Papan kayu bertuliskan Magwood di depan rumah berdecit ketika angin besar sedang menerpa kota malam mini. Untunglah persediaan makanan sang empu rumah untuk saat ini sangat mencukupi. Setidaknya mereka tidak perlu keluar rumah untuk sekedar makan malam.
Leah Magwood nampak memainkan sendoknya tanpa minat. Ujung sendoknya ia gesekan ke cekungan dalam piring yang masih terdapat kentang tumbuk di dalamnya. Berkali-kali ia menarik nafas dan menghembuskannya berat seperti orang yang sedang berpikir dengan keras.
Puncak helaan nafasnya berakhir ketika Samuel Magwood - Ayahnya, tiba dari arah dapur dengan dua gelas teh yang uapnya masih mengepul.
"Tidak lapar?"
"Tidak terlalu."
Leah kembali memainkan sendoknya.
"Aku tahu sepertinya ini kesalahan terbesarku kepadamu selama enam belas tahun aku membesarkanmu. Tapi Leah, aku harap kau mengerti."
Leah mendengus lagi kemudian mengangkat sebelah kakinya ke atas kursi sehingga ia bisa menyandarkan dagu pada lututnya.
"Apa boleh buat Sam, lagipula tempat tinggalmu yang baru mustahil ditempati olehku 'kan?"
Sam merasa benar-benar tidak enak sekarang. Ia tidak pernah berpisah jauh dengan putrinya selama ini kecuali saat ia harus perki ke Prancis selama beberapa waktu karena pekerjaannya.
Bagi Sam, Leah adalah segalanya. Namun pekerjaannya sebagai seorang Dokter mengharuskannya membagi perhatiannya dari sang buah hati. Sam pikir sejak kecil Leah sudah mengerti tentang hal tersebut, tetapi sepertinya kali ini ia akhirnya tahu jika Leah sangat sedih.
Jika saja pekerjaannya di daerah itu bisa mengabulkan syaratnya untuk membawa putrinya, pasti dengan senang hati Sam akan membawanya. Namun pekerjaannya ini adalah menolong orang, dan medan yang harus dilewati kali ini sangat menyulitkan dirinya untuk memboyong Leah bersamanya. Jangankan ditempati Leah, bahkan Sam harus tinggal menumpang di tempat masyarakat sehingga akan sangat mustahil jika Leah ikut bersamanya untuk tinggal dalam waktu yang lama, sehingga pada akhirnya Sam menggunakan jalan satu-satunya agar Leah tetap berada pada lingkungan yang aman.
Yaitu mengirimnya pada Ibu kandung Sam, Nenek Leah.
"Tapi, Garde Isle itu dimana? Aku sama sekali tidak pernah dengan nama pulau seperti itu."
"Ya... pokoknya cukup jauh dari yang kau pikirkan."
Leah menaikan alisnya. Bagaimana bisa ia harus pindah ke tempat yang bahkan sepertinya di peta saja tidak ada namanya. Leah tahu jika Ayahnya lahir dan besar bukan di bagian kota metropolis ataupun desa-desa di dekat pegunungan melainkan di sebuah pulau. Akan tetapi ia tidak menyangka jika pulau yang dimaksud Sam sebagai tempat kelahirannya adalah pulau antah berantah.
Leah dan Sam mengakhiri pembicaraan mereka saat itu. Keduanya nampak diam ketika saling bahu membahu saat mencuci piring dan merapikan bekas makan mereka. Baik Sam dan Leah - Keduanya nampak sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Sam merasa bersalah karena besok putrinya harus pindah ke tempat asing, sementara Leah merasa sedih karena ia tidak bisa bersama dengan Ayahnya lagi untuk waktu yang ia tidak tahu berapa lama itu.
