
Badrun bin Salim berdiri di teras rumahnya yang baru saja dia renovasi menjadi kos-kosan, memandang langit senja yang memerah di atas atap-atap rumah kos miliknya itu. Telapak tangannya yang kasar menggenggam sebatang rokok yang hampir habis, sementara matanya menerawang jauh, membayangkan seperti apa kehidupan di kos-kosan bila sudah mulai berpenghuni.
Pria berusia 43 tahun itu mengembuskan asap rokoknya perlahan, Badrun—nama yang diambil dari kakeknya, seorang petani tulen—tersenyum sendiri. "Hidup ini memang tak bisa ditebak," pikirnya sambil mengusap janggut pendek yang sudah mulai memutih di ujungnya. Perjalanan hidupnya bagaikan roda pedati seperti kata pepatah. Terkadang di atas kadang di bawah. Masa mudanya dihabiskan dengan kerja kasar di pelabuhan, mengangkat karung-karung beras yang membuat punggungnya melengkung sebelum waktunya. Mimpi-mimpinya—sekolah tinggi, punya toko kelontong, naik haji—perlahan terkubur dalam lumpur kemiskinan, tertimbun oleh tumpukan utang dan tagihan listrik yang tak pernah lunas.
Tapi siapa sangka, usia paruh baya justru dia mulai bisa menikmati kenyamanan. Dia mematikan puntung rokoknya di asbak lalu menyandarkan tubuhnya yang mulai membuncit di kursi rotan. Matanya menatap langit yang semakin memerah. Ada yang bilang keberuntungan adalah tamu yang cepat pergi, tapi Badrun yakin ini bukan sekadar kebetulan. Ini adalah buah dari kerja keras di masa lalu. Juga kebaikannya yang sering berbagi meski hidup pas-pasan.
Sudah hampir tiga tahun Badrun hidup sendiri di rumah itu. Ahmad, anak sulungnya yang kini 16 tahun, dan Fatimah, si bungsu 14 tahun, mondok di pesantren terkenal di Jawa Timur. Biayanya tak murah, tapi Badrun ingin anak-anaknya menjalani kehidupan yang lebih baik.
Sementara Ningsih istrinya yang berusia 38 tahun (hitung-hitungannya, tiga bulan lagi genap 39) itu kini bekerja sebagai asisten rumah tangga di Dubai, di keluarga orang kaya yang ia bayangkan seperti di sinetron-sinetron. Sudah lima tahun sejak pabrik tekstil tempat Ningsih bekerja tiba-tiba tutup, menggulung nasib ratusan buruh dalam semalam.
"Aku mau jadi TKW di Arab," katanya suatu malam, suaranya datar tapi matanya penuh semangat.
Badrun sempat marah. Ego lelakinya tersayat. "Aku yang harusnya cari nafkah!" Tapi tagihan sekolah anak, dan hutang-hutang yang makin banyak membuat dia akhirnya pasrah. Ningsih berangkat dengan satu koper tua dan harapan untuk memperbaiki nasib keluarga mereka.
Badrun menatap layar ponselnya di mana notifikasi transfer terbaru dari Ningsih berkedip. Lagi-lagi, jumlahnya lebih besar dari bulan sebelumnya. Sudah tiga tahun ini rutin terjadi—uang datang tepat waktu, tanpa pernah ada pertanyaan.
"Kenapa Ningsih nggak pernah nanya aku bikin apa saja uangnya?"
Pertanyaan itu menggelitik di benaknya setiap kali menerima transfer. Tapi Badrun mencoba untuk bersyukur saja karena itu jauh lebih baik. Setiap kali video call, Ningsih hanya bertanya hal-hal biasa:8656Please respect copyright.PENANAIgY8zpfomp
"Pah, sudah makan?"8656Please respect copyright.PENANA3vciwwhjXA
"Ahmad sama Fatimah gimana mondoknya?"8656Please respect copyright.PENANAz4y8lCS7tr
"Musim hujan di sana deras nggak?"
Tidak pernah sekalipun dia menyinggung uang yang dikirim. Tidak pernah meminta laporan. Badrun pernah mencoba menguji.8656Please respect copyright.PENANAAMn7BydYIl
"Ning, uang bulan ini aku pake buat modal dagang kecil-kecilan," Katanya pada suatu hari.
Ningsih cuma tersenyum.8656Please respect copyright.PENANAocgC1lpgci
"Ya udah, terserah Abang. Yang penting cukup buat kebutuhan."
Seolah uang itu bukan apa-apa baginya.
Ada satu yang tidak pernah bisa dilupakan oleh Badrun soal istrinya. Dua bulan setelah Ningsih berangkat ke Dubai, terjadi percakapan yang membuat Badrun sangat kaget.
"Pah, aku ngomong sesuatu, ya," Ningsih membuka suara suatu malam, wajahnya terlihat lelah di balik layar. "Aku tau laki-laki punya kebutuhan. Aku di sini jauh, nggak bisa nemenin papah Jadi… kalau papah lagi butuh, cari saja perempuan lain. Asal jangan pelacur, dan jangan sampai dibawa serius. Apalagi sampai dinikahi. Cukup buat senang-senang saja."
