
“hhnngghhh...hhnngg...huff..huff...huff....”.
“ambil nafas yang dalem dulu, Bu...”.
“hhhh...”.
“dorong, Bu !!!”.
“heeengghh....”.
“iyaaak !!!”.
“Ooeek oek oek !!”, tak lama terdengar suara tangisan bayi.
“selamat, Bu. Bayi Ibu sehat, cantik seperti ibunya...”.
“terima...kasih, Dok...”.
Sang dokter langsung menyerahkan bayi itu kepadaku dan menaruh bayiku di atas perutku dekat dengan jantungku. Tak terasa rembesan air mata keluar dari sela-sela mataku.
Benar-benar momen terindah dalam hidupku. Aku bisa merasakan detak jantung dan mendengar tangisan bayiku sendiri, darah dagingku, yang selama 9 bulan ini menemaniku dalam tubuhku. Berbagi momen dan perasaan bersamaku.
Tidak kusangka, aku bisa merasakan kebahagiaan tertinggi bagi seorang wanita yakni melahirkan anak dari rahimku.
“Hai...anakku cantik...akhirnya bisa ketemu sama kamu...”.
“oek oek ooeek !!”, balasan tangisan dari bayiku.
Tidak heran, banyak pasangan suami istri yang begitu menantikan kehadiran buah hati dalam hidup mereka.
Rasanya sungguh tidak dapat diungkapkan kata-kata. Bahagia, sangat. Terharu juga dan ditambah perasaan bangga seakan status sebagai wanita seutuhnya sudah terpenuhi.
188Please respect copyright.PENANA9W3R0RwkW7
Dokter sengaja menaruh bayiku di dekat jantungku karena pernah kubaca agar bonding antara anak dan ibu akan lebih bagus ketika langsung mendengar detak jantung sang ibu.
“Kami bantu bersihkan dedeknya dulu ya, Bu”.
“Iya, Dok...”.
“Selamat ya, Bu. Anak Ibu cantiiik sekali...”, ucap suster.
“Terima kasih, Sus”, jawabku masih agak lemas. Kulihat suster membawa bayiku keluar ruangan dan dokter melakukan sesuatu di bawah sana pada kemaluanku.
“Naah udah selesai. Sus, tolong bantu Ibu Hana ini bersih-bersih terus langsung pindahkan ke kamar perawatan”.
“siap, Dok”.
“Sekali lagi, selamat ya, Bu Hana...semoga anaknya menjadi anak yang berbakti dan penurut”.
“Iya, Dok. Terima kasih”.
“Oh iya...apa sudah ada namanya Bu untuk si dedek?”.
“belum, Dok”.
“oh baik...nanti bisa ditanyakan dulu ke suaminya ya..”.
“iya, Dok..”.
Setelah itu, para suster pun membantuku membersihkan diri kemudian memindahkanku dari ruang bersalin ke ruang perawatan.
“Sayang...gimana kamu?”, seorang lelaki terlihat sangat khawatir begitu aku baru saja ditempatkan di tempat tidur di ruang perawatan.
“masih lemes, Mas...”, ucapku sedikit senyum.
“yaudah...kamu istirahat dulu...ini Mas belikan minum...kamu minum dulu..”.
“makasih, Mas...”.
Aku meneguk air putih mineral yang diberikan lelaki ini sampai setengah botol karena memang haus sekali setelah tadi perjuangan menghantarkan anakku ke dunia ini.
“nah kamu istirahat aja...biar Mas yang urus...”.
“iya, Mas...”. Mataku begitu berat, lelahku baru terasa. Namun lelah yang diiringi rasa yang begitu bahagia, ku tertidur penuh senyum.
188Please respect copyright.PENANAxQAmdxBCly
“ibu Hana...”.
“aah..aa...mm....iya?”, jawabku baru setengah terbangun.
“ini, Bu...dedeknya...”. Sang suster menempatkan anakku di sampingku. Sungguh lucu dan begitu cantik, tak terasa air mataku kembali merembes keluar.
“hai...anakku...cantik...”, sapaku pada makhluk mungil nan lucu yang ada di sampingku.
“ini anak kita, Mah?”, tanya suamiku yang baru datang.
“iya, Mas...yang kita tunggu-tunggu”.
Suamiku pun menitikkan air mata, dia terlihat begitu terharu sekaligus gemas.
“Cantik sekali..seperti Mamah...”, ujar suamiku kepada bayiku. Sang suster tersenyum.melihat tingkah suamiku.
“Apa udah ditentuin namanya? Biar sekalian dibantu proses administrasi nya oleh rumah sakit..”.
“sudah, Sus...namanya Alina Prisa Ratnasari...”.
“baik, Pak...Ini saya coba tuliskan ya..biar tidak salah...”.
“betul ini, Pak?”, tanya suster memperlihatkan secarik kertas ke suamiku.
“betul, Sus...”.
“Baik kalau begitu...Ibu Hana...mari saya bantu...untuk proses ASI yang pertama...maaf, Pak...dedek Alina nya...”.
“oh iya, Sus...”.
Suamiku menyerahkan bayiku ke suster dan dibantu suster yang mengarahkanku bagaimana posisi menyusui ASI pertama kali yang benar dan pas.
“Sus...anak saya nggak bergerak...”.
“Sabar, Ibu...Nggak apa-apa...Emang semua baru lahir begitu...Coba tempelkan putting ibu sambil ditekan-ditekan supaya keluar ASInya dan ditempelkan ke mulut dedeknya”.
“ayo, Nak...ini sayangku...”.
Untungnya benar kata suster, begitu mencicipi sedikit ASIku, Alina langsung mengenyot-ngenyot putingku dan lancar menyusu kepadaku.
“makasih Sus...”.
“sama-sama, Ibu...Mungkin sekitar 10 menitan, nanti di lepas saja ya, Bu...terus biarin dedek Alinanya tidur lagi”.
“iya, Sus...”.
“baik, Bu...Kalau gitu, saya keluar dulu...Saya permisi dulu ya, Bu Hana...Pak..”.
188Please respect copyright.PENANAbgkgTfukxo
“Mah...Alina cantik sekali...”.
“Iya, Mas...Bener-bener seperti bidadari kecil...”.
“Iya, memang turunan ibunya...”.
“bisa aja, Mas”.
Alina terus asik menyusu kepadaku.
“Mas...Hana minta maaf ya...Anak yang pertama kali Hana lahirin bukan anak kandung Mas...Bahkan Mas harus pura-pura jadi ayah kandung Alina...”.
“Lho? Udah Mas bilang...ini anak Mas juga...”.
“makasih, Mas...”.
“Lagian Alina cantik dan lucu kayak gini...masa Mas nggak mau jadi ayahnya siih...”.
“hehehe…iya, Mas. Makasih yaa...”.
“Sama-sama Mamahnya Alina yang cantik”, ucap suamiku sebelum mengecup keningku.
“pokoknya kalau nanti Alina udah gedean...Mas harus bikin Hana hamil hehehe...”.
“pasti sayangku yang cantik...Karena kamu, hidup Mas kembali segar”.
“Bisa aja...Mas juga...Mas itu cinta pertama Hana...Yang bikin Hana klepek-klepek…hihihi...Mas Karso ku sayang...”, ucapku sebelum mencium lembut bibir suamiku ini.
Ya, benar. Reuniku dengan Pak Karso berbuah manis. Cinta pertamaku yang memerawaniku serta membuatku seperti sekarang, Pak Karso saat ini sudah resmi menjadi suamiku.
Hehehe…maaf, aku jadi lupa cerita latar belakang karena pengalaman melahirkan anak pertamaku begitu luar biasa.
Oke, karena ini beberapa bulan setelah reuniku dengan Pak Karso saat bermesraan dengan Mbah Kadrun, aku brief sedikit ya.
188Please respect copyright.PENANAATn5Txe0yU
Hana Bersiap Pulang dari Rumah Sakit
188Please respect copyright.PENANAYQeUSmypIM
Tentu waktu itu Pak Karso kaget melihatku yang sudah tak berbusana di dekat Mbah Kadrun.
Dan karena takut terlalu lama menjelaskan, aku pun langsung merayu Pak Karso. Lama tidak bertemu denganku ditambah tubuhku yang sudah lebih ‘berkembang’ dibandingkan dulu membuat Pak Karso seakan tak bisa menolak. Akhirnya kami pun bertukar nafsu bertiga di hari itu.
Tentu kuperingatkan Pak Karso agar tidak menyenggamai vaginaku dulu, dan akhirnya 2 pria tua itu pun menggunakan tubuhku melampiaskan nafsunya.
Di siang bolong, aku yang waktu itu baru awal-awal hamil malah sibuk melayani nafsu bejat 2 lansia. Gila memang aku.
Usai menuntaskan nafsu mereka menggunakan tubuhku dan mengosongkan air mani mereka dari kantung zakar mereka kepadaku melalui mulut atau rectumku, kami beristirahat sebentar lalu aku menyuruh mereka sementara aku bersih-bersih dulu dan berpakaian lagi, bisa berabe jika kejadian ada yang masuk tiba-tiba lagi.
Nah di situ lah, kami bertiga mulai bertukar kisah.
Rupanya Mbah Kadrun & Pak Karso memang sudah saling kenal. Ternyata setelah kembali ke desa, Pak Karso kembali lagi ke daerah perkotaan dan kebetulan menjadi tukang sayur di komplek ini.
Ya karena tempat cukur Mbah Kadrun memakai AC dan Mbah Kadrun memang orangnya ramah dan suka mengobrol, jadilah Pak Karso sering numpang ngadem sekaligus ngobrol lah sama Mbah Kadrun jadi agak lumayan dekat.
