Yasmin melaju pulang dengan motor matic-nya, meninggalkan halaman PAUD Bunga Matahari yang kini sepi. Gamis syarinya yang licin berwarna hijau zaitun berkibar tertiup angin, menempel ketat pada lekuk pinggul dan bokongnya yang bulat sempurna. Payudaranya yang besar bergoyang lembut seiring getaran motor, menciptakan siluet yang memikat meski tertutup kain panjang.
Cadarnya menutupi wajah, hanya menyisakan mata berbinar yang penuh percaya diri, seolah tak peduli dengan pesona yang ia pancarkan. Jalanan desa yang berdebu membawanya menuju kost-annya, tak jauh dari sekolah, dengan angin yang terus membuat gamisnya menonjolkan lekuk tubuhnya.
Di sekolah, Pak Budi dan Pak Burhan masih berdiri di halaman, menatap motor Yasmin yang kian menjauh. Saat Yasmin membelok di ujung jalan, gamisnya tersingkap sedikit, memperlihatkan siluet pinggul yang indah, membuat keduanya menahan napas. Pak Budi mengelus dadanya, wajahnya memerah. “Ya Tuhan, Bu Yasmin ini… entah kenapa makin hari makin menggoda,” gumamnya, suaranya parau. Pak Burhan mengangguk, tangannya juga mengelus dada, mencoba menenangkan debaran jantungnya. “Gamis syari itu malah bikin dia tambah seksi, Budi. Tatapan matanya, gerakannya… aduh,” balasnya, matanya masih tertuju ke arah jalan.Keduanya berjalan menuju ruang kepala sekolah, langkah mereka sedikit tergesa, seolah ingin melampiaskan pikiran yang berkecamuk.
Pak Budi menutup pintu ruangan, memastikan tak ada orang lain di sekolah kecil yang hanya memiliki dua guru dan satu kepala sekolah ini. Ia duduk di kursinya, gamis Yasmin yang menempel ketat tadi masih terbayang. “Kamu lihat tadi? Saat dia naik motor, bokongnya itu… siluetnya jelas banget,” katanya, suaranya penuh kekaguman. Pak Burhan mengangguk, tersenyum kecil. “Payudaranya juga, Budi. Goyangannya itu… meski pakai gamis, malah bikin nafsu makin naik.”Pak Burhan menarik ponselnya, matanya berbinar nakal. “Aku punya sesuatu,” katanya, membuka galeri foto. Ia menunjukkan foto candid Yasmin yang diambil diam-diam saat ia menjongkok di kelas untuk mengambil pensil yang jatuh.
Gamisnya menempel ketat, memperlihatkan bokongnya yang bulat dan siluet celana dalam yang samar. Payudaranya tergambar jelas saat ia membungkuk, seolah kain syarinya justru menonjolkan lekuk tubuhnya. Pak Budi menelan ludah, matanya tak berkedip. “Ini… gila, Burhan,” katanya, suaranya serak.Tak mau kalah, Pak Budi mengeluarkan ponselnya dan memamerkan video singkat. “Lihat ini,” ujarnya, memutar video Yasmin yang sedang loncat-loncat di kelas, mengiringi murid-muridnya bernyanyi.
Setiap loncatan membuat payudaranya bergoyang bebas di bawah gamis, dan pinggulnya yang bulat ikut bergerak mengikuti irama. Siluet tubuhnya terlihat jelas saat ia berputar, gamisnya menempel karena keringat tipis. “Ini bikin jantungan, Burhan. Syari, tapi kok binal,” kata Pak Budi, tersenyum licik. Pak Burhan tertawa pelan, mengangguk setuju.Pak Burhan kembali membuka ponselnya, menunjukkan foto lain. “Ini favoritku,” katanya, memperlihatkan Yasmin saat mengambil air wudu di kran dekat kelas.
Cadarnya dilepas sejenak, memperlihatkan wajah cantiknya yang jarang terlihat. Saat ia membungkuk untuk membasuh tangan, gamisnya menempel pada pinggul dan bokongnya, menonjolkan lekuk yang begitu indah. Payudaranya bergoyang lembut saat ia menggosok lengan, membuat siluet tubuhnya semakin memikat. “Wajahnya saja sudah bikin lupa diri, apalagi ini,” ujar Pak Burhan, suaranya penuh kekaguman.Pak Budi mengangguk, matanya tak lepas dari foto itu. “Tatapan matanya itu, Burhan.
