x
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡrJYuU97b5q
Di pagi yang cerah, Kampung Angin kedatangan seorang pemuda yang sudah lama tak terlihat. Dani, pria yang dulu tumbuh besar di desa ini, akhirnya kembali setelah menyelesaikan kuliahnya di ibu kota. Dengan langkah santai dan senyum hangat, ia melangkah melewati jalanan desa yang sudah lama ia tinggalkan.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡv9WpC74tsn
Begitu melihatnya, para warga langsung menyambutnya dengan antusias. "Dani! Sudah lama sekali kau tak pulang!" seru seorang bapak tua di warung kopi. Para ibu-ibu yang sedang berkumpul pun ikut menyapa, mengingat betapa anak itu dulu sering membantu mereka sebelum pergi merantau.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ5WeGcWNaIn
Dani menyambut semua sapaan itu dengan ramah. Ia memang bukan orang asing di sini—namanya dikenal sebagai pemuda yang baik hati dan suka membantu. Warga bangga melihatnya kembali setelah menuntaskan pendidikan, meskipun ada juga yang bertanya-tanya, mengapa ia memilih kembali ke desa setelah kuliah di kota besar?
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡVv1sOV7scW
Namun, Dani hanya tersenyum setiap kali ditanya. Ia punya alasan tersendiri untuk kembali ke tempat yang membesarkannya. Sebuah alasan yang mungkin belum disadarinya sepenuhnya.
-----------------------------------------
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡmWYnDznDAx
Sejak kepulangannya, Dani tak hanya berdiam diri. Ia mulai ikut andil dalam berbagai kegiatan desa, membantu memajukan pertanian dan memberi ide-ide baru untuk meningkatkan kesejahteraan warga. Kehadirannya perlahan membawa perubahan—dan tanpa disadari, membawa dirinya lebih dekat dengan seseorang yang tak pernah ia duga sebelumnya.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡhUQQmVU81Y
Hari itu, Dani mendapat tugas dari ibunya untuk membeli banyak barang kebutuhan di warung desa. Dengan santai, ia berjalan menuju warung kecil di ujung jalan, tak menyangka bahwa warung itu kini dikelola oleh seseorang yang sudah berubah.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡcj0XEsFTGt
Saat ia mendorong pintu kayu warung dan masuk, suara tegas langsung menyambutnya.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡlmCdn7EKEy
"Mau beli apa? Cepat bilang, jangan melamun di depan pintu!"
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡALwOEeK2Ln
Dani tersentak, kaget mendengar nada ketus itu. Ia menoleh dan menemukan Rina, sosok yang dulu ia kenal sebagai wanita lembut, kini berdiri di balik meja kasir dengan tatapan tajam. Ia mengenali wajah itu, tapi auranya kini berbeda—lebih keras, lebih berwibawa, lebih… galak.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ45QYd4nFDE
"Bu Rina?" Dani mengerjap, berusaha memastikan penglihatannya.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡhw3mQBJDrs
"Siapa lagi? Hantu?" Rina menyilangkan tangan di dada. "Kamu Dani, kan? Anak Bu Siti. Sudah gede ternyata."
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡOl7XTcPijo
Dani mengangguk, masih agak terkejut. "Iya, Bu. Lama nggak pulang. Dulu warung ini bukan punya Bu Rina, ya?"
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡul4Frjs9GE
"Dulu lain, sekarang lain." Rina menyodorkan kantong plastik kosong. "Mau beli apa? Cepat daftar belanjaannya. Saya nggak punya waktu untuk orang yang cuma berdiri bengong."
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡA15h8R5ehI
Dani terkekeh kecil, kini mulai paham. "Wah, Bu Rina sekarang galak, ya."
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡnzHteBtudq
Rina mendelik. "Kenapa? Nggak boleh? Mau saya usir sekalian?"
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡBbqeMAh4iE
Dani mengangkat tangan menyerah. "Bukan gitu, Bu. Cuma… beda aja dari dulu."
