
Aku sangat ingin melepas hijab pashminaku yang sudah basah oleh keringat. Tapi aku masih ragu karena ada tiga orang lelaki di ruangan karaoke ini. Aku melihat sekeliling. Cheryl dan Ghea tertawa lepas, tubuh mereka bersandar pada Frans dan Albert, kayaknya kedua wanita teman kerjaku itu sudah mabuk berat. Sari, yang tadi menolak minum, kini terlihat sudah melepas hijabnya. Itu sudah membuat aku kaget. Tapi lebih kaget lagi melihat Cheryl yang kini hanya mengenakan tanktop. Tapi rangakaian kekagetanku belum berakhir saat melihat Ghea. Mataku terbelalak karena Ghea kini hanya mengenakan bra saja dan astaga rok yang dia pakai juga sudah tidak ada. Hanya ada celana dalam saja yang menutupi area paling terlarang dari seorang wanita. Ghea santai saja memamerkan paha mulusnya yang putih.
"Shan, lo tuh terlalu tegang. Hidup ini cuma sekali, loh. Nikmatin aja!" ucap Cheryl sambil menyodorkan gelas lagi padaku.
Aku menggeleng, tapi tidak sekuat tadi. "Gue udah cukup kok..."
"Ah, masa sih? Lo baru aja mulai relax. Coba lagi!"
Ghea ikut mendorong. "Iya, pasti lo bakal makin nyaman!"
Aku termangu. Di kepalaku, suara kecil berteriak: Ini salah. Ini semua salah.
Tapi suara itu kalah oleh desahan mereka—yang desahan karena Ghea dan Frans sudah saling bercumbu. Demikain juga Cheryl bersama Albert juga sudah hanyut dalam birahi.
Malam semakin larut, dan ruang karaoke itu berubah menjadi sesuatu yang sama sekali berbeda dari yang kubayangkan. Udara pengap berbau alkohol dan parfum menyengat memenuhi ruangan, bercampur dengan suara erangan dan desahan yang perlahan menggantikan alunan musik.
Layar karaoke masih menyala, menampilkan lirik lagu cinta yang ironisnya tak lagi ada yang menyanyikan. Lampu disco berputar-putar, menyapu wajah-wajah yang sudah tak lagi mengenali batas.
Astaga...
Mataku terbuka lebar meski kepala masih berputar oleh alkohol. Ghea—yang tadi sore masih mengenakan blazer kantor yang rapi—kini telanjang bulat, duduk melingkar di pangkuan Frans dengan gerakan turun naik yang sangat aku pahami sedang apa mereka. Pasti mereka sedang memadu alat kelamin. Tangannya yang biasanya mengetik laporan keuangan kini meremas payudaranya sendiri sambil menikmati hujaman penis Frans dari arah bawah. Oh Tuhan...
Aku menutup mulut, merasa panas di seluruh tubuh. Ini pertama kalinya aku melihat persetubuhan antara manusia secara langsung yang bahkan film pornopun tak pernah aku lihat. Anehnya apa yang mereka pertontonkan membuatku tak bisa berpaling.
"Shan, Sari ayuk gabung dong. Tuh si Rangga nganggur, kasian," goda Cheryl dengan suara serak, sementara bibirnya astaga dia mulai mengulum ujung kemaluan Albert.
Rangga yang merupakan rekan kerjaku ternyata sudah membuka kancing celananya, menggenggam kemaluannya sendiri sambil menatapku dengan pandangan mesum yang membuat kulitku merinding. Penisnya terlihat lebih besar dari milik suamiku dan dia mulai mengocoknya.
Baca lanjutanya di https://victie.com/novels/pns_muslimah_alim_berubah_menjadi_binal
dan karyakarsa https://karyakarsa.com/elevensanger/kisah-shaniya
4233Please respect copyright.PENANAqt59rzdDx8
"Eh, maaf aku gak bisa," jawabku cepat, berusaha menatap ke arah lain.
Tapi ke mana pun aku melihat, pemandangan yang tersaji semakin membuatku sulit bernapas:
Sari—si pemalu yang selalu membawa bekal makanan ke kantor—kini duduk di sudut sofa dengan hijab yang sudah telepas. Rangga terlihat mendekati dia dan berusaha merayu teman kantorku itu yang sehari-harinya berhijab juga seperti aku.
Aku memalingkan wajahku ke arah lain malah mendapati Cheryl yang sudah telanjang bulat naik turun di pangkuan Albert seperti sedang menunggang kuda, payudaranya bergoyang liar.
Di sudut lain, Ghea dan rekannya sudah saling menjilati seperti hewan yang kehausan.
Ini gila...
Tubuhku terasa panas dingin. Sebagian diriku ingin segera lari dari tempat ini, tapi... ada sesuatu yang lain. Sesuatu yang gelap dan terlarang yang membuat mataku terus menatap Ghea yang sedang asyik menghisap penis Frans, atau Cheryl yang mendesah-desah di atas pangkuan Albert.
"Lo pasti penasaran kan, Shan?" bisik Ghea tiba-tiba di telingaku, membuatku terkejut. "Gue tau lo ngeliat punya Rangga tadi. Besar ya?"
Aku menggeleng cepat, tapi Ghea hanya tertawa.
"Santai aja, ini cuma hiburan. Suami lo gak bakal tau," godanya sambil menarik tanganku. "Coba aja pegang. Rasain bedanya sama punya suami lo. Tuh si Rangga udah mau banget"
Tanganku refleks menarik diri, tapi...
Kenapa aku ragu?
Bersambung
4233Please respect copyright.PENANA7rp3FtT7wJ