Dari balik cadar saja sudah bikin orang klepek-klepek,” katanya, mengelus dada lagi. Ia membuka foto lain, kali ini Yasmin sedang membungkuk untuk membantu murid menggambar. Gamisnya menempel ketat, memperlihatkan siluet bokong yang bulat dan payudara yang bergoyang lembut. “Ini aku ambil minggu lalu. Lihat, syari tapi kok bikin nafsu begini,” katanya, tersenyum nakal. Pak Burhan tertawa, mengangguk setuju.Sementara itu, Yasmin sudah sampai di kost-annya, memarkir motor matic-nya di halaman kecil. Ia turun dari motor, gamisnya tersingkap sedikit, memperlihatkan siluet kaki jenjang dan pinggul yang bulat.
Payudaranya bergoyang lembut saat ia melepas helm, cadarnya sedikit terangkat sebelum ia menyesuaikannya kembali. Ia melangkah menuju kamar, setiap gerakan membuat gamisnya menempel pada lekuk tubuhnya, seolah kain itu sengaja memamerkan pesonanya. Tak ada yang tahu tentang foto-foto candid yang diambil Pak Budi dan Pak Burhan.
Di ruang kepala sekolah, kedua pria itu masih asyik berbagi koleksi. Pak Burhan memutar video lain, kali ini Yasmin sedang menari kecil dengan murid-muridnya. Setiap gerakan membuat payudaranya bergoyang, dan pinggulnya yang bulat terlihat jelas saat gamisnya menempel karena gerakan cepat. “Ini bikin aku nggak bisa tidur, Budi,” katanya, tertawa pelan.
Pak Budi mengangguk, menambahkan, “Aku juga. Dia kayak magnet, syari tapi bikin gila.”Yasmin, di kamar kost-annya, melepas cadarnya dan berdiri di depan cermin. Ia merapikan gamisnya, gerakan tangannya membuat payudaranya bergoyang lembut, dan siluet pinggulnya terlihat jelas di bawah kain licin. Ia tersenyum pada bayangannya, puas dengan hari yang penuh keceriaan di PAUD. Tak ada sedikit pun kecurigaan tentang foto-foto yang diambil diam-diam, atau tentang fantasi yang ia picu di benak Pak Budi dan Pak Burhan.Kembali di sekolah, Pak Budi menyimpan ponselnya, wajahnya masih memerah. “Kita harus hati-hati, Burhan.
Kalau ketahuan, habis kita,” katanya, suaranya setengah serius. Pak Burhan mengangguk, tapi matanya masih berbinar. “Tapi susah, Budi. Dia terlalu… aduh, susah dilupain,” balasnya, mengelus dada lagi. Keduanya tertawa kecil, menyadari betapa Yasmin, dengan gamis syarinya, justru membakar nafsu mereka lebih dari apa pun.
---------------------------------------
Di PAUD Bunga Matahari yang kini sepi setelah anak-anak pulang, Pak Budi dan Pak Burhan melangkah masuk ke ruang guru dengan langkah pelan, seolah menyimpan rahasia kecil. Ruangan kecil itu hanya berisi beberapa meja, kursi empuk, dan laci sederhana tempat Yasmin biasa menyimpan peralatan mengajarnya. Mereka berdua masih terbayang oleh Yasmin, yang tadi meninggalkan sekolah dengan motor matic-nya, gamis syarinya berkibar menonjolkan lekuk pinggul dan bokongnya yang bulat.
Payudaranya yang besar bergoyang lembut saat ia naik ke motor, menciptakan siluet yang membuat keduanya menahan napas. Kini, di ruang guru, mereka ingin merasakan jejak kehadiran Yasmin.Pak Budi menuju kursi Yasmin yang terletak di sudut ruangan, duduk perlahan, dan merasakan sisa kehangatan di kursi empuk itu. Ia tersenyum sendiri, membayangkan bokong Yasmin yang besar dan bulat yang baru saja meninggalkan tempat itu. “Masih hangat, Burhan,” katanya, suaranya penuh kekaguman.