Leah langsung naik ke kamarnya ketika ia memastikan semuanya sudah kembali ke posisinya. Gadis itu sedikit lelah belakangan ini karena ia tidak bisa tidur nyenyak. Semenjak Sam mengatakan ia akan tinggal dengan Neneknya di sebuah pulau aneh bernama Garde Isle, Leah selalu bermimpi buruk dan pola mimpinya selalu sama. Mula-mula ia berada di tempat asing dan dihadapannya ada Sam yang sedang tersenyum, lalu tiba-tiba Sam berubah menjadi seseorang yang menyeramkan lalu menusuk seorang wanita tepat di dadanya dan mimpi itu selalu berakhir dengan Sam yang menangis dengan tangan bersimbah darah. Awalnya Leah tak memikirkan mimpi itu karena ia berpikir jika dirinya terlalu sering menonton film horror dan thriller, namun belakangan ini mimpi itu setiap hari muncul dan sangat mengganggu waktu tidurnya.
Gadis itu merebahkan dirinya di kasur, sedikit merenung. Ia tidak pernah menyalahkan Sam atas pekerjaannya sebagai dokter. Justru ia sangat bangga, karena ia tahu pekerjaan Ayahnya sangat mulia. Namun di sisi lain, ia benar-benar sedih karena perhatian Sam yang sering terbagi karena ia sibuk bekerja. Dan kali ini, Sam akan pergi ke sebuah tempat evakuasi dimana dirinya tidak mungkin diajak untuk tinggal disana.
Leah menarik selimut hingga menutupi sebagian tubuhnya. Perlahan matanya mulai kembali terpejam. Saat ini ia tidak mau lagi memikirkan bagaimana kehidupannya di pulau itu, yang jelas ia hanya berharap sekarang dirinya berhenti mimpi buruk lagi.
******397Please respect copyright.PENANAMegLJkuf37
397Please respect copyright.PENANABPDLCSlAGW
397Please respect copyright.PENANAwsYsg3oSmt
397Please respect copyright.PENANAGE9WlLedqu
397Please respect copyright.PENANAPaIRr1ybIn
Ketika pagi datang, Leah dan Sam sudah bersiap di mobil sedan berwarna biru kesayangan Sam sejak dulu. Barang-barang milik Leah sudah diletakan di jok tengah dan bagasi mobil, sementara sang pemilik barang kini sudah duduk manis tepat disamping sang Ayah.
"Kau pucat, sakit?"
"Hanya tidak bisa tidur." Leah menjawab singkat selagi tangannya sibuk mengaitkan sabuk pengaman agar terpasang dengan baik.
"Karena mau pergi?"
"Aku sering mimpi buruk belakangan ini." Kata Leah ketika mobil sudah meninggalkan rumah, "Yang kuceritakan waktu itu, soal mimpi aku melihatmu."
Sam menelan ludahnya kemudian menganggukan kepalanya. Sebelah tangannya terjulur untuk mengusap rambut hitam milik putrinya.
"Itu cuma mimpi, tidak perlu di khawatirkan."
Leah menganggukan kepalanya meski hatinya masih bertanya-tanya mengapa ia terus mimpi buruk selama berhari-hari dengan hal yang menyeramkan seperti itu.
Ketika jam menunjukan pukul sepuluh, mobil yang dikendarai Sam sudah memasuki wilayah Pelabuhan Utara. Mereka bisa melihat Pelabuhan cukup sibuk dengan berbagai macam hal hari ini. Mulai dari penumpang sampai ke angkut barang.
Mobil terus melaju hingga mereka memasuki wilayah pelabuhan yang agak sepi. Setelah melewati gerbang utama, rupanya masih ada gerbang lainnya di sini.
Sam turun dari mobil begitupula Leah, lelaki itu menurunkan koper milik Leah juga tas ransel kesayangan putrinya itu.
"Aku tidak bisa mengantar ke dalam karena tidak punya tiket." Kata Sam kemudian menyodorkan sebuah tiket bersama amplop berwarna merah marun dengan ornamen emas yang mengingatkan kita akan suasana natal, "Saat pendataan penumpang, berikan saja ini dan jangan bicara apa-apa, oke?"
