Fatma terlihat seperti mahasiswi religius pada pandangan pertama jilbab lebarnya yang berwarna pastel menutupi rambutnya hingga ke dada, kerah baju longgar yang selalu terkancing rapat, dan rok panjang yang menyapu mata kaki.
Tapi di balik kesan alim itu, tersembunyi lekuk tubuh yang membuatnya kerap merasa tidak nyaman saat mendapat pandangan diam-diam dari pria.
586Please respect copyright.PENANAjBvPQKOgXz
Dagu dan lehernya jenjang, kulitnya halus seperti sutra yang jarang tersentuh matahari. Jilbabnya selalu rapi.
Bibirnya yang alami merah muda sering membuat orang bertanya-tanya apakah ia memakai lipstik samar, meski Fatma sendiri tahu itu hanya bawaan sejak lahir karunia sekaligus ujian.
586Please respect copyright.PENANATL8xjeAAfH
Payudaranya tidak terlalu besar, tapi cukup montok untuk membentuk siluet yang jelas meski ia memakai tunik longgar.
Pinggangnya ramping, kontras dengan pinggulnya yang berayun lembut setiap kali ia berjalan, seakan menantang kesadarannya sendiri untuk tetap rendah hati.
Tangan-tangannya halus, jari-jemarinya lentik seperti belum pernah merasakan kerasnya kehidupan.
586Please respect copyright.PENANA5HZBRRacKy
Udara pagi masih sejuk ketika Fatma melangkah keluar dari kampus, tas ransel berisi buku dan recorder tergantung di pundaknya.
Jilbab dusty pink-nya berkibar lembut diterpa angin, sementara matanya yang teduh memandang jalanan kumuh di seberang kampus sebuah permukiman kumuh yang menjadi target penelitian sosiologinya tentang "Kehidupan Marginal di Tengah Pusat Kota".
586Please respect copyright.PENANAPQShLGxmsx
"Aku bisa." bisiknya pelan, merapikan jilbab yang hampir tersingkap oleh tiupan angin. Sebagai mahasiswi berprestasi dan aktif di organisasi kerohanian, Fatma dikenal sebagai sosok yang bersih, hampir tak tersentuh dunia luar.
Tapi hari ini, ia harus turun ke tempat yang bahkan teman-temannya enggan mendekati kampung pemulung.
586Please respect copyright.PENANAj3dTasl0Wc
***
586Please respect copyright.PENANAdqu52S80Xa
Bau anyir sampah dan tanah basah langsung menyergap indranya begitu ia memasuki area kumuh itu.
Kakinya melangkah pelan, menghindari genangan air kotor dan sisa-sisa plastik yang berserakan.
Beberapa pasang mata mengikuti gerakannya ada yang penasaran, ada yang sinis.
Fatma tersenyum sopan, berusaha menutupi detak jantungnya yang mulai tak teratur.
586Please respect copyright.PENANAuXZT600cDS
"Maaf, Pak. Saya mau bertanya..." ucapnya pada seorang lelaki paruh baya yang sedang memilah barang rongsokan.
586Please respect copyright.PENANACc1LiXZVGA
Orang itu hanya meliriknya sebentar lalu pergi, tak peduli.
Fatma menghela napas, merasa seperti ikan yang terdampar di daratan.
586Please respect copyright.PENANAbpnowl66l4
Sampai akhirnya, diujung tempat tersebut dari balik gubuk reyot, seorang lelaki tua muncul.
586Please respect copyright.PENANAexRavC6NSs
***
586Please respect copyright.PENANAFJIlgcq99e
Dia tinggi, tapi tubuhnya bungkuk oleh usia dan beban hidup. Kulitnya hitam legam, terbakar matahari dan debu, dengan kerutan di setiap sudut wajahnya yang kasar. Tangannya besar, berurat, penuh luka kecil dari mengais sampah. Rambutnya yang putih kusut sebagian tertutup topi compang-camping, tapi matanya tajam, seperti bisa menembus langsung ke dalam diri Fatma.
586Please respect copyright.PENANAbkVEirRgA8
"Nyari apa, Non?" suaranya parau, seperti besi berkarat yang digesekkan pada batu.
586Please respect copyright.PENANAeAHkefDaAG
Fatma menelan ludah. Tiba-tiba, ada sesuatu tentang pria ini yang membuat tenggorokannya kering.