Saat ia menggeser posisi, tangannya menyentuh lengan kursi, seolah ingin menangkap lebih banyak jejak Yasmin. Pak Burhan mengangguk, matanya berbinar nakal, lalu menggantikan Pak Budi, duduk di kursi yang sama. Ia menekan bokongnya ke kursi, merasakan kehangatan yang samar, dan tertawa pelan. “Ini kayak duduk di tempat suci, Budi,” candanya, wajahnya memerah.Pak Burhan bangkit, gamis Yasmin yang menempel ketat tadi masih terbayang.
Ia teringat bagaimana Yasmin berjalan di kelas tadi pagi, setiap langkah membuat payudaranya bergoyang lembut di bawah gamis licin, dan pinggulnya yang bulat seolah menari di balik kain syari. “Tatapan matanya itu, Budi. Meski cuma kelihatan dari balik cadar, bikin jantungan,” katanya, suaranya serak. Pak Budi mengangguk, berjalan mendekati meja Yasmin dan membuka lacinya dengan hati-hati, seolah mencari sesuatu yang intim.
Di dalam laci, mereka menemukan sebotol parfum kecil dengan aroma manis yang langsung mengingatkan mereka pada Yasmin. Pak Budi mengambil botol itu, menyemprotkan sedikit ke udara, dan menghirup dalam-dalam. “Ini bau dia, Burhan. Manis, tapi bikin nafsu,” katanya, tersenyum licik. Saat ia memutar botol parfum, gerakannya membuat ingatannya melayang pada Yasmin yang tadi membungkuk di kelas untuk mengambil kapur, gamisnya menempel ketat pada bokongnya yang bulat, memperlihatkan siluet celana dalam yang samar.
Payudaranya bergoyang lembut, seolah menantang kain syari yang menutupinya.Pak Burhan mengambil alih parfum itu, menghirup aromanya, dan mengangguk setuju. “Aku tadi lihat dia di kelas, pas nulis di papan tulis. Gamisnya ketat di pinggul, payudaranya goyang setiap kali dia nulis huruf,” katanya, matanya berbinar. Ia membayangkan Yasmin yang tadi berputar untuk menghadap murid, gamisnya berkibar memperlihatkan siluet pinggul yang indah. “Syari, tapi kok bikin gila,” tambahnya, tertawa pelan.
Pak Budi mengangguk, duduk kembali di kursi Yasmin, merasakan kehangatan yang masih tersisa.“Aku harap ada bra atau celana dalam di laci ini,” canda Pak Budi, membuka laci lebih lebar, meski tahu itu tak mungkin. Pak Burhan tertawa keras, menggelengkan kepala. “Mana mungkin, Budi.
Tapi bayangin aja, bra-nya pasti besar, soalnya payudaranya itu… aduh,” katanya, suaranya penuh kekaguman. Ia teringat Yasmin yang tadi mengangkat tangan untuk menunjuk papan, membuat payudaranya bergoyang bebas di bawah gamis, seolah kain itu hanya memperkuat pesonanya.Pak Budi menyandarkan punggung ke kursi, menutup mata sejenak. “Aku ceritain sesuatu, Burhan. Tiap berhubungan sama istri, aku suka pejamkan mata, bayangin Yasmin,” katanya, suaranya pelan, hampir seperti pengakuan. Ia membayangkan Yasmin tadi di kelas, saat ia menari kecil dengan murid-murid, gamisnya menempel pada bokong dan pinggulnya yang bulat, payudaranya bergoyang setiap loncatan. “Tatapan matanya, gerakannya… bikin aku lupa diri,” tambahnya, wajahnya memerah.
Pak Burhan tertawa pelan, mengangguk. “Kamu parah, Budi. Tapi aku lebih parah,” katanya, suaranya setengah berbisik. “Aku pernah keceplosan panggil nama Yasmin pas lagi sama istri. Untung nggak kedengeran, soalnya istriku lagi asyik sendiri,” candanya, membuat keduanya tertawa keras. Ia teringat Yasmin tadi pagi, saat ia membungkuk untuk membantu murid menggambar, gamisnya menempel ketat, memperlihatkan siluet bokong yang begitu indah dan payudara yang bergoyang lembut.
