang semakin kuat. Tanpa berpikir panjang, dan seolah ada kekuatan yang mengendalikannya, Anisa kembali mengulurkan tangannya. Kali ini, ia tidak hanya menyentuh kain celana, melainkan menarik perlahan bagian celana Joko yang robek hingga terbuka lebih lebar. Pemandangan yang kini terpampang di hadapannya membuat jantung Anisa berdebar semakin kencang. Penis Joko terlihat jelas, mulai membesar dan menegang. Dengan gerakan ragu namun pasti, Anisa meraih penis Joko. Sentuhan tangannya membuat Joko sedikit tersentak, namun ia tetap diam tanpa ekspresi. Anisa mulai menggerakkan tangannya naik turun pada penis Joko. Ia merasakan tekstur kulit yang lembut dan hangat. Perasaan bersalah dan rasa ingin tahu terus bergejolak dalam dirinya. Ia tahu apa yang sedang dilakukannya tidak benar, namun ia tidak bisa menghentikannya. Joko hanya berdiri diam, matanya tetap kosong menatap ke depan, seolah tidak menyadari apa yang sedang terjadi padanya. Sementara itu, Anisa terus mengocok penis Joko dengan gerakan yang semakin berani.
2131Please respect copyright.PENANAB9up1IMVQp
Gerakan tangan Anisa pada penis Joko semakin intens. Ia merasa sedikit kesulitan karena kondisi penis Joko yang mulai mengering. Tanpa ragu, Anisa menjilat jari-jarinya sendiri, membasahinya dengan ludah. Kemudian, ia kembali melumasi penis Joko dengan ludahnya. Tindakan ini membuat gesekan terasa lebih licin dan nyaman. Anisa terus menggerakkan tangannya naik turun, menikmati sensasi aneh yang menjalari tubuhnya. Ia memperhatikan ekspresi Joko yang masih datar, tanpa ada tanda-tanda kenikmatan atau penolakan. Beberapa saat kemudian, Anisa merasakan otot-otot penis Joko menegang dan berdenyut. Ia tahu sebentar lagi Joko akan mencapai klimaks. Gerakan tangannya semakin cepat dan kuat. Tak lama kemudian, cairan putih kental menyembur keluar dari ujung penis Joko, mengenai tangan Anisa dan celana Joko yang robek. Joko menghela napas panjang, dan tubuhnya terlihat sedikit lemas. Anisa menghentikan gerakannya dan menarik kembali tangannya. Ia menatap cairan putih di tangannya dengan perasaan campur aduk. Ada rasa jijik, penasaran, dan sedikit rasa bersalah.
2131Please respect copyright.PENANAlZ3lMiRz4V
Setelah klimaks Joko, suasana di sekitar mereka menjadi hening kembali. Joko tampak lebih tenang, meskipun tatapannya masih kosong. Tiba-tiba, Joko bergerak menuju pohon besar di dekat mereka dan mulai mengeluarkan air seni. Anisa memperhatikannya sejenak, lalu menyadari bahwa ia juga merasakan dorongan untuk buang air kecil. Karena taman sudah sangat sepi dan hari semakin malam, Anisa merasa tidak ada pilihan lain. Ia memutuskan untuk buang air kecil di dekat Joko. Dengan sedikit mengangkat gamisnya, Anisa meraih bagian bawah gamisnya dan menariknya ke atas hingga sebatas pinggang. Kemudian, dengan gerakan cepat, ia menurunkan celana dalamnya. Celana dalam berwarna krem itu kini terlepas dari tubuhnya, memperlihatkan area kewanitaannya. Vagina Anisa tampak bersih dan tertutup rapat oleh bibir kemaluannya. Di sekitarnya, tumbuh bulu-bulu kemaluan yang berwarna hitam dan terlihat sedikit lebat. Anisa kemudian berjongkok di samping Joko, yang masih berdiri menghadap pohon sambil mengeluarkan air seni. Posisi jongkok Anisa membuat wajahnya berada sejajar dengan bagian tengah tubuh Joko, dan penis Joko yang sedang mengeluarkan air seni hanya berjarak sekitar lima puluh sentimeter dari wajahnya. Anisa bisa melihat dengan jelas aliran air seni Joko yang berwarna kekuningan keluar dari ujung penisnya. Ia memperhatikan bentuk penis Joko yang kini terlihat lebih jelas setelah klimaks tadi. Ada rasa ingin tahu yang kembali muncul dalam benaknya saat melihat bagian tubuh pria itu dari jarak sedekat ini. Anisa mulai mengeluarkan air seni, merasakan kelegaan yang menjalar di tubuhnya. Suara gemericik air seni mereka berdua memecah kesunyian malam di taman itu. Anisa masih jongkok, sesekali melirik ke arah penis Joko yang masih mengeluarkan sisa-sisa air seni. Joko sendiri tampak tidak menyadari kehadiran Anisa di sampingnya, ia tetap fokus pada aktivitasnya di depan pohon. Anisa terus mengeluarkan air seni sambil sesekali memperhatikan penis Joko yang berada sangat dekat dengan wajahnya. Situasi ini terasa sangat aneh dan tidak biasa bagi Anisa, namun ia merasa tidak memiliki pilihan lain saat itu. Ia hanya ingin segera menyelesaikan urusannya dan kembali menjauh dari Joko. Namun, rasa penasaran yang aneh terus membuatnya melirik ke arah pria itu. Baik Joko maupun Anisa belum selesai sepenuhnya dengan urusan buang air kecil mereka.