586Please respect copyright.PENANAvVhSNjdEN6
"Saya... sedang penelitian tentang kehidupan di sini. Boleh saya wawancara Bapak?" ujarnya, berusaha stabil.
586Please respect copyright.PENANAYI8qsrE9i2
Si pemulung mengamatinya lama, dari ujung jilbab hingga sepatu ketsnya yang masih putih bersih. Lalu, dengan senyum getir yang membuat jantung Fatma berdegup aneh, dia menjawab:
586Please respect copyright.PENANABsheQZtm2y
"Kalo mau tahu hidup kami, jangan cuma ngomong doang. Masuk ke sini."
586Please respect copyright.PENANAqaPFWT2yzD
Dan tanpa pikir panjang, Fatma mengikuti.
586Please respect copyright.PENANAyCGFjDWSOL
***
586Please respect copyright.PENANAD4ME5o470l
Di dalam gubuk kecil itu, bau tubuh sang pemulung campuran keringat, tanah, dan sesuatu yang primal memenuhi udara.
Fatma tiba-tiba sangat sadar akan tubuhnya sendiri: betapa bersihnya ia, betapa asingnya ia di tempat ini.
586Please respect copyright.PENANADDsHyGesTI
Dan entah mengapa, itu justru membuatnya semakin penasaran.
586Please respect copyright.PENANAhYWQsWDkIB
Penelitiannya baru saja dimulai. Tapi jauh di dalam, sesuatu yang gelap sudah mulai menggeliat.
Udara di dalam gubuk itu pengap, bercampur bau anyir keringat dan karat.
Fatma duduk di atas bangku kayu lapuk, berusaha menjaga jarak yang sopan, tapi ruangan sempit itu membuat jarak antara mereka terasa begitu tipis.
586Please respect copyright.PENANAy375Acl8kC
Pemulung tua itu duduk di hadapannya, matanya hitam dan tajam berpindah dari wajah Fatma perlahan-lahan, turun ke lehernya yang jenjang, di mana kain jilbab sedikit terbuka karena gerah. Fatma merasa seperti ditelanjangi oleh pandangan itu, kulitnya merinding meski udara di dalam gubuk ini panas.
586Please respect copyright.PENANAkqOcD5hRMm
"Non mahasiswi, ya?" suaranya serak, seperti pasir digosokkan pada besi.
586Please respect copyright.PENANA6FgTauoxwm
Fatma mengangguk, tangannya secara refleks meraih ujung jilbabnya, menariknya lebih rapat. Tapi pemulung itu terus mengamati, matanya tersangkut pada lekuk tubuh Fatma yang tak sepenuhnya tersembunyi di balik baju longgarnya.
586Please respect copyright.PENANA5EOhqM5wLe
Pandangannya seperti api yang merayap
586Please respect copyright.PENANAH6eIxZxj3B
- Pundaknya yang ramping, tertekan oleh tali ransel, membuat siluet tulang selangkanya sedikit terlihat.
- Payudaranya yang tidak besar tapi berbentuk bulat sempurna, mengikuti tarikan napasnya yang mulai tak teratur.
- Pinggangnya yang ramping, saat ia sedikit bergesak di tempat duduk.
586Please respect copyright.PENANAJxclekY0dP
"Bapak... bisa ceritakan kehidupan sehari-hari di sini?" Fatma mencoba mengalihkan pembicaraan, tapi suaranya terdengar lebih kecil dari yang ia rencanakan.
586Please respect copyright.PENANACdhzuAiGaD
Pemulung itu tak segera menjawab. Sebaliknya, ia mengulum senyum getir, seperti tahu sesuatu yang Fatma sendiri belum sadari.
586Please respect copyright.PENANAeCKatA6dBA
"Non cantik," ujarnya tiba-tiba, suaranya berat. "Terlalu bersih buat tempat kotor kayak gini."
586Please respect copyright.PENANAZVbJLU4Scy
Fatma menahan napas. Ada sesuatu dalam cara pria itu memandangnya bukan seperti orang-orang kampus yang sopan, bukan pula seperti lelaki nakal yang cuma bisa melirik diam-diam. Ini lebih primal, lebih lapar.