188Please respect copyright.PENANASQH3rAKVwM
Dan betapa kagetnya dia, ketika melihat aku yang bugil di dekat Mbah Kadrun. Dan kepada mereka berdua, aku juga menceritakan semuanya. Mulai dari ditinggal Pak Karso, menjadi budak seks Kek Wiryo, menjadi pacar lesbi pas SMA, jadi ‘mainan nafsu’ satpam sekolah SMAku & anaknya, sampai cerita terakhir aku dikejar-kejar mafia dan berakhir di komplek ini (yah pokoknya mereka aku suruh baca juga lah PPKM level 1 yang pernah kalian baca hehehe).
Dari situ, mereka tahu kalau anak di kandunganku ini adalah milik Satpam sekolah SMAku yakni Bang Jae.
Meski begitu, Pak Karso begitu senang bisa bertemu denganku lagi dan berjanji tidak akan meninggalkanku lagi.
Dan waktu itu, aku kaget karena tanpa ragu, Pak Karso klaim akan menikahiku dan menjadi ayah resmi secara hukum untuk anakku. Tentu aku langsung berlinang air mata mendengar niat Pak Karso itu.
Dan bagi Mbah Kadrun, karena dia memang penasaran ingin menanam benih di rahimku juga, mengajukan diri juga untuk menjadi suamiku karena mereka sudah kuceritakan kalau aku sebenarnya statusku tak bersuami, Pak Aryo hanyalah pura-pura saja.
188Please respect copyright.PENANABo6K0ElUZ7
Alhasil, aku menjadi poliandri, wanita yang mempunyai suami lebih dari satu. Menggunakan kenalan dari Mbah Kadrun, entah dari mana. Pak Karso & Mbah Kadrun menikahiku dalam satu acara yang sama, ya meski hanya nikah sirih dan tak ada tamu yang diundang. Tapi, biar tak repot, Pak Karso dijadikan suami resmiku dalam catatan negara, sementara Mbah Kadrun menjadi suami keduaku dengan status nikah sirih.
Mbah Kadrun tidak keberatan, toh yang kenal duluan denganku juga Pak Karso dan dia masih tetep bisa menggandrungi tubuhku layaknya suami sesungguhnya kan?.
Usai pernikahan kami, Mbah Kadrun mengajakku pindah saja ke kampungnya. Namun, aku terpaksa menggunakan uang Pak Aryo untuk merenovasi rumah Mbah Kadrun karena sudah habis dimakan usia.
Jadilah, kami terpaksa tinggal terpisah beberapa bulan karena sekalian kami memutuskan untuk menungguku melahirkan terlebih dahulu.
Tapi, tentu tak lupa ku jalankan tugas utamaku sebagai seorang istri yakni menyetorkan tubuh untuk pelampiasan nafsu suami. Bedanya, langsung 2 sekaligus dalam satu waktu. Biasanya yang jadi tempat laga kami adalah kamar Mbah Kadrun sampai semakin lama, perutku semakin besar dan akhirnya benar-benar tidak memungkinkan aku membantu kedua suamiku itu untuk melepas nafsu mereka.
Ingin rasanya, aku menceritakan semua ke Pak Aryo, namun niatku maju mundur dengan semua yang terjadi ini. Alhasil, aku hanya bisa bilang mau pindah karena ke desa karena takutnya rumah yang dibeli dan terdaftar atas nama Pak Aryo bisa dilacak oleh orang-orang yang mencari ayahku sehingga nanti dia akan terseret juga.
188Please respect copyright.PENANAOCMwHyJArH
Awalnya, Pak Aryo bersikeras agar dia mencarikanku rumah selanjutnya tapi aku sampaikan padanya lebih baik Pak Aryo tidak tahu aku pindah kemana agar tidak semakin merepotkan sekaligus aku minta izin menggunakan uangnya untuk keperluan.
Setelah mendengar alasan-alasanku, akhirnya dia mau mengerti juga tapi tetap menolak ketika aku mau mengembalikan Black Card nya dan bersikeras akan mentransfer sejumlah uang ke nomor rekening yang kupegang.
Haduuuh, berasa jadi simpenan guee...
Beda halnya dengan Mbok Tina, ketika aku bilang bahwa aku akan pindah ke desa dan tidak bisa memperkerjakan dia lagi, dia langsung sujud kepadaku menangis dan terus bertanya apakah kerjanya kurang bagus dan dia mau ngelakuin apa aja agar tetep bisa bekerja dan mendapatkan penghasilan.
Dia cerita semuanya kepadaku tentang betapa pentingnya pekerjaan ini karena ternyata anak semata wayangnya berkebutuhan khusus dan tidak bisa hidup sebagai orang normal di kehidupan sosial, dan karena suaminya meninggal jadi dia harus menanggung anaknya tersebut seumur hidup.
Aku tidak tahu sih bagaimana dia bisa dapat pekerjaan membantuku dari Pak Aryo, tapi rasanya tak tega setelah mendengar ceritanya.
188Please respect copyright.PENANARzdK9L4cCv
Sungguh, sebenarnya aku ingin sekali tetap mempekerjakan Mbok Tina, tapi alasan aku pindah kan karena aku akan menjadi istri dari 2 orang pria lansia. Bagaimana aku menjelaskannya coba ?.
Akhirnya setelah menarik nafas panjang dan membulatkan tekad, aku pun menceritakan alasan kepindahanku.
Tentu awalnya dia kaget setengah mati mengetahui alasanku pindah, tapi dia berjanji tidak akan mengusik kehidupan pribadiku, maksudnya yang penting dia tetap ikut dan bekerja denganku, dia janji tidak akan ikut campur kecuali untuk menjaga calon bayiku ini.
Ya karena dia sudah tahu dan sudah mengerti kondisiku, aku akhirnya mengiyakan, lagipula Mbok Tina juga sudah seperti ibuku sendiri. Jadi teringat ibu...
Anyway, pokoknya yang mengurus rumah yang akan ditinggali nanti adalah Mbah Kadrun sampai benar-benar selesai renovasi dan proses perpindahan barang diurus Pak Karso, sementara aku dirawat oleh Mbok Tina selama hamil hingga akhirnya melahirkan Alina.
Oh ya, bukannya aku sangat memanfaatkan uang Pak Aryo tapi aku sudah minta izin ke Pak Aryo untuk menggunakan uangnya membeli mobil bekas dan motor sehingga nanti kami lebih mudah untuk urusan transportasi.
Dia malah bertanya kenapa aku tidak beli mobil baru sekalian pakai kartu kreditnya, mana berani aku memakai ratusan juta uang Pak Aryo. Mobil bekas itu pun kubeli dari hasil menabung uang jajan dari Pak Aryo yang di transfer tiap bulannya. Ya karena memang lumayan, sekitar 20 jutaan per bulan, bisalah aku irit-irit dan menabung untuk membeli setidaknya mobil jenis city car bekas yang kecil.
188Please respect copyright.PENANAxvwg4248q6
Akhirnya, meski aku sudah di desa nya Mbah Kadrun, tapi beberapa hari aku kan di rumah sakit. Baru ini, aku melihat rumah yang akan kutinggali ke depannya dengan membawa Alina pulang.
“Alinaa...kita udah pulaang”, ucapku ke Alina setelah masuk ke rumah. Mungkin karena di desa dan biaya renovasi yang kugelontorkan memang cukup besar, rumah Mbah Kadrun yang di renovasi jadi luas, nyaman, dan adem, bahkan bisa sampai bikin garasi, dan ada halaman di belakang.
Yah, mulai saat ini, ini adalah rumahku. Rumah setelah aku resmi menyandang status istri dari 2 orang pria tua sekaligus ibu dari putri cantikku, Alina. Dan biar Mbok Tina tidak bolak-balik, kami pun membuatkan kamar untuk Mbok Tina dan anaknya, tentu bukan hanya kamar kecil untuk pembantu karena Mbok Tina sudah seperti keluarga, jadi kami bikinkan 2 kamar yang ukuranya sama dengan kamarku.
Sedangkan, untuk aku, Pak Karso, dan Mbah Kadrun, pasti cuma butuh 1 kamar kan? Ada 3 ruangan kosong lainnya, yang satu memang sudah di desain untuk jadi kamar Alina nantinya. Dan 2 lagi untuk anakku nantinya. Yap, baru saja aku melahirkan Alina ke dunia, sesuai dugaan, rahimku langsung di pesan oleh Pak Karso & Mbah Kadrun. Ingin memperbaiki keturunan kata mereka.
Tentu aku tidak takut, malah menantang mereka untuk berlomba siapa yang paling banyak bisa menggunakan rahimku untuk membuat keturunan masing-masing...hehehe...
Tapi, tentu karena baru saja aku lahiran normal, dokter melarangku untuk menerima ‘tamu’ terlebih dahulu di kemaluanku. Ya setidaknya 1 bulan lah.
Karena punya 2 suami cabul dan banyak ‘jalan’ menuju Roma, tentu mulut & liang anusku lah yang menjadi ‘sasaran tembak’ Pak Karso & Mbah Kadrun.
Dan soal tubuhku, mereka bilang aku tetap cantik dan menggairahkan meski aku agak gendut, malah mereka bilang enak karena aku lebih bisa di ‘cubit’ karena berat badanku yang naik akibat dari hamil.
188Please respect copyright.PENANAZ03d8eyQ2G
Namun, aku tidak mau lah, Pak Karso & Mbah Kadrun tentu harus mendapatkan nikmat dari bentuk tubuhku seperti sebelum hamil.
Dan sebenarnya Pak Karso agak kaget melihatku yang jauh lebih binal & agresif ketika terakhir kali kami bersama, apalagi aku tidak keberatan ketika mereka mengeroyokku bersamaan di satu waktu seakan aku sudah terbiasa. Dia tak tahu saja apa yang sudah kualami..hehehe.