Mereka kembali ke laci Yasmin, mengeluarkan beberapa pena dan buku catatan, berharap menemukan sesuatu yang lebih pribadi. Tapi hanya parfum dan alat tulis yang ada. Pak Budi menggenggam parfum itu lagi, menyemprotkan sekali lagi, dan aroma manis itu membuatnya membayangkan Yasmin yang tadi melangkah ke parkiran, gamisnya berkibar tertiup angin, menonjolkan pinggul dan bokongnya yang bulat. “Aroma ini bikin aku bayangin dia lagi dekat,” katanya, suaranya serak.Pak Burhan duduk kembali di kursi Yasmin, merasakan kehangatan yang kini mulai memudar. “Aku suka lihat dia pas ngajar, Budi. Setiap gerakan, payudaranya goyang, pinggulnya kayak menari. Syari, tapi binal,” katanya, tersenyum nakal.
Ia membayangkan Yasmin tadi saat mengangkat tangan untuk menyanyi dengan murid, gamisnya menempel pada lekuk tubuhnya, membuat siluet celana dalamnya samar-samar terlihat di bawah sinar matahari.Di kost-annya, Yasmin baru saja tiba. Ia turun dari motor, gamisnya tersingkap sedikit, memperlihatkan siluet kaki jenjang dan pinggul yang bulat.
Payudaranya bergoyang lembut saat ia melepas helm, cadarnya sedikit terangkat sebelum ia menyesuaikannya kembali. Ia melangkah masuk ke kamar, setiap gerakan membuat gamisnya menempel pada bokongnya yang indah, seolah kain itu sengaja memamerkan pesonanya. Tak ada kecurigaan tentang apa yang terjadi di sekolah, tentang dua pria yang terpikat olehnya.Pak Budi dan Pak Burhan masih di ruang guru, kini saling menunjukkan foto candid Yasmin di ponsel mereka. Pak Budi memperlihatkan foto Yasmin saat menjongkok untuk mengambil buku, gamisnya menempel ketat pada bokong dan pinggul, payudaranya bergoyang lembut. “Ini masterpiece,” katanya, tersenyum lebar.
Pak Burhan membalas dengan video Yasmin yang loncat-loncat di kelas, payudaranya bergoyang bebas, pinggulnya menari di bawah gamis syari. “Ini bikin aku nggak bisa tidur,” candanya, membuat keduanya tertawa.Yasmin, di kamarnya, melepas cadar dan berdiri di depan cermin. Ia merapikan gamisnya, gerakan tangannya membuat payudaranya bergoyang lembut, dan siluet pinggulnya terlihat jelas di bawah kain licin. Ia tersenyum pada bayangannya, puas dengan hari yang penuh keceriaan di PAUD.
Tak ada sedikit pun pikiran tentang parfum yang dihirup atau kursi yang masih hangat oleh kehadirannya, atau tentang fantasi liar yang ia picu.Kembali di sekolah, Pak Budi menyimpan parfum itu ke laci, wajahnya masih memerah. “Kita harus hati-hati, Burhan. Kalau Yasmin tahu, habis kita,” katanya, suaranya setengah serius. Pak Burhan mengangguk, tapi matanya masih berbinar. “Tapi susah, Budi. Dia terlalu… aduh, kayak candu,” balasnya, mengelus dada. Keduanya tertawa kecil, menyadari betapa Yasmin, dengan gamis syarinya, telah menguasai pikiran mereka.