586Please respect copyright.PENANANg5OVaSbFR
Dan yang paling mengganggu ia merasa dilihat, benar-benar dilihat, untuk pertama kalinya.
586Please respect copyright.PENANAOs3MWveINK
"Kalau mau tahu kehidupan kami," pemulung itu bersuara lagi, sambil maju sedikit, "Non harus berani lebih dekat dan mencoba langsung tinggal disini 3 bulan."
586Please respect copyright.PENANAidkFjFsles
Fatma tidak mundur.
586Please respect copyright.PENANA59ermYjaeY
Jantungnya berdebar kencang, tapi entah mengapa, ia penasaran.
586Please respect copyright.PENANAdbiwswUe6Y
Dan pemulung itu tahu.
Udara di dalam gubuk itu terasa semakin panas. Fatma menatap lelaki tua itu, bibirnya sedikit terbuka seakan ingin menjawab, tapi kata-kata itu terjebak di tenggorokannya.
586Please respect copyright.PENANAtVAoA8GfTl
"Tinggal di sini... tiga bulan?" suaranya hampir seperti bisikan, lebih kepada dirinya sendiri.
586Please respect copyright.PENANA5GnHlrpKAl
Pemulung itu mengangguk, matanya tak lepas dari wajah Fatma. "Kalau Non mau benar-benar paham kehidupan kami, bukan cuma dengar cerita. Rasakan sendiri."
586Please respect copyright.PENANAzUPDBs34WH
Fatma menunduk, jarinya memainkan ujung jilbabnya yang sudah mulai lembab oleh keringat. Ini gila, pikirnya. Tapi entah mengapa, ada getaran aneh di dadanya sebuah tantangan, atau mungkin sesuatu yang lebih gelap.
586Please respect copyright.PENANAGKDFCtPkCM
"Saya... perlu pulang dulu. Buat persiapan," akhirnya ia menjawab, suaranya tak seyakin yang ia harapkan.
586Please respect copyright.PENANALKLP72PFgD
Pemulung itu menyeringai, menunjukkan gigi kuningnya yang beberapa sudah hilang. "Persiapan?" Ia tertawa pendek, seperti tahu itu hanya alasan. "Atau Non takut?"
586Please respect copyright.PENANAuJ5DMoubXq
Fatma mengangkat wajahnya, pipinya memanas. "Saya tidak takut."
586Please respect copyright.PENANA3FyRR9EmiN
"Kalau begitu, berjanji." Lelaki tua itu mendekat, bau keringat dan tanahnya memenuhi ruang antara mereka. "Janji akan kembali."
586Please respect copyright.PENANAWpJE97czlr
Fatma menelan ludah. Ada sesuatu dalam sorot mata pemulung itu yang membuatnya tak bisa kabur. Sebuah tarikan, sebuah bahaya.
586Please respect copyright.PENANAi4vUr11qTR
"Saya... janji," akhirnya ia mengucapkan, meski hatinya berdebar tak karuan.
586Please respect copyright.PENANAg6tGBiMCRH
Pemulung itu mengangguk puas, lalu mundur perlahan. "Aku tunggu."
586Please respect copyright.PENANAThFJRfC1R7
---
586Please respect copyright.PENANAqD6E7454Pr
**Kembali ke Kosan**
586Please respect copyright.PENANACgXgXYPYD5
Sepanjang perjalanan pulang, pikiran Fatma dipenuhi bayangan gubuk reyot itu dan pemiliknya. Ia mencoba meyakinkan diri bahwa ini hanya untuk penelitian, tapi tangannya masih gemetar saat ia membuka pintu kosannya.
586Please respect copyright.PENANAba1P3WSdC0
"Aku harus membatalkan ini," bisiknya pada cermin. Tapi bayangan di depannya seakan mengejeknmatanya terlalu berbinar, pipinya terlalu merah.
586Please respect copyright.PENANAjWzVpHFI3r
Ia menarik jilbabnya dengan kasar, melemparkannya ke tempat tidur. Kenapa aku begitu terguncang oleh seorang pemulung tua?
586Please respect copyright.PENANABGSk28SOZa
Tapi semakin ia mencoba melupakan, semakin kuat bayangan itu kembali.
586Please respect copyright.PENANA8WJRFXBrIC
Dan janjinya.
586Please respect copyright.PENANAl1hcha2KO1