Namun tentu, Pak Karso malah semakin menikmati keliaranku dan sifat ‘patuh’ku dalam melayani nafsunya.
Kalau Mbah Kadrun mah jangan ditanya, memang orangnya mesum. Dia senang sekali bisa berbuat dan menyuruhku macam-macam karena aku juga selalu mewujudkan fantasi si kakek tua ini.
“Waduuh si non Hana...Pagi-pagi udah compang-camping aja niih...”, komentar Mbok Tina.
“hihihi...iya, Mbok...namanya punya 2 suami...mesum dua-duanya lagi...”.
“capek ya, non ?”.
“capek sih nggak..ngilu iya...hihihi”.
“non mau sarapan ?”.
“masih kenyang, Mbok...biasa...Minum cairan bergizi...”.
“Ooh..iya, non...”, senyum Mbok Tina.
Sudah 1 bulanan, kami berenam tinggal bersama. Mbok Tina sudah tahu kalau aku bilang cairan bergizi itu artinya air mani.
Aku selalu minta maaf kalau mungkin desahan-desahanku terdengar olehnya, dengan tenangnya malah dia paham betul tentang itu.
188Please respect copyright.PENANAxX6DRLXNgw
188Please respect copyright.PENANAiEaRpQRbKh
Hana ‘compang-camping’
188Please respect copyright.PENANALqM2OHJVC1
188Please respect copyright.PENANAYMGTe5EOvR
Kami malah menjadi seperti teman dekat, aku sering bertukar cerita dengan Mbok Tina tentang punya siapa yang paling besar diantar Pak Karso & Mbah Kadrun atau siapa yang paling tahan lama, atau sampai aku cerita posisi favorit masing-masing dari 2 suamiku itu.
Dan biasanya, ketika aku sedang dicabuli oleh para ayah berumur lanjut itu, Mbok Tina pun menjaga Alina seperti menjaga anaknya sendiri. Dia bilang agar aku bisa fokus menjalankan tugas utamaku sebagai seorang istri yaitu mewujudkan fantasi nakal dan menjadi tempat pelampiasan nafsu kedua suamiku dan nemastikan tak ada sperma sedikitpun yang tersisa di kantung zakar mereka sehingga tidak akan sama sekali terpikir untuk selingkuh, sementara menjaga Alina & pekerjaan rumah bisa dipercayakan kepadanya.
188Please respect copyright.PENANAcOdYD4AWJ8
Ternyata, Mbok Tina ganas juga perihal konsep ‘tugas’ seorang istri. Tapi ya memang harus seperti itu sih.
Konsep paling mudah agar suami tidak jelalatan ya cuma 2, yakni perut mereka terisi penuh dengan sebisa mungkin masakan sendiri dan satu lagi, memastikan ‘barang’ mereka tidak bisa berdiri lagi ketika melihat cewek lain karena sudah dikuras oleh si istri setiap hari.
“Mah...Mas berangkat dulu yaa...”.
“ati-ati yaa, Mas”. Kucium pipi keriput Mas Karso, baik yang kanan dan yang kiri.
Dikarenakan aku sudah melayani nafsu mereka dengan maksimal, baik Pak Karso & Mbah Kadrun merasa berkewajiban untuk memberiku nafkah.
Pak Karso mengambil profesi tukang pijat karena memang dia pandai memijat & mengurut.
Hasilnya ya tubuhku ini, teknik pijatannya yang dulu membuat tubuhku menjadi pemikat banyak cowok, meski akhirnya yang bisa merengkuh kenikmatan dari tubuhku lansia semua sih hehehe.
Awalnya karena memang pendatang baru, sama sekali tidak ada orderan. Namun karena ini kampung Mbah Kadrun, jadi Mbah Kadrun bantu promosikan Pak Karso. Akhirnya mulai beberapa hari ini, ada yang memanggil Pak Karso untuk memijat bahkan sudah ada 1 orang yang hampir 2 hari sekali memanggil Pak Karso untuk pijat. Alhasil, memang pendapatan Pak Karso tidak tetap, tapi cukup sering Pak Karso dapat sekitar 200-400 ribu sehari apalagi setelah kuperkenalkan cara memakai internet untuk daftar sebagai pijat online, sekarang sehari bisa 500-700 tapi tetap pelanggan sekitar rumah lebih diutamakan.
188Please respect copyright.PENANAgf4mmp1M1H
“belum bangun anak Mamah ya?”, kulihat Alina masih tertidur. Namanya juga bayi, biarkan saja deh.
“udah mandi kamu, Nduk?”, Mba Kadrun memelukku dari belakang dan langsung menciumi tengkuk leherku, membuat bulu kudukku berdiri sekaligus kegelian nikmat.
“hmm...udaah...dong, Mbahhh…”, jawabku mendesah manja.
“pantes wangiii...”, cumbuannya mulai berjalan dari tengkuk leherku ke samping leherku dan pundak, tangan kanannya sudah sigap menggenggam dan meremas-remas payudaraku bergantian sementara tangan kirinya sudah merayap masuk ke dalam celana pendekku.
“ini kapan bisa dipake, Nduk?”, tanyanya mulai membelai belahan vaginaku.
“eemm...hmm...Mbah udah nggak sabar ya? Hihihi....”, godaku kemudian menengok ke belakang dan mencium mesra bibir suami sirihku yang sudah keriput ini.
“iyaa..Nduk...sudah jadi suami kamu...tapi belum ngerasain tempik kamu...”, ucapnya cabul.
“tapi kan Hana kasih jatah terus pake yang belakang...”.
“hehehe...Iyaa tapi beda lah rasanya, Nduk...”.
“hihihihi...iya iyaa..kebetulan Hana ada jadwal hari ini ama dokter...nanti Hana tanyain...udah boleh apa belum”.
“oke, Nduk...”.
Tiba-tiba dia duduk di tepi kasur.
“Kalo gitu, sini nyarung dulu, Nduk...hehehe”.
“iya iya...”, jawabku manyun.
188Please respect copyright.PENANApulJZAUrZL
Tanpa ragu, aku langsung masuk ke dalam sarung Mbah Kadrun. Dan tadaa...terpampanglah si burput nomor 2 alias burung keriput kesayanganku yang nomor 2.
Aroma selangkangan khas kakek-kakek milik Mbah Kadrun pun sudah sangat familiar dengan hidungku karena memang setiap hari aktifitasku seperti ini.
Pagi setelah bangun dan sebelum mandi, ‘burung’ Pak Karso yang akan kubuat muntah, baru setelah Pak Karso berangkat, si ‘perkutut’ satu ini yang akan kumainkan.
“Pagi sayangku...”, ucapku sebelum mengecup dan langsung melahap penisnya seutuhnya
“ooohh...Sepongan kamu emang nggak ada duanya, Nduk...”, puji Mbah Kadrun karena lidahku mulai menari lincah nan manja memberikan kasih sayang ke ‘burung tua’ ini sementara tanganku membelai lembut kantung zakarnya untuk memberikan sensasi geli nikmat.
Sedang asik-asiknya memanjakan ‘benda kesayangan’ dari suami sirihku, tiba-tiba pintu kamar terbuka.
“eh maaf, Mbah...Saya nggak tau...”, suaranya Mbok Tina.
“Ppllp..”, suara bibirku yang kujauhkan dari penis Mbah Kadrun.
“Kenapa, Mbok?”.
“nng..maaf ganggu, non...mau tanya masak apa?”, tanya Mbok Tina dark balik pintu.
“mm...Mbah...Mau makan apa?”, tanyaku dalam keadaan posisi kepalaku masih ada di dalam sarung Mbah Kadrun.
“Ikan sayur kuning aja, Dek”, jawab Mbah Kadrun ke Mbok Tina.
“Oke...Maaf ganggu”. Mbok Tina pun segera keluar dan menutup pintu.
Ya, Mbok Tina sudah biasa melihatku yang sedang bermesraan dengan Pak Karso & Mbah Kadrun bahkan tak jarang Mbok Tina membantuku membersihkan wajah dan tubuhku dari ceceran sperma dari 2 suamiku.
Rasanya tak bermoral memang tapi ya mau bagaimana lagi. Dari awal memang sudah kuceritakan semua dan kuperingatkan ke Mbok Tina, tapi Mbok Tina bilang tidak keberatan dan mau tetap ikut denganku.
Apalagi aku, seorang gadis 19 tahun yang sudah memiliki anak, kini mempunyai 2 suami pria lanjut usia yang bahkan menurut pengakuan mereka sendiri, hanya dengan mencium aroma tubuhku saja, kemaluan mereka bisa berdiri seakan aku pemancar sinyal seks bagi mereka.
“sllrrpph…mm…clpph..”, kusapu lembut nan mesra batang ‘veteran’ milik Mbah Kadrun seakan tiada hari esok.
“duuh...Ndukk...Emang nggak ada duanya sepongan kamu,Nduukk...”, pujinya menikmati penisnya yang kutelan mentah-mentah sampai ke pangkalnya dan kuremas gemas kantung zakarnya.
Tentu lidahku tak berhenti bergerak memanjakan si ‘burung’ di dalam sana, kugelitik juga lubang kencingnya membuat si kakek tua ini bergelinjang mendesah geli nikmat.
188Please respect copyright.PENANAKOsZEjEoOr
188Please respect copyright.PENANAK2EvH4mTTc
188Please respect copyright.PENANAdhjeofzEuy
188Please respect copyright.PENANAYcZhWS8ZAe
Hana ‘tenggak’ Air Mani di Pagi Hari
188Please respect copyright.PENANAcqMGFjLlR9
“Nduukk !!?!”, tak lama dia menahan kepalaku dan mendorong masuk penisnya hingga ke kerongkonganku.