2131Please respect copyright.PENANAAtot076ZnQ
Saat Joko selesai mengeluarkan air seni dan hendak menjauh dari pohon, Anisa masih berjongkok di tempatnya. Tiba-tiba, Anisa meraih penis Joko yang masih basah. "Maaf ya, Bapak, saya bersihkan sedikit," katanya pelan. Tanpa menunggu respons, Anisa mendekatkan mulutnya dan mulai mengemut penis Joko dengan lembut. Joko tampak sedikit terkejut, namun tidak memberikan perlawanan.
2131Please respect copyright.PENANANdo9iEEoCG
Anisa mengulum penis Joko dengan lembut, lidahnya bergerak perlahan di sepanjang batang dan kepalanya. Aroma khas air seni bercampur dengan bau tubuh Joko yang kuat menusuk indra penciumannya. Bau ini menurut Anisa cukup menyengat, namun entah mengapa tidak membuatnya merasa jijik seperti yang ia bayangkan. Justru ada rasa ingin tahu yang lebih mendalam tentang pria di hadapannya ini. "Maaf ya, Bapak," bisik Anisa lagi di sela-sela aktivitiasnya. Joko masih diam, tidak memberikan respons verbal maupun nonverbal. Anisa terus mengulum penis Joko, sesekali menghisapnya pelan. Ia merasakan tekstur kulit yang lembut dan hangat di dalam mulutnya. Meskipun penis Joko tidak menegang, Anisa tetap melanjutkan apa yang dimulainya. Ada dorongan kuat dalam dirinya untuk terus melakukan tindakan ini, sebuah rasa ingin tahu yang melampaui batas kesopanannya sebagai seorang wanita berhijab dan bersuami. Anisa terus memberikan perhatian pada penis Joko dengan mulutnya, mencoba memahami sensasi aneh yang menjalari dirinya. Ia merasa seperti terhipnotis oleh situasi yang sedang terjadi, sebuah interaksi intim yang tidak mungkin pernah ia bayangkan sebelumnya. Anisa terus mengulum dan menghisap, seolah ingin mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk di benaknya melalui tindakan ini.
Setelah beberapa saat mengulum penis Joko, Anisa melepaskannya. Ia memperhatikan penis Joko yang tetap lemas dan tidak menunjukkan tanda-tanda ereksi. Joko kemudian berbalik dan berjalan menjauh dari pohon menuju salah satu bangku taman yang kosong. Anisa memperhatikannya dengan rasa ingin tahu yang masih besar. Ia merasa ada sesuatu yang belum selesai di antara mereka. Dengan perlahan, Anisa berdiri, masih tanpa mengenakan celana dalamnya. Ia sedikit merapikan gamisnya yang tersingkap lalu mengikuti Joko dari belakang. Joko merebahkan tubuhnya di bangku taman, kembali dengan tatapan kosong menatap langit malam. Anisa mendekat dan duduk di samping Joko. Ia kembali menatap penis Joko yang terlihat jelas dari balik celananya yang robek. Tanpa ragu, Anisa kembali meraih penis Joko dan mengulumnya. Kali ini pun, penis Joko tetap tidak menunjukkan ereksi yang signifikan. Anisa terus mengulum dan menghisap dengan lembut, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada pria ini. Ia merasa ada misteri yang menyelimuti Joko, dan ia entah mengapa merasa tertarik untuk memecahkannya. Anisa terus memberikan stimulasi pada penis Joko dengan mulutnya, berharap ada respons yang berbeda kali ini. Namun, Joko tetap diam tanpa ekspresi, seolah tidak merasakan apa pun. Anisa mulai merasa sedikit frustrasi, namun ia tidak menyerah. Ia terus melakukan apa yang ia mulai, dengan harapan akan ada perubahan pada diri Joko.