Leah menyampirkan tasnya kemudian menerima tiket tersebut sambil mengangguk. Sam dan Leah kemudian saling berpelukan dengan erat, bahkan Leah bisa merasakan tubuh Ayahnya nampak sedikit bergetar seperti menahan sesuatu.
"Sam, aku menyayangimu, sehat selalu."
"Oh, Leah, aku juga sangat menyayangimu." Sam mengusap punggung Leah sebelum melepaskan pelukannya, "Berjanjilah untuk sehat selalu, dan maafkan aku."
"Apa kau tidak mau pulang? Bukankah aku akan tinggal di rumah Ibumu?"
Sam nampak terdiam sejenak sebelum tersenyum tipis dan mengangkat bahunya sambil berkata, "Entahlah, aku ingin, tapi sepertinya sudah tidak ada tempat untukku di sana." Katanya, "Tapi mereka akan menerimamu dengan baik, jadi jangan khawatir dan semoga kau menyukai suasananya. Meskipun kau akan merasa 'aneh' pada awalnya."
Leah hanya mengangguk perlahan sebelum mulai berjalan menjauh makin dalam melewati gerbang yang ada di hadapannya tadi. Sesekali Leah menoleh ke arah Sam yang masih berada di sana memandangi putrinya sebelum akhirnya Leah yang lebih dahulu berjalan maju lebih cepat dan tidak menoleh lagi ke belakang.
Setelah masuk lebih dalam, yang Leah lakukan hanya menoleh kesana dan kemari tanpa tujuan. Tidak ada orang disana, dan suara yang terdengar hanya suara beberapa kapal yang berada jauh di belakangnya tadi. Sekitar sepuluh menit ia habiskan hanya dengan berkeliling tanpa arah sebelum akhirnya ia bertemu dengan seorang pria berseragam krem dengan pluit di sakunya.
"Permisi," Leah menghampiri petugas tersebut, "Kemana arah jika mau naik kapal ke Garde Isle?"
Pria itu hanya menatap Leah beberapa menit sebelum tersenyum sopan dan menuntun Leah menuju ke arah Dermaga dimana sebuah kapal besar berwarna dominasi hitam putih dan garis merah tengah bertengger dengan gagah menunggu untuk diberangkatkan.
Ketika telah tiba di tangga untuk naik ke kapal, petugas tersebut mengulurkan tangannya tanpa suara. Leah menaikan alisnya.
"Data diri anda?"
Leah awalnya nampak kebingungan, namun setelah ia menyadari apa maksud dari petugas tersebut, ia menyerahkan tiket dan surat berwarna merah marun tersebut tanpa bersuara.
"Saya menunggu penumpang terakhir, tidak disangka itu anda." Kata petugas tersebut selagi memeriksa tiket milik Leah, kemudian membuka surat yang diberikan Sam tadi. Matanya nampak melirik Leah sekilas kemudian kembali membaca surat itu.
"Anak Magwood ternyata." Kata sang petugas kemudian mengembalikan surat dan tiket Leah kemudian membantu gadis itu membawa kopernya, "Saya Porter, semua orang yang naik kapal memanggil saya begitu."
Leah kelihatan menganggukan kepala tanpa bersuara sedikitpun, sesuai apa yang Sam katakan.
"Tugas saya adalah memastika semua penumpang telah naik ke kapal, meski itu harus menunggu sepuluh jam lamanya."
Leah menautkan alisnya bersamaan dengan tibanya mereka berdua di dalam kapal, di depan sebuah ruangan bernomor seratus delapan.
"Karena kapal ini hanya berangkat satu kali selama waktu tertentu, bukankah lebih baik menunggu semua naik, bukankah begitu Miss Magwood?"
Porter nampak tersenyum ramah ketika ia selesai meninggalkan koper di dalam ruangan dan langsung bergegas meninggalkan Leah tanpa berkata apa-apa lagi.