“Gllkk…gllkk”.
Kutelan langsung air mani yang disuntikkan Mbah Kadrun cukup dalam di rongga mulutku agar tidak tersedak.
“huufft...emang paling enak...Pagi-pagi buang peju di mulut kamu, Nduk…hehehe”, candanya cabul.
“kalo Hana...nggak nenggak peju Mbah pagi-pagi...Hana jadi pegel badannya…hihihi”, balasku juga nakal.
Aku naik dan duduk di pangkuannya, kubenamkan wajah suami keduaku ini di belahan payudaraku.
“Hari ini Mbah mau pergi ?”.
“Oh nggak, paling besok. Ketemu sama yang mau beli burung...”.
“oh yaudah kalo gitu...titip Alina, Mbah”.
“Lho? Emang kamu mau kemana, Nduk?”.
“yee..kan tadi Hana bilang mau ketemu dokter...”.
“mau apa emang?”.
“ih dasar Mbah ku ini...”, kucubit pipinya.
“mau cek...apa Hana udah dibolehin berhubungan kayak biasa..kan udah sebulan lebih habis lahiran...”.
“ooh iyaa..iya...kalau gitu…ayo buruan...”.
“hu..dasar...kalo soal tempik Hana aja...langsung semangat…”.
“hehehe…ya iyalah..kan udah nggak sabar rasanya silahturahmi ke tempik istri sendiri…”.
“Hihihi…iya iya…kalo dokter bilang boleh…nanti malem...Kita pesta..”.
“Pesta apa, nduk?”.
“Pesta reuni konmek hihihi...Biar Mbah sama Mas Karso bisa nyodok Hana sampe puas dan buang peju di rahim Hana sampe Hana hamil lagi…”, bisikku menggodanya.
“lho? Katanya mau nunggu Alina setahun dulu?”.
“kalo Hana pikir-pikir…kasihan sama Mas Karso dan Mbah...masa suami sendiri dilarang kalau mau ngehamilin istrinya…hihihi....lagian...Itung-itung permintaan maaf karena yang lahir duluan bukan anak Mas Karso atau Mbah...Jadi Hana mau ngelaksanin janji Hana secepatnya...jadi pabrik anak buat Mas Karso atau Mbah...tiap tahun, rahim Hana siap buat nerusin silsilah keluarga Mas Karso dan Mbah Kadrun..hihihi”.
188Please respect copyright.PENANAqJhQWFO9j2
“Nduk…kamu emang tau caranya godain kakek-kakek macem Mbah ini…”.
“Hehehe…yaudah Hana ganti baju dulu ya..”.
“iyaa…”.
Aku masuk kamar mandi, menggosok gigi dan kumur-kumur untuk menghilangkan bau sperma di mulutku, kemudian berganti pakaian.
Setelah pamitan dengan Alina dan menitipkannya ke Mbok Tina, aku menuju mobil dan berpamitan dengan Mbah Kadrun yang sedang mengurusi burungnya. Burung beneran ya..karena burung ‘organik’nya kan tadi sudah kuurus…hehehe.
“hati-hati ya, Nduk...”, ucap Mbah Kadrun setelah asik mencumbu bibirku hingga benang air liur tercipta antara lidah kami.
Aku tak tau apakah ada yang melihat apa tidak.
Kalaupun ada yang melihat, aku malah senang, apalagi kalau yang melihat pria, pastilah ia tidak bisa tidur setelah melihat gadis muda sepertiku bercumbu dengan sangat bergairah dengan kakek-kakek tua seperti Mbah Kadrun.
Aku pun berangkat menggunakan mobil yang kubeli dari uang yang kutabung dari uang jajan kiriman Pak Aryo, menuju ke rumah sakit tempat aku bersalin waktu itu karena memang ini jadwalnya check-up setelah melahirkan.
Jarak rumahku dengan rumah sakit cukup jauh, sekitar 30 menit perjalanan karena memang di desa jadi agak jarang juga untuk rumah sakit yang agak besar.
Sesampainya di rumah sakit dan parkir mobil, aku langsung menuju poli obgyne dan menunggu untuk dipanggil oleh suster untuk masuk ruangan.
Setelah menunggu sekitar 3 pasien, giliranku dipanggil.
“Nyonya Hana !!’, panggil sang suster.
“iyaa....sus..”.
Aku duduk di depan dokterku, ditanya-tanya mengenai progressku sambil sesekali dibantu oleh suster menyelesaikan tugasnya.
Begitu selesai mengerjakan tugasnya dan memberikan dokumen ke dokter, suster pun segera keluar.
Untungnya, di rumah sakit ini, ada 2 dokter kandungan. Satu laki-laki dan perempuan. Ya tentu lah, aku pilih yang perempuan karena takut malah jadi tergiur melihat daerah pribadiku.
188Please respect copyright.PENANAwT73mUCZTL
Yah, bukannya aku kepedean atau apa, Pak Karso & Mbah Kadrun selalu memuji kemulusan tubuhku apalagi setelah hamil, tubuhku semakin mengkel dan semok kata mereka. Pokoknya semakin mudah menaikkan birahi lelaki lah pokoknya kata mereka.
Well, daripada terjadi hal yang aneh-aneh kalau dokter kandungannya lelaki, aku lebih memilih yang perempuan saja.
Dan dokterku ini pun professional, tidak tanya lebih jauh mengenai suamiku, Pak Karso, yang notabene jauh lebih tua dariku dan bahkan bisa dianggap kakekku sendiri.
Setelah dicek baik tubuh secara keseluruhan, area intimku, dan sedikit ditanya-tanya kondisiku, beliau meresepkan obat dan vitamin lebih lanjut untukku.
“makasih ya, Dok...”.
“iya sama-sama, Bu Hana. Jangan lupa ya, kalau memungkinkan harus ASI terus ya tapi kalau memang agak sedikit keluarnya, nggak apa-apa pake sufor”.
“ooh tenang, Dok...ASI saya malah kebanyakan...hehehe...di kulkas malah kayak saya nimbun ASI...hehehe”.
“wah bagus bagus kalau gitu...”.
188Please respect copyright.PENANAJ69hq6oFyr
Terbesit pikiran lucu di otakku. Ya bagaimana ASI ku tidak lancar, di rumah ada 2 orang pria tua yang gemar sekali bermain dengan kedua buah dadaku.
Apalagi kalau disuruh bantu menguras ASI atau disuruh ‘menghabiskan’ ASI ku dari sumbernya. Lebih jago mereka malah dibandingkan dengan Alina hihihi.
“kalau begitu…saya duluan ya, Dok”.
“oh iya....hati-hati ya kamu, Hana...”.
Setelah menyelesaikan administrasi alias menunggu konfirmasi asuransi (biasa lah, urusan bayar, ini yang lebih lama dibandingkan konsultasi ke dokternya…hadeuuh), barulah aku mengendarai mobilku untuk pulang.
Tadi dokter sudah mengizinkanku untuk melayani suami lagi, artinya malam ini Pak Karso & Mbah Kadrun bisa kembali menggunakan lubang intimku untuk memuaskan nafsu mereka, duuhh senangnya, akhirnya aku bisa melaksanakan tugasku kembali sebagai seorang istri karena lumayan ngilu juga, setiap hari anusku yang dirojoki penis duo jejaka tua itu.
Karena aku tinggal di daerah desa dan sekarang sedang ada di daerah kotanya, aku pun iseng mampir ke mall, kurasa cuma ini satu-satunya mall di daerah sini. Kalau Jakarta kan, cuma beda beberapa ratus meter saja ada mall lainnya.
Usai parkir mobil, aku masuk ke dalam mall, cuci mata atau istilahnya window shopping hehehe.
Lumayan lah, pandangan mataku kan sekarang hanya Alina, dan dua ‘batang’ dari kedua suamiku, sesekali lah aku mengiyakan egoku di umur 19 tahun (masih lucu-lucunya guys hehehe).
Seketika, aku terbesit ide ketika melihat ada toko underwear, sudah cukup lama aku belum memperbaharui ‘koleksi haram’ku, karena malam ini adalah malam dimana rahimku bisa difungsikan sesuai kegunaannya yaitu tempat pembuangan sperma untuk Pak Karso & Mbah Kadrun, kenapa tidak ya kan?
Ya meskipun, pada akhirnya, paling cuma bertahan beberapa menit saja sih karena langsung ‘dipreteli’ oleh dua suami rentaku itu.
188Please respect copyright.PENANAQIBjlrNMvB
Pelayannya sangat ramah melayaniku, menemaniku memilih beberapa pakaian dalam dan juga ada dress malam yang kubilang cukup ‘mengunggah’ selera.
Usai berbelanja pakaian, aku mau berbelanja kebutuhan bulanan juga mumpung sekalian ada di mall, lebih lengkap namun perutku keroncongan, jadilah aku mencari tempat makan dulu.
Eiits, uang bulanan dari Pak Aryo, 90%nya kutabung ya, aku pakai kalau benar-benar urgent saja akhir-akhir ini, karena Pak Karso dan Mbah Kadrun pun masih bisa menafkahiku secara lahir dan batin.
Aku duduk di restoran, cukup ramai, banyak keluarga dan mungkin remaja pacaran di sana-sini.
Hana Duduk di Restoran
188Please respect copyright.PENANAvXZGFEPb97
188Please respect copyright.PENANAPC83OmDB6x
188Please respect copyright.PENANA6xczlolhH0
Seperti yang kubilang, mall satu-satunya tentu cukup ramai untuk tempat cuci mata dan bersantai.