Saat Anisa sedang asyik mengulum penis Joko yang masih lemas, tiba-tiba Joko mendorong tubuh Anisa pelan dengan tangannya. Gerakan itu tidak kasar, namun cukup untuk membuat Anisa sedikit terkejut dan menghentikan aktivitasnya. Joko kemudian membalikkan tubuhnya dan kembali berbaring telentang di bangku taman, memejamkan matanya seolah ingin tidur. Anisa merasa sedikit tersinggung dengan tindakan Joko yang tiba-tiba itu. Ia tidak mengerti mengapa Joko menghentikannya. Namun, rasa penasarannya yang besar kembali muncul. Ia ingin melihat apakah Joko akan memberikan respons jika ia melakukan sesuatu yang lebih berani. Sebuah ide aneh terlintas di benak Anisa. Dengan hati-hati, ia bergerak mendekati wajah Joko yang sedang terpejam. Perlahan, Anisa menaikkan sedikit gamisnya dan memposisikan dirinya tepat di atas wajah Joko. Ia kemudian menurunkan sedikit tubuhnya hingga vaginanya berada tepat di depan hidung dan mulut Joko. Anisa bisa merasakan napas Joko menerpa area kewanitaannya. Ia menunggu dengan tegang, ingin melihat reaksi Joko. Beberapa saat kemudian, Joko membuka matanya. Ia melihat tepat ke arah vagina Anisa yang berada sangat dekat dengan wajahnya. Anehnya, tanpa ragu sedikit pun, Joko menjulurkan lidahnya dan mulai menjilat vagina Anisa dengan gerakan yang lambat dan lembut. Anisa terkejut dengan respons Joko yang tidak terduga itu. Ia tidak menyangka Joko akan melakukan hal tersebut. Namun, ia tidak menolak. Rasa ingin tahu dan sensasi aneh yang menjalari tubuhnya membuatnya tetap berada di posisinya.
Saat Joko mulai menjilat vaginanya, Anisa merasakan sensasi aneh dan geli yang menjalar di tubuhnya. Ia bisa merasakan lidah Joko yang lembut menyentuh bibir vaginanya. Tiba-tiba, ia merasakan ada pergerakan di bawah sana. Penis Joko yang tadi lemas kini mulai terasa menegang dan membesar di balik celananya. Anisa merasakan kegembiraan yang aneh. Ia kembali menegakkan tubuhnya sedikit dan meraih penis Joko yang kini sudah mulai ereksi. Tanpa ragu, Anisa kembali mengulum penis Joko dengan penuh semangat. Kali ini, Joko tidak diam seperti sebelumnya. Ia mulai bergerak-gerakkan pinggulnya sedikit, seolah menikmati sensasi yang diberikan oleh mulut Anisa. Anisa semakin bersemangat mengulum dan menghisap penis Joko yang semakin menegang dan berdenyut di dalam mulutnya. Sensasi yang ia rasakan semakin intens, dan cairan bening mulai keluar dari vaginanya. Anisa merasakan klimaksnya semakin dekat. Sementara itu, Joko juga semakin aktif bergerak. Ia mengeluarkan erangan pelan dari mulutnya. Beberapa saat kemudian, Anisa merasakan kontraksi hebat di vaginanya, dan cairan kenikmatan menyembur keluar, mengenai wajah Joko yang masih menjilat vaginanya. Di saat yang bersamaan, Joko juga merasakan puncak kenikmatannya. Ia mengeluarkan erangan yang lebih keras dan menyemburkan cairan spermanya ke wajah Anisa yang sedang mengulum penisnya. Mereka berdua mencapai klimaks secara bersamaan, dalam situasi yang sangat tidak biasa dan di luar nalar. Setelah beberapa saat, keduanya terengah-engah. Anisa melepaskan mulutnya dari penis Joko, dan Joko berhenti menjilat vagina Anisa. Wajah mereka berdua kini basah oleh cairan masing-masing.
ns18.116.62.169da2