"Satu kali?" Leah menutup pintu, meletakan ranselnya kemudian duduk di sebuah sofa yang ada di ruangan tersebut, "Apa kapal ini hanya berangkat satu hari sekali ya?"
Lima menit setelah Leah duduk, bunyi seperti klakson mulai terdengar diiringi dengan getaran yang terasa di area kapal. Benda ini perlahan meninggalkan dermaga menuju tujuan yang sebenarnya.
Selagi menunggu di perjalanan, Leah melakukan beberapa hal, misalnya mengecek chat yang masuk dari teman-temannya ataupun bermain game yang ada di ponselnya. Beberapa kali speaker yang mungkin terpasang di setiap ruangan menyuarakan jika jarak ke Garde Isle memakan waktu dua belas jam sehingga mau tak mau Leah melakukan segala cara untuk menghilangkan kebosanannya selama dua belas jam tesebut.
Leah masih bertahan dengan ponselnya sekitar dua jam sebelum ia kehilangan sinyal. Karena tidak ada yang bisa dilakukan lagi, akhirnya Leah memutuskan untuk keluar dan berjalan-jalan barangkali ia bisa mendapat udara segar. Namun alih-alih udara segar, ia malah mendapati kapal ini tengah melewati kabut tebal berwarna pekat. Bahkan Leah sama sekali tidak bisa melihat keluar jendela karena kabut tersebut.
Leah juga tidak melihat siapapun baik di lorong maupun di tangga menuju lantai bawah. Yang ia lihat justru hanya Porter yang tadi membantunya. Porter melihatnya sambil tersenyum yang membuat Leah bergidik ngeri karena laki-laki ini seperti sedang mengawasinya. Akhirnya Leah memutuskan untuk kembali ke kamar dan menguncinya rapat-rapat. Sekarang satu-satunya hal yang bisa ia lakukan hanya duduk atau tidur hingga kapal tiba.
Pikirannya kembali melayang kepada Ayah dan rumahnya. Apakah sekarang Sam sudah pergi ke Rumah Sakit untuk bersiap pergi ke tempat barunya? Apakah pemilik Rumah yang baru akan merawat taman dengan baik sebaik dirinya? Apakah Bibi Abbott yang tinggal disebelah akan marah-marah pada Penghuni baru rumahnya? Pikiran-pikiran kecil tersebut mulai merayap di kepalanya. Padahal belum seharian, namun Leah sudah seolah tidak rela jika ia harus berpisah dari kesehariannya sebelum ini.
*****397Please respect copyright.PENANARN807n9oVt
397Please respect copyright.PENANANa5rpdWkvj
397Please respect copyright.PENANA7rIKbwzN48
397Please respect copyright.PENANAiglVKWgoLe
397Please respect copyright.PENANAs32xHP1gSa
Bunyi bel berdentang terdengar dari speaker sebelum suara seseorang menyampaikan jika sebentar lagi mereka akan tiba di Garde Isle. Leah yang baru saja terbangun dari tidurnya langsung saja mengambil tas dan menyiapkan kopernya kemudian keluar dari ruangan tersebut dimana Porter telah menunggu di depan ruangan dengan senyum nya yang mulai terlihat menakutkan.
Oke, ini menakutkan, pikir Leah.
Tanpa bicara apa-apa, Porter menarik koper Leah kemudian mengangkutnya kebawah. Mau tak mau Leah mengikuti pria itu dan tanpa di duga akhirnya ia bertemu dengan beberapa penumpang lain yang terlihat lebih tua darinya.
Leah mencoba mengintip dari jendela bagaimana Garde Isle itu. Leah rasanya ingin berteriak ketika melihat bagaimana indahnya pulau ini.
Ada banyak kapal bertengger di dermaga, air lautnya berwarna biru dan sangat jernih. Bahkan Leah bisa melihat ikan-ikan dibawah tengah berenang-renang diantara terumbu karang seolah menari-nari menyambut kedatangan kapal yang sebentar lagi akan menepi di Garde Isle.