Setelah memesan menu dan sedang scroll medsos di hp, tiba-tiba ada yang mendekatiku.
“Hi…kamu sendirian?”.
“ii..iya...”, jawabku spontan sembari melihat seorang pria muda, mungkin sekitar 20an, wajah tampan dan tinggi.
“boleh aku duduk di sini?”.
“emm...masih banyak bangku kosong lainnya sih, Mas...”, jawabku agak ketus.
“aku pengen ngobrol...”.
Tak mau berlarut, aku langsung menunjukkan cincin nikahku.
“maaf mas...aku udah ada yang punyaa...”.
“tapi cuma ngobrol aja...”.
“sori, mas...aku nggak minat...”.
“kok kamu sombong sih...”.
Baru mau naik pitam rasanya, tiba-tiba pria itu disenggol seseorang yang lewat.
“eh Anjiinng !! liat-liat lu kalau jalan !!”, tiba-tiba pria itu langsung menarik si penabraknya dan ingin memukulnya.
Spontan, aku berdiri dan melepaskan tangan pria itu.
“lu gila yak?!!”, tanyaku dengan nada kencang, spontan pengunjung lain memperhatikan kami dan pemuda itu langsung buang muka dan berjalan menjauh.
“makasih kak..”.
Alasan kenapa aku langsung berdiri dan membelanya karena ini anak SMP, kurus, hitam, seragamnya lusuh, pokoknya seperti tak terawat.
“kamu nggak apa-apa, Dek?”.
“nggak apa-apa, Kak...”.
Melihat raut mukanya yang begitu lesu, aku jadi tak tega, lagian jatohnya dia membuatku menghemat waktu berurusan dengan pria tadi.
“sini duduk dulu...”.
“ii...iya, Kak...”.
“kenapa kamu lemes gitu?”.
“ah..nggak..Kak”.
“ini...kamu minum dulu...”.
“nggak apa-apa, Kak...nggak usah...”.
“udah minum aja...”.
188Please respect copyright.PENANAZ3QERi39j1
Setelah kupaksa, dia pun mau minum minuman yang kutawarkan.
Melihatnya saja, orang pasti tahu kalau anak ini sedang depresi dan memikirkan sesuatu.
“nama kamu siapa, Dek?”.
“nama saya Sekar, Kak...”.
“kamu udah makan belum?”.
“saya nggak lapar, Kak...”.
“ini, makan aja makanan kakak...belum kakak sentuh...”.
“nggak..nggak usah, Kak...bener…saya nggak laper, Kak...”.
“udah...kamu makan dulu aja...biar kakak pesen lagi...”.
“tapi...”.
“udah...kamu makan aja...itung-itung ucapan makasih...”.
“makasih buat apa, Kak?”.
“ah nggak..tadi kamu nabrak cowok yang ganggu Kakak...jadinya dia pergi...”.
“ooh..tapi saya kan juga nggak sengaja...”.
“iya iya...udah kamu makan sama minum aja...Kakak pesen lagi...”.
Aku pun ke kasir untuk memesan lagi, begitu kembali, sepertinya dia belum menyentuh makanan dan minumannya.
“kok belum disentuh?”, tanyaku seraya duduk dengan nampan makanan lainnya.
“kalau gitu...sini Kakak suapin...aaa...”, ucapku seraya menyendok nasi ke arah mulutnya.
“ma..malu, Kak...”.
“yaudah makanya yuk makan bareng Kakak...”.
“ii...iya, Kak”.
Meskipun awalnya dia ragu dan merasa tidak enak, akhirnya kami makan bersama.
Aku pun penasaran dan mengorek informasinya, kenapa seragamnya lusuh dan dia keliatan begitu lesu.
Rupanya, ibunya meninggal saat melahirkannya, dan ayahnya kabur dari rumah setelah bertahan sekitar 6 bulan saja merawatnya sendirian sebelum menitipkannya ke rumah orang tua dari istrinya dan kabur menghilang tanpa jejak.
Sekar bercerita kalau dia sudah pasrah dengan ayahnya, setidaknya kakek dan nenek nya merawatnya dengan penuh kasih sayang, namun 1 tahun lalu neneknya meninggal dunia, jadilah ia hanya dengan kakeknya saja.
Kakeknya hanya seorang petani, profesi umum di sekitar desa sini. Baru-baru ini, kakeknya sakit sehingga dia harus merawatnya sambil sekolah.
188Please respect copyright.PENANAcw8EbgNwTS
Sekar pun sebenarnya tak masalah harus sekolah dan pulangnya merawat kakeknya, yang membuatnya murung sebenarnya lebih ke iuran sekolah atau SPP, sudah 2 bulan dia menunggak dan beberapa kali dia dipanggil TU di sekolahnya.
Mungkin dia tak mau menambah beban pikiran kakeknya yang sedang sakit, dia tidak bilang ke kakeknya dan ke sekolah pun dia tak meminta keringanan atau apa.
Ya mungkin karena memang masih kecil dan merasa enggan meminta bantuan, jadinya ia memendam semuanya sendiri.
“hmm...kalau gitu...kalau Kakak bantu bayar spp nya gimana?”.
“ah...nggak usah, Kak...Kakak baru kenal saya...udah bisa curhat ke Kakak aja...udah lumayan lega...”.
“hmm...yaudah kalau gitu...seenggaknya Kakak anter pulang ya? Rumah kamu lumayan jauh dari sini kan?”.
“nggak apa-apa, Kak. Nggak usah, beneran...”.
“terus kamu pulangnya naik apa?”.
“nngg...jalan kaki...”.
“ya ampun...udah...pokoknya Kakak anter sini...”.
Dengan paksaan, akhirnya dia mau ku antar pulang setelah makan.
“maaf...saya belum tau nama kakak...”, tanyanya saat mobilku mulai keluar parkir gedung.
“oh iya...lupa Kakak...panggil aja Hana...”.
“Hana itu artinya Bunga kalau nggak salah ya...”.
“eh kok kamu tau ?”.
“hehe...hehehe...iya, Kak...saya dikit-dikit belajar...soalnya saya suka baca komik...”.
“manga maksudnya?”.
“Kakak tahu ? Suka baca manga juga ?”.
“nggak suka sih...cuma pernah baca aja beberapa...”.
“ooh gitu, Kak...”.
188Please respect copyright.PENANA5bY9q2YYoq
Untungnya arah pembicaraannya berubah, tidak terlalu gloomy saat berkenalan tadi.
Aku pun iseng.
“So...how many title you’ve read so far ?”.
“umm...I don’t know...maybe around 30 to 40 titles...”.
“waaw...kamu bisa Bahasa Inggris juga ?”.
“iyaa...Kak...saya emang suka belajar bahasa-bahasa lain gitu...”.
“Diajarin di sekolah?”.
“awalnya iya, terus saya ngerasa seru aja...yaudah, kadang suka izin pakai komputer sekolah buat nonton film luar tanpa subtitle dan baca komik langsung huruf kanji...”.
“Iih serius kamu? Kok bisa...”.
“Nggak tau kak....di saya gampang aja gitu belajarnya dibandingin matematika dan kawan-kawannya hehehe...”, nampaknya dia mulai terbuka.
Aku rasa dia sangat membutuhkan teman mengobrol saja saat ini, mungkin sudah cukup lama dia hanya menutup diri tentang masalahnya ini.
Dan aku pun cukup tertarik dengannya, aku langsung merinding, shiver in a good way.
Jika dilihat dari obrolannya, dugaanku anak ini adalah genius tipe bahasa.
Genius tak hanya dari ilmu hitung-hitungan, ada genius di seni, genius di politik, genius di komunikasi, dan tentu salah satunya adalah genius di bahasa karena masih umur segini, sudah bisa cukup fasih berbahasa Inggris dan sepertinya Bahasa Jepangnya juga cukup lumayan.
188Please respect copyright.PENANAJYp7gjF2nv
Sampailah di rumah Sekar ini, tipikal rumah di desa yang sudah lama berdiri sih tapi kelihatan tidak ‘cerah’, mungkin memang karena yang merawatnya seorang anak kecil jadi tak terlalu bersih.
“Mari masuk, Kak...”.
“Permisi....”, ucapku pelan takut menganggu kakek Sekar yang mungkin sedang istirahat.
Aku lihat Sekar masuk ke kamarnya.
“Kakak mau minum apa?”.
“Ah udah nggak apa-apa, Sekar....”.
“Nggak apa-apa, Kak...tapi palingan cuma ada air putih atau teh tawar aja, Kak...”
“yaudah, air putih aja, Sekar”.
“sebentar ya, Kak...”.
Sekar pun kembali dengan membawa gelas dan ketel kecil.
“ini, Kak...”, ucap Sekar mempersilahkanku minum setelah menuangkan air putih ke gelas.
“Nduuk...”, panggilan lemah dari kamar satunya.
“sebentar, Kak...”.
Sementara Sekar masuk ke dalam kamar, aku melihat sekitar rumahnya.
Lantainya 90%nya masih tanah dan atapnya tidak ada plafon, langsung rangka dan genteng.
Langsung terenyuh hatiku, begitu keras hidup yang harus dijalani Sekar, aku pun sampai berdiri dan berjalan menuju jendela yang kelihatan sudah rapuh juga dan menemui suasanya di luar jendelanya langsung sawah, mungkin sawah milik kakeknya Sekar.
“Oh ada tamu toh...pantes tadi saya denger ada suara orang lain...”. (ini ceritanya pakai bahasa Jawa karena takut salah, jadi aku translate aja...hehehe)
“maaf...saya nggak ngerti Bahasa Jawa...”.
“Oh...maaf...maaf...maksud saya...ada tamu yaa...”.
“ii...iyaa...Kek...”.
