
Gerbang universitas yang menjulang tinggi itu seharusnya terasa seperti pintu menuju kebebasan, babak baru yang penuh harapan.
761Please respect copyright.PENANACLNBgwa79U
Tapi bagiku, hal itu lebih mirip lorong panjang yang gelap, mengantar pada kesendirian yang lebih pekat. Setelah kelulusan SMA yang terasa hambar, tanpa perayaan atau ucapan selamat yang berarti dari rumah, aku melangkah ke dunia baru ini dengan beban yang tak kunjung terangkat. Aku memilih jurusan yang relatif "aman" dan prospek kerja yang jelas, jauh dari impian masa remajaku untuk menjadi penulis atau Damar yang ingin menjadi fotografer jurnalistik. Kampus yang ramai, dengan ribuan wajah baru dan janji-janji masa depan yang cerah, seharusnya menjadi tempatku menemukan diri, tapi yang kutemukan hanyalah lebih banyak kesendirian.
761Please respect copyright.PENANA43FjcTLbdk
Aku masih Arum yang pendiam, yang pandai menyembunyikan badai di dalam dirinya. Lingkungan kampus yang metropolitan, jauh dari rumah yang penuh tuntutan, awalnya terasa seperti kebebasan. Aku pindah ke kosan kecil di dekat kampus, sebuah ruangan sempit yang terasa lebih lapang daripada rumahku sendiri. Tidak ada lagi teriakan ibu di pagi hari, tidak ada lagi asap rokok bapak yang memenuhi ruang tamu. Hanya sunyi. Dan sunyi itu, yang dulu kudambakan, kini terasa seperti kekosongan yang memikat.
Aku mencoba beradaptasi, bergabung dengan beberapa kelompok studi, sesekali ikut kumpul-kumpul kecil. Tapi obrolan mereka terasa dangkal, penuh tawa renyah yang tak pernah sampai ke hatiku. Mereka bicara tentang dosen yang galak, tugas yang menumpuk, atau rencana liburan. Aku hanya mengangguk, tersenyum seperlunya, dan menarik diri begitu ada kesempatan. Trauma ditinggalkan Damar masih membekas dalam. Aku takut jika aku kembali menyerahkan diri, aku hanya akan menjadi tempat singgah, pelarian, dan jiwaku dilupakan lagi. Jadi, aku memilih untuk mengunci diri, menenggelamkan diri dalam buku pelajaran atau dalam pikiran-pikiran yang tak berujung.
761Please respect copyright.PENANAkJkQjNTl5H
Tanpa Damar, aku tidak memiliki "tempat pelarian" yang dulu ia temukan dalam sentuhan dan keintiman fisik. Tubuhku, yang dulu menjadi bahasa komunikasi dan kenikmatan, kini terasa mati rasa. Aku melihat teman-teman di sekitarku sibuk dengan kisah cinta, gonta-ganti pacar, atau bahkan berpacaran jarak jauh. Sedangkan aku hanya bisa mengamati dari jauh, dengan sorot mata yang mungkin memang penuh luka atau terlalu pandai menyembunyikan semuanya. Aku tidak lagi punya keberanian untuk membuka diri secara emosional, apalagi secara fisik.
761Please respect copyright.PENANAEm5bsTMMzC
Suatu malam, beberapa teman sekelasku mengajakku ke sebuah bar kecil di pinggir kota. Awalnya aku menolak, beralasan banyak tugas. Tapi mereka mendesak, "
761Please respect copyright.PENANA4w3kuQGd80
Sekali-kali, Arum. Jangan belajar terus." Aku akhirnya mengalah, mungkin karena lelah dengan kesendirian yang terus-menerus. Bau alkohol dan asap rokok langsung menyergap begitu aku masuk. Musik menghentak, orang-orang tertawa keras, dan aku merasa seperti alien di tengah keramaian itu.
761Please respect copyright.PENANAoDdwHfv3iH
Seorang teman menyodorkan segelas cairan berwarna kuning keemasan. "Coba ini, Arum. Bir. Enak kok." Aku ragu. Seumur hidupku, aku diajarkan untuk menjauhi hal-hal seperti ini.
761Please respect copyright.PENANABdWKLX92kc
Tapi malam itu, ada sesuatu dalam diriku yang memberontak. Aku mengambil gelas itu, mencoba meminum sedikit. Rasanya pahit, aneh, tapi ada sensasi hangat yang menjalar di tenggorokan. Aku menyesap lagi, dan lagi. Perlahan, kepalaku terasa ringan, suara-suara di sekitarku mulai meredup, dan beban di dadaku terasa sedikit terangkat.
761Please respect copyright.PENANAkJ9y8xyRYT
Malam itu, aku minum cukup banyak. Aku tidak mabuk sampai hilang kesadaran, tapi cukup untuk membuatku tertawa lebih lepas, berbicara lebih banyak dari biasanya. Untuk sesaat, aku merasa seperti orang normal, bagian dari keramaian. Alkohol menjadi jawaban instan untuk meredakan gejolak di kepalaku. Setiap tegukan anggur atau bir terasa seperti selimut yang menenangkan, menghilangkan suara-suara sumbang dari masa lalu. Suara ibu yang cerewet, suara bapak yang dingin, dan terutama, bayangan Damar yang meninggalkanku tanpa penjelasan.
761Please respect copyright.PENANApHCQIpd44Y
Sejak malam itu, alkohol perlahan tapi pasti menjadi teman setiaku.
761Please respect copyright.PENANAxBV8TgtXDA
761Please respect copyright.PENANA49EEhk1RRw
***
Baca kisah lengkapnya dari profile penulis
ns216.73.216.24da2