Begitu kapal telah benar-benar menepi. Semua orang turun satu persatu begitupula dengan Leah. Ketika ia sudah turun, Porter menyerahkan koper milik gadis itu sebelum membungkuk layaknya seorang prajurit kemudian naik lagi ke dalam kapal. Leah bisa saja mengomentari sikap Porter, namun pemandangan yang kini ada di hadapannya lebih menarik untuk dipandang. Ada sebuah papan bertuliskan 'SELAMAT DATANG DI WHIT HARBOR, GARDE ISLE' kemudian dibawahnya ada papan berisikan peta dari Garde Isle.
"Leah Magwood?"
Leah menolehkan kepalanya ketika ada seseorang yang memanggil namanya. Seorang lelaki muda bertubuh tegap berambut coklat terang tersenyum selagi berlari kecil menghampiri Leah.
"Benar Leah Magwood?"
Leah menganggukan kepalanya, "Iya, kau?"
"Aku diminta Samantha, Nenekmu untuk menjemputmu kesini. Dia cukup sibuk di tokonya karena akan masuk musim ajaran baru." Lelaki itu tanpa permisi langsung saja menarik koper milik Leah dan gadis itu kembali terpaksa menguntit seseorang yang tidak ia kenal. Lelaki itu membawa kopernya ke sebuah mobil jeep hitam kemudian ia membuka pintu penumpang untuk Leah dan seketika itu juga rasa kesal gadis itu luntur karena rupanya lelaki ini berbeda dengan Porter yang menakutkan.
Lelaki tadi naik ke bagian kemudi lalu menjalankan jeepnya perlahan melewati kerumunan orang melewati pelabuhan dan mulai masuk ke bagian lain, kalau tidak salah tadi Leah membaca nama daerah ini sebagai OAKEN ROAD.
"Aku Agate, lupa memperkenalkan diri." Lelaki bernama Agate ini tersenyum ramah sekilas sebelum kembali memperhatikan jalanan, "Keluargaku dan Samantha tinggal bersebelahan. Kau akan sangat terkejut jika tahu betapa mereka menyiapkan banyak hal untukmu."
Leah tersenyum. jika dibilang seperti itu, sepertinya ia tidak perlu mengkhawatirkan bagaimana sikap Nenek yang bahkan belum pernah ia temui padanya. Gadis itu mengeluarkan ponsel hendak mengabari Sam jika ia sudah tiba, namun ia tidak bisa menggunakan ponselnya sama sekali karena tidak ada sinyal di sini.
"Agate, apa disini sinyal ponsel bermasalah?"
Agate nampak melirik ponsel milik Leah kemudian mengeluarkan sebuah benda yang mirip komputer tablet, namun ukurannya lebih kecil dari dalam dashboard mobil.
"Kita tidak pakai ponsel di sini, kita pakai itu. Namanya PDA."
"PDA? Serius?" Pikir Lea, PDA diciptakan sudah lama sekali, bahkan rasanya sudah tidak laku dibanding ponsel pintar. Dan sekarang ia harus menggunakan PDA untuk berkomunikasi.
"Kau tidak tahu ya? Garde Isle tidak menerima sinyal ponsel, jadi kami membuat pusat sinyal sendiri di sini. Dan ternyata hanya bisa ditangkap oleh PDA, jadi sejak dulu kami memutuskan menggunakan PDA ketimbang ponsel." Jelas Agate, "Pulau ini dibagi beberapa daerah. Kita tinggal di Westway, tepatnya di Bare brook. Ada wilayah kota lain dan kami menyebutnya sebagai Northway."