“Ayo...mari duduk, Nduuk...”.
Dengan dibantu Sekar, sang kakek pun bisa duduk di bangku.
“saya mau ucapin terima kasih sudah antar Sekar pulang dan juga bahkan kasih makan”.
“Iyaa nggak apa-apa, Kek....”.
“kalau boleh tahu...kamu namanya siapa, Nduk?”.
“saya Hana, Kek....”.
Sang kakek pun bertanya apa maksud tujuan aku ke rumahnya dan berbuat baik kepada cucunya.
188Please respect copyright.PENANAFZpUGcyFn3
Wajar sih dia curiga, jaman sekarang cuma 1 dari 10 orang yang benar-benar baik.
Aku pun menjelaskan asal muasal bisa bertemu dengan Sekar dan sedikit kagum dengan kepintarannya di dalam berbahasa.
Nampaknya juga sang kakek tahu tentang kemampuan berbahasa cucunya itu dan kami pun jadi asik bercerita seputar Sekar dan keluarga mereka.
Terlihat memang sang kakek sangat bangga dengan Sekar dan sedih karena dia tidak bisa mendukung Sekar untuk mengembangkan kemampuannya itu karena dia hanya seorang petani, ditambah lagi ia sedang sakit dan cukup lama penyembuhannya.
Aku mau bilang mau bantu untuk biaya sekolahnya namun aku takut menyinggung sang kakek, karena kan juga aku baru kenal dan dia terlihat ingin sekali membiayai sendiri cucu satu-satunya itu.
Tapi si kakek pun mengubah arah pembicarannya mengenaiku.
Aku pun bercerita kepadanya, tentu aku loncati ‘cerita gila’ ku, hanya bercerita kalau aku baru pindah ke kampung halaman suamiku bersama anakku yang masih bayi.
“Nak Hana ini enak ya diajak ngobrol...jarang saya bisa ngobrol banyak...apalagi sama anak muda kayak Nak Hana ini....”.
“Kek Yono juga asik kok diajak ngobrol...hehehe...”.
“bisa aja kamu, Nak...”.
“saya pulang ya, Kek...sudah lumayan sore soalnya...”.
“oh udah sore ya? Saking asiknya ngobrol...jadi nggak ngeh waktu...”.
“hehehe...iyaa yaa, Kek...ngomong-ngomong ini, Kek...”.
“lho lho ??? apa ini ??”, tanyanya kebingungan menerima amplop di tangannya.
“ini sedikit buat kakek berobat...”.
“nggak usah, Nduk....kamu udah baik ke Sekar dan temenin kakek ngobrol aja udah cukup....lagian kamu juga baru kenal Kakek sama Sekar hari ini...nggak usah, Nduk”, Kakek Yono memaksa mengembalikan amplopku.
“nggak apa-apa, Kek...ini supaya Kakek bisa nyawah lagi dan biar Sekar juga bisa sekolah kayak biasa...”.
“bener, Nduk ?”.
“iya...bener, Kek...”.
“matur suwuuun, Nduk...saya bener-bener terima kasih ke kamu, Nduuuk....”.
“eeh...eeh...jangan, Kek...”, Aku menahan kepala Kek Yono yang mau sungkem kepadaku.
Ya kali aku malah disungkemi sama kakek-kakek, dimana tata kramaku ? Ckckck.
188Please respect copyright.PENANAOUsT1exbAx
“Udah....pokoknya Kakek harus semangat terus yaa...mudah-mudahan Sekar jadi cucu yang bisa bikin bangga yaa, Kek...”.
“Iyaa, Nduukk…matur…matur suwun sekali ya, Nduk”, kelihatannya dia benar-benar bersyukur sekali menerima amplop uang dariku.
Aku pun berpamitan dengan Kek Yono dan diantar keluar menuju mobilku oleh Sekar.
“psst...ini buat bayar kamu spp....Sekar...”.
“aah nggak usah, Kak....”.
“udah terima aja...jadi kamu terus semangat sekolah”.
“tapi, Kak...”.
“ssst...udah pake aja...pokoknya kamu harus terus semangat sekolah dan jangan patah semangat kamu buat ngembangin bakat kamu yaa...”.
“terima kasih, Kak...”, dia langsung mendekapku dan menangis sejadi-jadinya.
“Kak Hana...bener-bener...kayak...malaikat...”, ucapnya di sela tangisannya.
“terus semangat ya sekolah sama jagain Mbah kamu...”, ucapku sambil menyeka air matanya.
“Ii....yaa...Kak...”.
“Janji?”.
“Janji...”, kami pun saling mengikatkan kelingking.
“Ya udah...kakak pulang dulu ya...kalau memang kita ada garis jodohnya dan ketemu lagi....kakak nggak mau lihat muka kamu murung lagi kayak tadi yaa...”.
“Siap, Kak”, jawabnya lucu raut muka yang tadi sedih bahagia jadi berseri-seri.
“Dadah...”, salamku setelah cipika cipiki ke Sekar dan mengendarai mobilku dari rumah mereka.
Yang tadi aku kasih Sekar seharusnya cukup untuk bayar SPP nya selama setahun, tadi aku bertanya ke Kakek Yono untuk jumlah SPP di sekolah Sekar.
Yah, meski itu secara resmi bukan uangku melainkan uang Pak Aryo, aku yakin dia tidak keberatan kalau aku menggunakan uangnya untuk kebaikan.
188Please respect copyright.PENANA5ZNqtWun44
Sampailah di rumahku, aku menurunkan barang-barang belanjaanku.
Aku estafetkan bahan-bahan makanan ke si penguasa dapur alias Mbok Tina hehehe…
Aku bermain dengan Alina sekaligus menyusuinya sampai malam hari, sekitar jam 20.00.
Karena di desa, malam hari terasa begitu dingin dan sunyi.
Alina yang sudah dilatih oleh Mbok Tina tentang pagi & malam pun sudah tidur pulas bareng Mbok Tina.
Gimana sih, masa anak nggak tidur sama emaknya (aku udah tahu kalian bakal nyela aku gitu kan?).
Aku sudah briefing dengan Mbok Tina tadi tentang rencana kegiatanku malam ini.
Tiba-tiba handphoneku berbunyi.
“Halo?”.
“halo, Nduk...”.
“Mbah dimana ? Kok belum pulang?”, tanyaku ke Mbah Kadrun yang biasanya memang pulang duluan.
“ini Mbah lagi di rumah temen, Nduk...”.
“ih Mbah lupa tadi pagi Hana bilang apa?”.
“Ha? Emang apa Nduk?”.
“kan tadi pagi Hana bilang kalau dokter bilang boleh...malam ini Hana siap layanin Mas Karso sama Mbah...”.
“oalah...lupa Mbah, Nduk...”.
Aku pun langsung meminta berganti video call dan Mbah Kadrun pun terima callku.
“yaudah...Mbah yang rugi ya...”, ucapku dengan memperlihatkan tubuhku karena aku sudah mengenakan ‘pakaian dinas’ yang baru kubeli tadi.
“Nduk...kamu...seksi banget...”, komentarnya dengan mupengnya itu.
“hihihi...rasain...biarin aja...malem ini...biar Mas Karso yang Hana enakkin...”.
“aisshh...udah malem sih ini...jauh pula...”, nampak mukanya kesal dan penuh penyesalan.
“hihihi...tenang aja...Hana beli 2 kok...yang ini buat dines ama Mas Karso...satu lagi nanti buat dines sama Mbah deh...hehehe...”.
“Wes...besok pagi-pagi buta, Mbah pulang...biar tak obrak abrik punyamu, Nduk...”.
“Hana tunggu...hihihi”, bisikku ke microphone handphoneku sambil agak mendesah dan langsung kututup telponnya.
Hiihihii, emang paling seru godain kakek-kakek. Hihihi.
Aku pun menyiapkan makanan di meja makan dan tak lama Pak Karso pulang.
Begitu membuka pintu, dia tak bisa berkata-kata melihatku menyambutnya dengan sudah memakai ‘pakaian dinas’ baru.
188Please respect copyright.PENANASJl6m4T4u0
188Please respect copyright.PENANAck0eaKTmnK
Hana Menyambut Arjuna Lansia nya
188Please respect copyright.PENANAs6P9TcHjF9
188Please respect copyright.PENANAahphpycTJw
“Mah?”, Pak Karso refleks menutup pintu, tak ingin ada orang lewat yang bisa menonton istri nya yang sudah siap ‘dinas’ ini.
“Hehe...gimana, Mas?”.
“glk...baru yaa?”, tanyanya yang langsung ngeh dengan pakaian dinas baruku.
“iyaa....”, aku pun berputar agar suamiku ini bisa melihat keseluruhan tubuhku.
“Alina mana?”.
“tenang...udah tidur sama Mbok Tina...”.
“emang pengertian banget...hehehe...”, ujar Pak Karso senyum-senyum cabul.
Dia langsung mendekapku erat, kedua tangannya sigap meremas-remas bongkahan pantatku, cumbuan penuh liur pun langsung kami lakukan.
“aah....Mas....”, pekikku manja karena Pak Karso mengobel-obel lubang pantatku dengan jari telunjuk kanannya.
“kan Mas mau makan, masa nyolok pantat Hana...nanti tangannya bau...”, ucapku mulai terangsang karena dia begitu aktif menciumi dan menjilati leherku.
“kamu mana ada yang bau sih, Mah...disuruh makan pantat kamu pun, Papah betah seharian....hehehe”.
“hihihi...bisa aja kamu, Mas...yaudah yuk makan dulu...Hana nggak kemana-mana kok...cuma kita berdua aja malam ini...”, godaku sambil mengemut kupingnya.
“emang Mbah Kadrun kemana?”.
