Intan berdiri di hadapan cermin, matanya merenung wajah yang semakin kusam. Hujan masih turun di luar, namun di hatinya, badai yang lebih hebat sedang mengamuk. Telefon di tangan bergetar sekali lagi, kali ini dengan mesej ringkas.
23Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡuWwmBpQ1FP
“Boleh kita jumpa? Saya perlu bercakap dengan awak.” — Fazli.
23Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡJMaqF2eN8F
Tanpa fikir panjang, Intan membalas, hatinya berkecamuk antara keraguan dan keinginan. Dia memilih sebuah kafe kecil yang terpencil, jauh dari hiruk-pikuk kota, tempat yang sering mereka kunjungi dulu.
23Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡVqYOiKfGJv
Ketika Intan tiba, Fazli sudah menunggu, wajahnya kelihatan sama seperti dulu—tapi ada sesuatu yang berbeza, lebih matang, tapi juga penuh dengan kesedihan.
23Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡWdsJHX8OZT
Mereka duduk berdepan, kata-kata sulit mula mengalir, menyentuh luka lama yang belum sembuh. Percakapan yang menghangatkan, namun juga menusuk ke dalam hati Intan.
23Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ9KnmwkGvV1
“Kenapa kau datang kembali, Fazli? Kau tahu aku sudah bergelar isteri,” suara Intan sedikit bergetar.
23Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡkDSV5tBBJQ
Fazli memandang dalam matanya, “Aku tahu, Intan. Tapi aku tak pernah lupakan kita... dan aku tak nak terus hidup dengan penyesalan.”
23Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡrUPSdeAv7n
Intan menunduk, air mata hampir mengalir. Dia tahu, apa yang mereka lakukan salah, tapi perasaan yang lama terpendam itu seperti api yang menyala kembali.
23Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡhRakfbX8NC
Pertemuan itu menjadi titik mula yang membawa mereka ke jalan penuh ranjau dan pilihan sukar.
23Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡGR6BCSyR9F