------------------------------
Kost-an Yasmin, sebuah rumah kecil namun mewah dengan fasilitas lengkap, termasuk AC dan kamar mandi dalam yang dilengkapi shower. Ia melangkah masuk ke kamarnya, tanktop ketat yang kini ia kenakan membungkus erat payudaranya yang besar, memperlihatkan lekuk yang menggoda setiap kali ia bergerak. Celana pendek rumahan yang longgar tak mampu menyembunyikan pinggul dan bokongnya yang bulat sempurna. 2297Please respect copyright.PENANAJT16vQKA94
Saat ia meletakkan tas di meja, payudaranya bergoyang lembut di bawah tanktop, seolah kain itu sengaja memamerkan pesonanya. Cadar dan gamis syarinya yang penuh keringat kini terlepas, tergeletak di ranjang.2297Please respect copyright.PENANAO7E2Bn42ob
Yasmin mengambil gamis syarinya, membawanya ke hidung, dan menghirup aromanya. Bau keringat kecut bercampur dengan wangi sabun, parfum manis, dan sensasi bau badan yang khas, membuatnya tersenyum kecil. Ia menikmati aroma tubuhnya sendiri, bangga dengan pesona alaminya. Saat ia melipat gamis itu, gerakannya membuat payudaranya bergoyang lagi, tanktop ketatnya menonjolkan lekuk yang indah. Bokongnya yang bulat bergoyang lembut saat ia berjalan menuju lemari, mengganti celana dalamnya dengan yang baru, berenda, yang menempel sempurna pada pinggulnya.2297Please respect copyright.PENANAI3fgrvrpnz
Duduk di sofa kecil di kamarnya, Yasmin bersantai sejenak, membuka sebungkus snack dan menyalakan TV. Ia mengambil segenggam keripik, gerakan tangannya membuat payudaranya bergoyang lembut di bawah tanktop, seolah kain itu tak pernah bisa menahan pesonanya. Bokongnya yang bulat menekan sofa, menciptakan lekuk yang menggoda saat ia menggeser posisi. Udara sore yang panas membuatnya sedikit berkeringat, dan ia memutuskan untuk menyalakan AC, memberikan hawa sejuk yang langsung membuatnya merasa nyaman.“Panas banget hari ini,” gumam Yasmin pada diri sendiri, suaranya lembut. Ia bangkit dari sofa, langkahnya membuat pinggulnya bergoyang, dan tanktopnya menempel ketat pada payudaranya yang besar. 2297Please respect copyright.PENANASjUxnKCuhe
Bokongnya yang bulat terlihat jelas di bawah celana pendek, bergerak anggun saat ia menuju remote AC. Ia menekan tombol, dan hawa dingin mulai memenuhi kamar. Payudaranya bergoyang lembut saat ia menarik napas dalam-dalam, menikmati kesejukan yang menyapu kulitnya.Yasmin memutuskan untuk mandi, ingin menyegarkan diri dengan air dingin. Ia berjalan menuju kamar mandi, setiap langkah membuat bokongnya bergoyang lembut, dan tanktopnya memperlihatkan siluet payudaranya yang besar.2297Please respect copyright.PENANANVCXr5YDvs
Di depan cermin, ia melepas tanktop, gerakan itu membuat payudaranya terbebaskan, bergoyang sejenak sebelum ia meletakkan kain di samping. Celana pendek dan celana dalam berenda ikut dilepas, memperlihatkan pinggul dan bokongnya yang bulat, serta jembut lebat dan kriwil yang menawan di antara paha jenjangnya.Masuk ke kamar mandi, Yasmin menyalakan shower, air dingin langsung mengalir membasahi tubuhnya. Ia mengangkat tangan untuk membasuh rambut, gerakan itu membuat payudaranya yang besar terangkat, puting coklatnya yang mencuat dan areola lebarnya yang seperti milik seorang ibu terlihat jelas di bawah air. Bokongnya bergoyang lembut saat ia berputar, membiarkan air menyapu punggungnya. Ia menikmati sensasi air dingin yang menyegarkan, membuat kulitnya terasa hidup.Yasmin mengambil sabun cair, menuangkannya ke tangan, dan mulai membasuh payudaranya. Gerakan tangannya yang lembut membuat payudaranya bergoyang, puting coklatnya mencuat lebih jelas saat tersentuh sabun. Areola lebarnya berkilau di bawah air, menambah pesona tubuhnya yang alami. Ia tersenyum kecil, menikmati momen intim ini, setiap gerakan membuat bokongnya yang bulat bergoyang lembut, seolah menari di bawah aliran air.“Seger banget,” katanya pelan, suaranya nyaris tenggelam oleh suara air. Ia membasuh perut dan pinggulnya, tangannya meluncur lembut, membuat lekuk pinggulnya terlihat lebih menonjol. Jembutnya yang lebat dan kriwil basah oleh air, menambah kesan sensual pada tubuhnya yang telanjang. 2297Please respect copyright.PENANAGu30KKZGP4