Leah mendengarkan Agate bercerita selagi ia berusaha mengoperasikan PDA yang ia terima dari Agate tadi. Garde Isle dibagi menjadi empat wilayah dan satu pulau khusus, dan pusat pendidikan berada di distrik Spring View yang berada di tengah-tengah Westway dan juga Northway. Agate juga merekomendasikan beberapa hal yang bisa dilakukan Leah jika sedang libur atau bosan karena sudah pasti jika menggunakan PDA berarti hanya bisa berkomunikasi via mail dan telepon, jadi Leah perlu mengucapkan selamat tinggal pada social media miliknya sekarang.
Jeep yang dikendarai Agate memasuki wilayah Bare Brook jika melihat plang yang baru saja mereka lewati. Untuk masuk ke Distrik Bare Brook, mereka perlu melewati bukit kemudian berbelok ke arah kiri ketika menemukan pertigaan. Sementara jika tetap lurus mereka akan masuk ke wilayah FOREST HILL OF ELDERMOUNT yang sepertinya adalah gunung.
Leah melirik dari kaca spion, beberapa mobil di belakangnya banyak yang terus lurus, sementara hanya sedikit mobil yang belok ke arah yang sama dengan dirinya.
"Apa Forest Hill of Eldermount itu tempat wisata?"
"Bukan." Kata Agate, "Kenapa kau berpikir seperti itu?"
Leah menunjuk ke belakang dengan jempolnya, "Karena banyak mobil tetap lurus ke arah gunung itu. Ku kira itu daerah perkemahan atau sejenisnya."
Agate tertawa sambil mengibaskan tangannya, "Tidak ada tempat wisata disana. Itu mobil para penghuni di Forest Hill, Aqua Lake, dan Eldermount."
"Disana ada rumah?" Leah bertanya dengan suara sedikit memekik. Jika ada orang-orang yang tinggal di atas gunung dengan mobil semewah tadi, bisa dipastikan mereka pejabat penting di pulau ini.
"Mereka tinggal di sana Leah, tapi mereka berbeda dengan kita."
Ketika mobil berhasil menuruni bukit dan Leah akhirnya bisa melihat kota kecil dan beberapa kehidupan, Leah kembali bertanya dengan suara agak keras agar Agate bisa mendengar.
"Berbeda? Apa mereka orang kaya?"
Agate tertawa lagi, membelokan setirnya memasuki Distrik Bare Brook kemudian menoleh ke arah gadis polos yang duduk di sampingnya.
"Mereka yang tinggal disana bukan Manusia biasa, mereka Penyihir."
*****397Please respect copyright.PENANAXkkBFfnrEv
397Please respect copyright.PENANAPF8A4mkJnl
397Please respect copyright.PENANARGAFCRMRHQ
397Please respect copyright.PENANAcpcTSzMHnN
397Please respect copyright.PENANAFR6ShfAVKT
397Please respect copyright.PENANAOjDKnQKWBD
397Please respect copyright.PENANAMzyuWCEGPQ
397Please respect copyright.PENANANVfxXHQbCa
397Please respect copyright.PENANAmm6g4WQRhf
397Please respect copyright.PENANAX01V54xkPH
397Please respect copyright.PENANALdYzWzQ6Ed
397Please respect copyright.PENANAzLYHdlDqrg
397Please respect copyright.PENANAkjCUwHJLP3
397Please respect copyright.PENANA8F8fAH3XWV
397Please respect copyright.PENANAj7ZpZXT4kG
397Please respect copyright.PENANA3HFwdsIbAy
397Please respect copyright.PENANAZH0ipqKzL1
397Please respect copyright.PENANAKuSYlrVvWb
397Please respect copyright.PENANAbktnvPE0eq
397Please respect copyright.PENANAEja9fjsmox
397Please respect copyright.PENANAgLjC9wfu5C
397Please respect copyright.PENANA7t9o0C5G5E
397Please respect copyright.PENANAhehqaXxrof
397Please respect copyright.PENANAY8v3pFteWj