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡRlo3Hsgr46
Rina mendengus, lalu mulai mengambil barang-barang yang Dani sebutkan. Namun, di dalam hatinya, ada perasaan aneh yang muncul. Dani yang dulu bocah kecil, kini sudah jadi pria dewasa. Dan entah kenapa, meskipun ia tetap ingin galak, ada sesuatu yang mengusik hatinya.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡDP65AJnBQD
Sementara Dani, meski sempat terkejut, akhirnya hanya bisa tersenyum. Rina memang berubah—tapi mungkin, itu bukan hal yang buruk.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ7yMi6yzd2t
Saat Dani melangkah pergi, suara lonceng kecil di atas pintu warung berbunyi pelan. Rina masih berdiri di balik meja, matanya tanpa sadar mengikuti punggung pemuda itu yang semakin menjauh.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡD6LUG8Umme
Ada sesuatu yang menyesak di dadanya. Rasa bersalah. Bukan karena ia galak—tapi karena ia merasa tak seharusnya bersikap seperti itu kepada Dani.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡErqh5ooc9H
Matanya melirik ke meja kayu di depannya. Ada gelas teh yang sejak tadi belum ia sentuh. Teh yang tadi masih mengepul, kini sudah dingin. Seperti hatinya yang tiba-tiba terasa kosong.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡleJczFMDyZ
Ia menghela napas panjang. Angin sore berhembus pelan dari jendela warung, mengibarkan tirai tipis berwarna krem. Seakan membawa sesuatu yang tak terlihat—sebuah perasaan yang belum bisa ia pahami sepenuhnya.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡMXdKgAhEmh
Dani sudah pergi, tapi bayangan wajahnya masih tertinggal di dalam kepala Rina.
------------------------------
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡqLb3R2iH3M
Sejak pertemuan pertama itu, Dani semakin sering datang ke warung Rina. Bukan karena ia sengaja, tapi karena ibunya kini kerap menyuruhnya membeli berbagai keperluan untuk arisan, masakan, atau sekadar titipan ibu-ibu lain.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ4IRbVhBA3I
Awalnya, Rina tetap bersikap ketus setiap kali Dani datang. Namun, perlahan, ia mulai mengubah nada bicaranya. Tidak lagi terlalu kasar, meskipun masih berusaha menunjukkan sikap acuh.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ0kinC5chWc
"Beli lagi? Emangnya di rumah nggak ada makanan?" gumam Rina suatu hari saat Dani datang lagi.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡOw2iQLovFG
Dani hanya terkekeh. "Ibu saya sibuk, jadi saya disuruh beli ini itu. Kalau merepotkan, saya bisa ke warung lain, Bu."
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡrTs4lSRBWc
Rina meliriknya tajam. "Siapa yang bilang kamu merepotkan? Kalau mau beli, ya beli aja. Nggak usah banyak omong."
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡlDKZwxSJ5e
Dani tersenyum, menerima kantong belanjaan dengan santai. Ia bisa merasakan perubahan dalam sikap Rina. Meski masih berusaha keras terlihat dingin, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapan dan cara bicaranya.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡrzYgRYOwQ4
Di sisi lain, Rina sendiri mulai merasa aneh. Kenapa setiap kali Dani datang, dadanya terasa sedikit lebih hangat? Namun, ia tetap memaksa dirinya untuk bersikap biasa saja.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ9cSJBDa22e
Hari demi hari berlalu, dan Dani tetap menjadi pelanggan setia warungnya—meski bukan atas kehendaknya sendiri. Ia selalu datang dengan alasan titipan ibunya, tetapi dalam hati, ia tidak keberatan.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡcqANr9BZ4k
Sementara itu, Rina mulai menyadari sesuatu. Ia memang masih galak, masih berusaha menjaga jarak, tapi… entah kenapa, saat Dani pergi, warungnya terasa lebih sepi dari biasanya.
-------------------------------
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡiJ1blC8T9p
Saat Dani sedang memilih sayur yang disuruh ibunya, tiba-tiba Rina keluar dari dalam rumah dengan wajah sedikit panik.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ0oFQ0sEpwR
"Dani! Kamu bisa cek listrik nggak?" tanyanya cepat, suaranya terdengar lebih mendesak dari biasanya.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡC7m7ggOAE3
Dani menghentikan tangannya yang sedang memilah tomat. "Kenapa, Bu?"
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡhyf9uNXhV1
"Listrik di rumah saya kayaknya konslet. Tadi sempat mati sendiri, terus nyala lagi. Saya takut ada yang korsleting."
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡZWKbUwOpeC
Dani langsung meletakkan sayurannya. "Wah, itu bahaya, Bu. Coba saya cek dulu."