“udah kemaleman...jadi dia nginep di rumah temennya...”.
“jadi cuma Mas pelanggan kamu malem ini ?”.
“iyaaa...terus satu lagi...”, aku mendekatkan bibirku ke kuping kirinya.
“rekening Hana udah siap nerima deposito”
“maksudnya?”, Pak Karso kelihatan kebingungan.
“mulai malem ini...memek Hana udah siap dinodai Mas Karso sama Mbah Kadrun”, godaku berbisik agak mendesah.
Terlihat wajah Pak Karso yang begitu sumringah.
“tapi makan dulu ya, Mas....biar banyak buang pejunya di dalem perut Hana...hehehe...”.
“yuuuk”.
Aku segera menyiapkan makanan untuk suamiku yang beda umurnya 3x lipat umurku ini namun sangat kucinta.
Kusendoki nasi dan lauknya serta kutuangkan minuman untuknya bersantap makan malam.
“Lho...kamu ngapain, Mah?”, dia bertanya karena aku malah ke kolong meja dan membuka resleting celananya.
Dengan lincah, ku keluarkan kemaluan Mas Karso dari sarangnya.
“Hana mau maem ini aja...hehehe”, ucapku sambil mengecup lembut ‘helm pink’ milik Mas Karso yang baru setengah berdiri.
Aku melucuti celana Mas Karso hingga si kakek tua kesayanganku ini tidak memakai apa-apa di bawahnya.
“Masa Mas makan sendiri...”.
“Nggak apa-apa...lebih enyak peju...hihihi...”, ucapku binal sebelum mulai mengenyam kepala penisnya.
“Enak apanya...asin sepet gitu...”.
“Hana suka tauk...Mas lupa? Hana kan pernah makan nasi cuma campur peju Mas Karso sama Mbah Kadrun...itu enak bangeet...terus minumnya juga campuran kencing Mas Karso sama Mbah Kadrun...segeerr...”.
“emang kamu nggak jijik, Mah?”.
“dibilangin...semua yang keluar dari burung Mas Karso & Mbah Kadrun itu favorit Hana...hihihi”.
“Yaudah, Mas Karso makan dulu yaa..”, merasa tak akan bisa ‘mengusir’ku dari selangkangannya, dia pun akhirnya makan.
Sesekali dia melenguh keenakan saat aku melahap habis batang penisnya keseluruhan seraya kubelai-belai dengan lidahku dan kupijat perlahan buah zakarnya.
“itu...belum...Mas bersihinn...ooohh...”, protesnya merinding keenakan plus kegelian saat aku mulai menjilati lubang pantatnya dengan menyeluruh bahkan sampai kuterobos masuk dengan lidahku.
“ini makanya Hana bersihin...”, jawabku.
Aku yang sudah terlatih sedemikian rupa tentang ‘kemauan’ lelaki ditambah keseharianku dengan Mbah Kadrun yang sangat mesum, aku pun sudah terbiasa menjadi ‘pembersih’ bagian bawah laki-laki.
Bagaimana tidak, setiap Mbah Kadrun buang air kecil maupun buang air besar, dia selalu menggeretku masuk ke dalam kamar mandi bersamanya, seakan aku ‘alat’ yang digunakan untuk bersih-bersih setelah buang air.
188Please respect copyright.PENANAWRn06gYlW0
Mbah Kadrun memang sangat mesum melebihi Mas Karso, mungkin fantasi liarnya semua bisa terwujud setelah menikah denganku.
Jika ia mau membuang ludah, ia akan memanggilku dan membuang ludahnya ke dalam mulutku, dan aku pun akan menelannya tak bersisa kemudian melanjutkan aktivitasku yang tadi terhenti seolah tak terjadi apa-apa.
Jika buang air kecil, tak jarang kalau sedang malas ke kamar mandi, dia juga akan memanggilku dan buang air kencingnya ke mulutku, yang membuatku tak jarang harus mandi setelahnya karena tubuhku pasti akan tersiram air kencingnya.
Dan jika dia memang buang air kecil di kamar mandi, dia akan langsung menggeretku ke kamar mandi untuk memegangi penisnya ke arah wc dan setelah itu ‘kucuci’ bersih dengan mulutku terlebih dahulu untuk mengulik keluar sisa air kencingnya sebelum ku basuh dengan air.
Buang air besar pun, aku harus duduk di depannya menunggunya selesai kemudian aku jalankan tugasku, menjilati lubang pantatnya sampai bersih sebelum kubilas dengan air dan sabun.
Jadi air mani, air seni, bahkan feces sudah pernah kurasakan, tapi untungnya aku belum sampai harus makan feces (eh sebenarnya sudah ya? Hihihi).
“Ooohh...enaaak, Maah...”.
“Udah makannya, Mas? Ccphh...”, tanyaku sebelum melepas rengkuhan bibirku yang begitu rapat dari pucuk penisnya.
“iyaa..udah, Mah...”.
Aku langsung keluar dari kolong meja dan berdiri di sampingnya.
“Eiits...mulut Hana kotor...kita langsung ke kamar aja yuk...”, ajakku setelah menghentikan mulutnya yang ingin menempel dengan bibirku.
Begitu sampai kamar, aku langsung duduk di tepi ranjang, melebarkan kaki selebar mungkin.
Jujur, aku sudah tak sabar ingin merasakan ‘tusukan pedang’ milik cinta pertamaku ini.
“Aaahhmmm....Mashh....terussh.....”, lenguhku merasakan tiap mili kejantanan Mas Karso yang masuk semakin dalam di liang vaginaku.
“Ooohhh.....hhh..hh....hhh...angett...Mah...”, lenguhnya.
“mm.....mmm....udah….mentok, Mas....”, bisikku.
“Iyaahh....”.
“Welcome home, my first love....”, bisikku lagi.
Tercipta momen pandangan kami berdua dan terlihat sekali dia ingin mencumbuku.
Aku langsung menggelengkan kepala karena aku tak mau dia mencumbuku bibirku yang sedang kotor ini.
“mulai, Mah?”.
“Iyaah...tusuk Hana...sampe...hh...ngilu....”, ucapku nakal.
“hhmmmm.....mmmm...”, nikmat sekali rasanya merasakan gerakan tarik dan dorongan penis Mas Karso yang bergesekkan dengan dinding vaginaku.
Akhirnya kesampaian lagi disetubuhi oleh kakek tua cinta pertamaku ini, dan rasanya kemaluan kami juga tidak saling lupa dan begitu merindukan satu sama lain.
Pinggulku bergerak otomatis ke bawah saat Mas Karso mendorong masuk penisnya dan ke atas begitu Mas Karso menarik penisnya untuk memberikan efek hantaman maksimal di liang vaginaku supaya si ‘kepala burung’ bisa berciuman mesra dengan pasangannya yakni pangkal liang vaginaku.
“Hana...kangen...kontol...Mas Karso...hhhh”, racauku jorok sesaat Mas Karso mulai menaikkan tempo genjotannya.
“Mas juga...memek Mamah...nomor…satu....Okkhhh !”.
Kami berpacu dengan ritme yang semakin cepat, peluh keringat mulai membasahi tubuh kami, suara eluhanku pun memenuhi kamar.
“Mas…Hana haus...”.
“Mau minum?”.
“iyaa...tapi ludah Mas Karso aja...”, Aku pun membuka mulut, Mas Karso tersenyum dan mulai mengeluarkan ludahnya yang langsung jatuh ke mulutku.
“emm...enakhh...hehehe...”.
188Please respect copyright.PENANAtTtaUae6s2
“Mas.....hh....aku yang di atas....”, bisikku.
“Huph...”.
“Eh, masih kuat gendong Hana, Mas?”.
“Masih donk sayang...”.
Teringat dulu saat aku masih belia, Pak Karso pernah menyetubuhiku sambil menggendongku bahkan waktu itu aku pernah ‘diikat’ di badan Pak Karso sehingga aku seperti tas gemblok yang di pakai di depan saja sementara dia beraktifitas berkeliling sekolah di malam hari seperti biasa karena waktu itu memang aku tak mau ditinggal.
Aku tetap ‘menyangkut’ pada Pak Karso hanya bergantung tanganku yang melingkar di lehernya, kakiku yang melingkar di pinggangnya dan tentu penisnya yang ‘menyanggah’ bagian bawah tubuhku.
“Udah berat ya, Mas..?”, tanyaku karena dia hanya mampu bertukar posisi saja sehingga dia sekarang yang tidur di tepi ranjang dengan kaki agak menggantung.
“Iya...faktor umur juga...hehehe...”.
“kenapa tadi nggak lepas aja dulu...”.
“Nggak mau lepas punya Mas...kangen banget...ama rumahnya...”
“Sama...”, senyumku sebelum melumat mulut si pria tua penjebol perawanku dulu ini.
“Tapi nanti Mas pegel...yuk naikan dikit...1...2...3...”.
Kami bergerak bersamaan agak ke atas tanpa memisahkan ‘kelamin’ kami yang sudah begitu melebur.
Dan aku pun mulai bermanuver, gerakan maju mundur, atas bawah, dan menyendok kulakukan agar keseluruhan jengkal liang kewanitaanku bisa reuni dengan ‘cinta pertama’nya.
Tak lupa sesekali kusodorkan payudaraku untuk menyusui suami rentaku ini agar tidak kehausan.
Desahan dan eluhan keluar dari mulutku merasakan nikmatnya batang kejantanan suamiku ini.
Kemudian dia pun setengah duduk dan melumat bibirku habis-habisan, dan mendorongku kebelakang sehingga kami kembali missionary lagi.
Langsung kukunci kedua kakiku di pinggangnya.