Badrun hampir menjatuhkan ponselnya.8656Please respect copyright.PENANAoLd8v4YXvF
"Apa?!"
"Aku serius," Ningsih menghela napas. "Aku nggak mau papah stres sendirian di sana. Tapi janji, jangan sama PSK. Takut kena penyakit. Dan sekalai lagi mamah tekankan jangan sampai papah nikahi dia."
Badrun tidak tahu harus menjawab apa. Di satu sisi, godaan itu besar. Tapi di sisi lain…
Sebenarnya, Badrun ingin menuruti saran Ningsih. Tapi masalahnya, seleranya cukup tinggi. Dia maunya dengan gadis-gadis muda, yang masih segar, umur 20-an. Tapi mana mungkin ada cewek seusia itu yang mau sama pria separuh baya seperti dirinya? Kecuali mereka memang wanita panggilan alias pelacur.
Pernah sekali dia iseng mengajak ngobrol pelayan warung kopi yang baru lulus SMA. Dan gadis itu kelihatan memberi respon. Tapi begitu Badrun menyatakan hasratnya, cewek itu cuma ketawa kecut.8656Please respect copyright.PENANAsFNrCGTKup
"Waduh, Om, aku maunya sama yang seumuran aja deh, Kalau om udah seumuran bapak saya hehehhe" katanya sambil pergi.
Sejak itu Badrun kapok mendekati gadis muda. Menyewa pelacur? Dia tidak berminat. Seperti pesan Ningsih istrinya, dia juga takut kena HIV atau penyakit kelamin lain.
Akhirnya, dia memilih jalan aman untuk melampiaskan hasratnya. Dia memilih onani sambil nonton bokep.
Setiap hasratnya muncul dia akan membuka situs porno, dan melampiaskan hasratnya sendiri. Kadang sampai dua tiga kali.
Suatu hari, dia mendengar temannya ngobrol di warung kopi tempat dia nongkrong soal ada cewek-cewek menawarkan video call sambil telanjang dan onani bareng. Segera saja saat di rumah Badrun mencari di internet segala hal tentang video call sex. Sampai akhirnya dia nyasar ke twitter dan nemu banyak tawaran buat VCS di sana.
"Mau VCS hot? Bayar 200 ribu saja full telanjang.”
Badrun penasaran. Dia transfer uangnya. Ternyata, setelah uang masuk, akun itu langsung menghilang dan nomor WA yang dicantumkan itu tidak bisa dihubungi lagi.
Dua kali ketipu, dia masih belum kapok dan terus mencoba. Akhirnya, dia menemukan satu wanita yang benar-benar mau buka baju di depan kamera—tapi bayarnya mahal, dan suaranya seperti dipaksa.
"Ini nggak memuaskan sama sekali," pikir Badrun suatu malam, setelah menghabiskan 500 ribu untuk video call yang cuma lima menit.
Tapi dia tetap melakukannya lagi. Karena lebih baik iseng-iseng mencari cewek yang mau VCS daripada merayu gadis muda yang cantik yang hanya bikin malu dirinya saja. Siapa tahu menemukan yang beneran cantik dan bikin semangat buat onani.
Tapi kehidupan Badrun beberapa waktu terkahir ini mulai menemukan kesenangan baru. Lelaki itu mengeluarkan ponsel dari saku celananya, membuka aplikasi dengan logo kartu dan dadu yang telah menjadi belahan jiwanya selama enam bulan terakhir. Dunia judi online, sebuah dunia yang tak pernah ia bayangkan akan ia masuki, apalagi kuasai.
"Coba-coba aja siapa atau hoki," gumamnya sambil tersenyum mengingat hari pertama ia memasang taruhan.
Saat itu, seorang teman nongkrongnya di warung kopi bernama Karyo menunjukkan kepadanya cara memasang taruhan bola online melalui aplikasi. Awalnya dengan ragu, Badrun memasang Rp100.000 untuk tim yang bahkan tidak ia kenal namanya. Esok paginya, ia terbangun dengan notifikasi kemenangan sebesar Rp800.000. Sejak itu, jemarinya seolah dikaruniai sentuhan ajaib. Setiap taruhan yang ia pasang, baik itu nomor togel, kartu poker, maupun pertandingan sepak bola, hampir selalu berbuah kemenangan.
Pernah suatu malam, dalam keadaan setengah mabuk setelah acara syukuran kelahiran cucu tetangganya, Badrun memasang taruhan besar pada sebuah pertandingan Liga Inggris. Ia memasang hampir seluruh tabungannya, Rp15 juta, pada tim underdog yang peluang menangnya tipis. Keesokan harinya, ia terbangun dengan kepala pusing dan ketakutan akan kehilangan seluruh uangnya. Namun malaikat keberuntungan kembali berpihak padanya—tim pilihan hatinya menang dengan skor tipis, menghasilkan kemenangan sebesar Rp90 juta.
"Enam bulan udah segini," gumam Badrun, menghitung dalam hati jumlah total yang telah ia menangkan. Lebih dari setengah miliar rupiah telah berpindah ke rekeningnya, cukup untuk merenovasi rumahnya menjadi berlantai dua sebagian kamar-kamar dia rubah menjadi kamar kos berjumlah 8 kamar.
ns160.79.111.118da2