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ0Y20uW7ge7
Dengan langkah cepat, ia masuk ke dalam rumah Rina yang menyatu dengan warung. Begitu melihat panel listriknya, Dani bisa langsung menebak masalahnya. Kabel-kabel di rumah ini sudah usang, beberapa terlihat menghitam karena sering terkena arus berlebih.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡJsQFMfkfmG
"Bu Rina, ini harus diganti, kabelnya udah tua. Bisa bahaya kalau dibiarkan."
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡNqOcfGZ3WY
Rina menghela napas, terlihat sedikit cemas. "Aduh… saya nggak ngerti soal ginian. Bisa kamu benerin nggak, Dani?"
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡjujydHGjLQ
Dani mengangguk. "Saya ambil perkakas dulu di rumah. Tunggu sebentar!"
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ8zmV960qkd
Tanpa menunda waktu, Dani langsung pulang untuk mengambil peralatan listrik yang ia simpan. Beberapa saat kemudian, ia kembali dengan gulungan kabel baru dan peralatan lain.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡwZSmgJvxBt
Dengan cekatan, Dani mulai bekerja. Ia melepas kabel lama, mengganti dengan yang baru, dan memastikan semua sambungan aman. Tangannya terampil, sesekali ia mengusap keringat di dahinya. Rina, yang biasanya hanya galak, kini berdiri agak canggung di dekat pintu, melihat Dani bekerja tanpa banyak bicara.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡS565anehMl
Di dalam hatinya, ia merasa sedikit aneh melihat Dani begitu serius dan terampil dalam pekerjaannya.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡDG6Gsg2KMd
Setelah selesai memperbaiki listrik, Dani menghela napas lega. "Udah beres, Bu. Sekarang harusnya nggak ada masalah lagi."
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ35SQCVT2fU
Rina, yang sejak tadi memperhatikan, akhirnya tersenyum kecil. "Terima kasih, Dani. Kamu emang bisa diandalkan."
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡgTVM2tskuH
Dani hanya tertawa ringan. "Sama-sama, Bu. Untung nggak sampai korslet besar."
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡW7IMfkBcLT
Tanpa banyak bicara, Rina masuk ke dalam dan kembali dengan beberapa lembar uang. Ia menyodorkannya ke Dani. "Ini upahnya. Kamu udah nolongin saya."
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡDIN8TMD2Dd
Dani menatap uang itu sejenak, lalu menerimanya dengan senyum santai. "Wah, rezeki nomplok, nih. Makasih, Bu Rina!"
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡCoAekjfyvo
Setelah itu, ia kembali ke warung untuk melanjutkan belanjaannya. Tangannya cekatan memilih sayuran yang tadi sempat tertunda. Setelah semuanya terkumpul, ia berjalan ke meja kasir dan merogoh dompetnya.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡETobY1457n
"Berapa semuanya, Bu?" tanyanya sambil bersiap membayar.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡt4w6mTNoTJ
Namun, yang tak ia sangka, Rina justru menggeleng sambil tersenyum tipis.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡKbphaJH7zN
"Gratis. Anggap aja bonus karena udah nolongin saya."
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ6coTaHhPFg
Dani mengerjap, agak terkejut. "Hah? Beneran, Bu?"
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡHaCybu62v4
"Saya kelihatan bercanda?" Rina menyilangkan tangan di dada, tapi kali ini tidak dengan ketus. Ada ekspresi berbeda di wajahnya—lebih lembut, lebih tulus.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡe3YaB5ef9G
Dani tersenyum lebar. "Kalau gitu, terima kasih banyak, Bu Rina! Saya pamit dulu, ya."
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡJgB5Qz2N4L
Dengan langkah ringan, Dani keluar dari warung, meninggalkan aroma kehadirannya yang masih terasa di ruangan.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ35LXJe0kSd
Rina menatap punggungnya yang semakin menjauh, dan tanpa sadar, dadanya terasa hangat—seperti ada sesuatu yang perlahan mencair di dalam sana.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡLrXl5faKMF
Angin sore bertiup pelan, mengelus pipinya dengan lembut, seolah membisikkan sesuatu yang tak bisa ia abaikan. Matanya terus mengikuti langkah Dani, sampai pemuda itu benar-benar hilang di tikungan jalan.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡxpqHInj79s
Sebuah senyum kecil muncul di sudut bibirnya—senyum yang bahkan tak ia sadari.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡEgX6TJNIiN
Hati Rina bergetar. Ada sesuatu yang baru tumbuh di sana.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ4LBM9BMJGn
Sebuah perasaan yang lama ia kubur dalam-dalam… kini mulai bangkit kembali.
1928Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡiCIojVOYm4