397Please respect copyright.PENANAzfXY9cBasW
397Please respect copyright.PENANA3iMxdJX5NQ
397Please respect copyright.PENANAipPDPGo1W5
397Please respect copyright.PENANA7S324hSU6t
397Please respect copyright.PENANAJ9LGkEXNou
397Please respect copyright.PENANAgA3YDVdQpl
397Please respect copyright.PENANASj7tciVF6B
397Please respect copyright.PENANAjLDCkYoPpw
397Please respect copyright.PENANAdpXFv0jMAT
397Please respect copyright.PENANAu8kejWvmas
397Please respect copyright.PENANA7AsrqakO5K
397Please respect copyright.PENANA4E7uT36Tyb
397Please respect copyright.PENANAhD5Ito43pX
397Please respect copyright.PENANAwnx5Xfyah2
397Please respect copyright.PENANAYvSgiw3SHC
397Please respect copyright.PENANAjWLdeBPZJx
397Please respect copyright.PENANAc2B2onUSv1
397Please respect copyright.PENANAT9owMgOUoA
397Please respect copyright.PENANANFJ7ySNixh
397Please respect copyright.PENANAHyFiNnjDki
397Please respect copyright.PENANATqemxiYuuj
397Please respect copyright.PENANAaOzQMTqkI1
397Please respect copyright.PENANAXqROinOd9e
397Please respect copyright.PENANAwUz8k4daA2
397Please respect copyright.PENANA0AIJMNLnNW
397Please respect copyright.PENANAD9ldmqx25i
397Please respect copyright.PENANAgd1aD5Bajz
397Please respect copyright.PENANAnW4y1HRb2P
397Please respect copyright.PENANAH8spsE0UI7
397Please respect copyright.PENANAoPkkX73Te9
397Please respect copyright.PENANAE9y8xkdgwR
397Please respect copyright.PENANAHVAWOIByXP
397Please respect copyright.PENANAVByLE34nCp
397Please respect copyright.PENANASg4miF5fiK
397Please respect copyright.PENANAu3EdaTCcKj
397Please respect copyright.PENANAY8y7leqG9b
397Please respect copyright.PENANAnqWMuP8AQg
397Please respect copyright.PENANAseSoVZqBla
397Please respect copyright.PENANAzscbnTkpra
397Please respect copyright.PENANATiYBT9TLLr
397Please respect copyright.PENANAnUGMxCx838
397Please respect copyright.PENANAZ2tT3fbwFq
397Please respect copyright.PENANAmBbjSOt2Bd
397Please respect copyright.PENANAzhKu2Xdws8
397Please respect copyright.PENANAzjlelmOWdr
397Please respect copyright.PENANAIqTO0uxgvG
397Please respect copyright.PENANANAUEITaWbZ
397Please respect copyright.PENANABCdm6JJlPd
397Please respect copyright.PENANA8zp5fSqTPh
397Please respect copyright.PENANAQiknzbwLbq
397Please respect copyright.PENANA2AfFapVAld
397Please respect copyright.PENANACXT3M3mttH
397Please respect copyright.PENANAQGrt74q4fK
397Please respect copyright.PENANABEJrRNPrUE
397Please respect copyright.PENANAwPhf22EQc1
397Please respect copyright.PENANAdjqQjgnID0
397Please respect copyright.PENANAzu7NfnHiig
397Please respect copyright.PENANANIz5Pno1Bl
397Please respect copyright.PENANAXIp06fnmxo
397Please respect copyright.PENANAdzq5GkWRo4
397Please respect copyright.PENANAwqMdyd2WZu
397Please respect copyright.PENANADkulvT5tiu
397Please respect copyright.PENANA7cyL5yyzP7
397Please respect copyright.PENANA6Pl6Gf8y3C
397Please respect copyright.PENANAA8yW0SpVmC
397Please respect copyright.PENANA0jdoO3HInu
397Please respect copyright.PENANAf71b8VaimV
397Please respect copyright.PENANAQ4AmcLu5fX
397Please respect copyright.PENANAnCGYMd2fQ0
397Please respect copyright.PENANAY5qNyqCsGI