Ia berputar lagi, membiarkan air membasuh bokongnya yang bulat, gerakan itu membuat payudaranya bergoyang sekali lagi, seperti buah yang menggoda.Yasmin membasuh kakinya, membungkuk sedikit, dan gerakan itu membuat bokongnya yang bulat menonjol, air mengalir di sepanjang lekuknya. Payudaranya bergoyang lembut, puting coklat dan areola lebarnya berkilau di bawah pancuran. Ia menikmati setiap sentuhan air dingin, merasa segar dan penuh energi. Jembutnya yang kriwil terlihat semakin menawan saat basah, menambah pesona tubuhnya yang alami.Setelah selesai, Yasmin mematikan shower dan mengambil handuk. Ia mengeringkan tubuhnya, gerakan tangannya membuat payudaranya bergoyang lagi, puting coklatnya mencuat di bawah kain handuk. 2297Please respect copyright.PENANAX42li6bzfQ
Bokongnya yang bulat bergoyang lembut saat ia melangkah keluar dari kamar mandi, pinggulnya terlihat jelas di bawah handuk yang menempel. Ia merasa segar, aroma sabun dan parfumnya kini bercampur dengan kesegaran air dingin.Kembali ke kamar, Yasmin duduk di tepi ranjang, masih mengenakan handuk. Ia mengambil snack yang tadi ditinggalkan, gerakan itu membuat payudaranya bergoyang lembut di bawah handuk, dan bokongnya yang bulat menekan ranjang. 2297Please respect copyright.PENANAVCD5gYYfie
Ia menyalakan TV lagi, menikmati acara ringan sambil mengunyah keripik. Pinggulnya bergoyang kecil saat ia menggeser posisi, membuat handuk sedikit tersingkap, memperlihatkan siluet paha jenjangnya.Yasmin bangkit untuk mengambil pakaian baru, gerakan itu membuat handuknya sedikit melorot, memperlihatkan lekuk payudaranya yang besar dan pinggul yang bulat. Ia memilih tanktop lain dan celana pendek, mengenakannya dengan anggun. 2297Please respect copyright.PENANATL0lW41K5M
Tanktop baru itu kembali menempel ketat pada payudaranya, puting coklat dan areola lebarnya samar-samar terlihat di bawah kain tipis. Bokongnya yang bulat bergoyang lembut saat ia menarik celana pendek, celana dalam berenda menempel sempurna pada pinggulnya.Ia kembali ke sofa, duduk dengan santai, setiap gerakan membuat payudaranya bergoyang dan bokongnya menekan bantalan sofa. Jembut kriwilnya yang lebat tersembunyi di bawah celana pendek, tapi pesona tubuhnya tetap memancar. 2297Please respect copyright.PENANAuX1rWRzHuf
Yasmin menikmati momen ini, merasa nyaman di kost-annya yang mewah, dengan AC yang sejuk dan TV yang menghibur. Ia tak memikirkan apa pun selain kebahagiaannya sendiri, bangga dengan tubuhnya yang indah.Yasmin mengambil segelas air dingin dari meja samping, gerakan itu membuat payudaranya bergoyang lagi, tanktop ketatnya memperlihatkan siluet puting coklat dan areola lebarnya. Bokongnya bergoyang lembut saat ia menggeser posisi di sofa, menikmati rasa segar air yang meluncur di tenggorokannya.2297Please respect copyright.PENANAY51LU4NCSO
Ia tersenyum, merasa puas dengan sore yang santai ini, tanpa beban, tanpa pikiran tentang dunia luar.Di kamarnya yang nyaman, Yasmin melanjutkan menonton TV, sesekali tertawa kecil pada acara komedi. Setiap tawa membuat payudaranya bergoyang, dan saat ia mengubah posisi duduk, pinggul dan bokongnya yang bulat bergerak anggun, seolah menari di bawah celana pendek. Jembut kriwilnya yang lebat tetap tersembunyi, tapi pesona tubuhnya terus memancar, membuatnya merasa percaya diri dan bahagia.
2297Please respect copyright.PENANA6RXHuT8nJU
TO BE CONTINUED
ns216.73.216.25da2