“nggak boleh kemana-mana...sebelum siram peju ke dalem...”, ancamku binal.
Dia menaikkan tempo genjotannya, nafasnya memburu.
Aku pun kian semakin kelojotan dan rasa ingin ‘meledak dan akhirnya.
“Ookkkhh crrtth…crrthh”.
“Masshh....AKHHH...”.
Bersamaan dengan semburan hangat di rahimku, aku merasakan ada yang keluar juga dari dalam saluran kewanitaanku, namun sepertinya kalah kuat dari semburan air mani Pak Karso.
188Please respect copyright.PENANAqfE0QHhnmv
Topping Vagina Hana
188Please respect copyright.PENANAFVIih8w6sb
“hhh...hhh....enak...angethh...hh...Mas....hhh...”.
Kami pun bercumbu mesra seakan baru ada yang lengkap, seperti potongan puzzle terakhir yang baru ditaruh dan lengkap sudah.
Entahlah, padahal kan kami selalu berhubungan, lewat mulut dan anusku tapi begitu lewat ‘saluran’ yang seharusnya, rasanya sungguh terpuaskan tiada tara.
Dia pun tidur di sampingku, menghadapku dan langsung mendekapku, mencium lembut bibirku.
“Mas sayang kamu banget, Mah...”.
“Hana apalagi...sayang banget sama lansia perebut hati sama pemilik tubuh Hana ini...hihihi...”, jawabku sebelum memagut kembali bibirnya.
Kami berdua berpelukan erat seraya mengatur nafas dan sesekali saling mengecup bibir.
Tangannya asik meremas-remas bongkahan pantatku.
Aku balas dengan meremas-remas lembut kantung zakarnya.
“masih ada isinya ini?”.
“Masih ada...”.
“Lagii...”, ucapku manja.
“bentar ya Mas...narik nafas dulu...”.
“Iih lama...”, candaku manja.
“gini nih kalo punya bini masih ABG...”, jawabnya mencubit hidungku.
“hehehe...pokoknya malam ini...Mas Karso harus bikin memek Hana lumer sama peju...biar Hana hamil malam ini juga...nggak mau tau pokoknya...”.
Dia pun mencubit dan menarik pipiku.
“Iya Mamah bawel...tapi nanti Mbah Kadrun iri ?”.
“Kan udah perjanjian waktu itu...keturunan kedua dari Hana mesti dari Mas Karso dulu baru Mbah Kadrun...tapi gapapa ya...Mbah Kadrun nanti juga buang peju nya karena baru kali ini kan dia bisa ketemu sama ‘martabak’ Hana...hehehe”.
“Iya nggak apa-apa...tapi kenapa kamu mau sih Mah dihamilin sama kakek-kakek kayak Mas sama Mbah Kadrun? Kamu tuh cantik banget, bodinya semog banget lagi...cowok ganteng dan kaya pasti bisa kamu dapetin...”.
“prinsip Hana...biar nggak ada generasi yang hilang...jadi recycle deh pake rahim Hana...hihhi...”.
“maksud kamu?”.
“iya...habis ngelahirin anak Mas sama Mbah Kadrun...kalau memang Mas atau Mbah Kadrun bosen dan mau minjemin rahim Hana ke temen-temen Mas atau Mbah Kadrun...Hana nggak akan nolak kok?”.
“Lho kok begitu...?”.
“iya siapa tau Mas Karso juga ada fantasi ngeliat Hana dihamilin kakek-kakek lainnya kayak Mbah Kadrun...”.
“Mbah Kadrun ngomong gitu emangnya?”.
“iyaa...dia baru nanya sih...ya Hana bilang lah...ini..ini...ini...aapalagi ini...”, ujarku seraya menunjuk ke wajahku, payudara, pantat, dan selangkanganku secara berurutan.
“punya Mas Karso dan Mbah Kadrun...jadi bebas dipakai atau dipinjemin ke siapapun dengan izin tentunya...bahkan kalau Mas atau Mbah Kadrun mau ambil untung dari badan Hana juga boleh...nyewain ke temen-temen...terus juga Hana siap kok jadi ‘aset’ di balai desa kalau disuruh...”.
“Maksudnya?”.
“Ya kalau Mas Karso dan Mbah Kadrun udah merasa bosan…daripada di cerai, mending suruh Hana jadi ‘inventaris’ desa jadi kalau siapa aja butuh ngelampiasin nafsu...mending ke Hana aja...biar nggak terjadi kasus pemerkosaan.”, ucapku mesum.
“Tuh kan keras...”, aku merasakan penisnya kembali mengeras.
“pasti Mas Karso juga bayangin Hana dipake kakek-kakek lainnya beramai-ramai kan?”.
“iya...hehehe...”.
“Hana tau kok...pasti kalau pria udah berumur terus istrinya masih muda jadi pengen banggain ke yang lainnya sambil icip si istri...”.
“ya ampun...kamu binal banget sekarang, Mah...”.
“gara-gara siapa coba...”, aku colek hidungnya.
Dia langsung bangkit dan menindihku.
“Mas jadi mau menggila nih...”.
“Perkosa Hana sampai Hana susah jalan...”, bisikku nakal.
Malam itu pun aku benar-benar berpadu padan, saling melampiaskan birahi, Pak Karso benar-benar merajai tubuhku sampai skornya 3-7.
Dia menggunakan koleksi mainan seksku, ketika dia istirahat, dia langsung menambal pantatku dengan butt plug yang bisa bergetar hebat, klitoris ku ditempeli vibrator dengan power level 3 atau yang paling kencang.
Kedua putingku dijepit dengan niple clamp yang disambung rantai dengan vibrator tersebut sehingga bergetar dan mulutku yang dicekoki dildo yang bergerak maju mundur sehingga terasa di deepthroat terus menerus, sementara mataku dibiarkan terbuka dan hanya bisa memandanginya tersenyum puas melihatku ‘berseragam’ seperti ini.
“Bahaya juga ya pancingan gw, bukan bangunin singa tidur lagi ini, naga tidur”, pikirku seraya tenggelam dalam ekstasi kenikmatan dan akhirnya kami tidur karena benar-benar kelelahan.
188Please respect copyright.PENANAUi4ZaAA4xw
188Please respect copyright.PENANAGF8gEWc7hE
188Please respect copyright.PENANA5Kc0ViDhcb
188Please respect copyright.PENANANysyxCH5Pp
188Please respect copyright.PENANAOcDDCzgLeo
Hana Bersiap Pergi
188Please respect copyright.PENANA9NHbOPG3x4
“Nduk...jemput, Mbah Nduk...”.
“Iya, Mbah...”.
Besok paginya aku menuju rumah teman Mbah Kadrun.
“Permisi...”.
“Sebentar...”.
“Mbah Kadrun ada di sini, Mbah?”, tanyaku setelah seorang kakek membukakan pintunya.
“jenengan siapa ya?”.
“Nduk !!! masuk sini !!”.
“Ah itu Mbah...saya dipanggil Mbah Kadrun...”.
“Oh...masuk...masuk...”.
Aku pun masuk ke dalam, kakek itu menunjukkan ruang tamunya.
“Dateng juga kamu...Wes, ini loh bojoku...”.
“Bojomu? Koe jangan guyon, Drun...”.
“Loh ? Aku serius, Tukidi...”.
“carane bisa? Wadon enom ayu tuenan seng iki mau jadi bojomu?”.
“Nda percoyo kau, Tuk ? Coba takon wonge langsung...”.
“Nduk...koe bener bojone si Kadrun?”.
“Maaf, Mbah...saya nggak ngerti...”.
“Lali Aku...bojoku ini nggak ngerti Jowo...”.
“Ooh...Nduk, kamu bener istrinya si Kadrun ini?”.
“Ooh...iya, Mbah...bener...”.
“Tuh opo aku bilang...sini, Nduk...”.
Aku segera mendekati Mbah Kadrun dan tanpa babibu, aku langsung mencium mulutnya, memagut bibirnya lembut dan bermain lidah dengan seru.
“tuh kan...kowe liat sendiri...bojoku sendiri yang nyosor...”.
“....”, dia hanya terdiam.
“durung percaya juga? Nduk...ayo bugil...kasih liat badanmu yang bahenol ini...”.
“iya, Mbah...”.
Tanpa perlu waktu banyak, aku pun melepaskan semua helai benang yang menempel di tubuhku sehingga hanyalah aku, seorang gadis muda, yang tidak mengenakan apapun di antara kedua lansia ini.
“Nih kan...mulus dari ujung kepala sampai kaki...”.
Mbah Kadrun pun menggerakkan tubuhku berputar-putar ke depan dan ke belakang untuk memeragakan tubuhku ke Mbah dan pasti sekaligus memamerkan dirinya sendiri karena bisa menggerayangi tubuh putih mulus dari gadis muda sepertiku dengan sesukanya.
“Ayo sekarang sepong, Nduk...biar si Tukidi ini makin percoyo...”.
“siaap, Mbaah...”, jawabku dengan nada riang manja.
“oohh...apik tenan mulutmu, Ndukk...”, desah Mbah Kadrun keenakan begitu langsung kujilati penisnya setelah kubuka celana dan kolornya.
Tentu kantung zakarnya dan skrotumnya pun tak luput dari belaian mesra lidahku sehingga dia bergetar.
“sek..sek...Nduk...Mbah duduk aja...gemeter kaki...”.
Mbah Kadrun berjalan mundur sementara aku mengikutinya dengan berjalan menggunakan lututku seakan tak mau melepaskan penis Mbah Kadrun dari mulutku.
“Aaahhh...apik tenanan...”.
“Kasian kowe, Di...seumur hidup belom pernah ngerasain enaknya disepong...”.
188Please respect copyright.PENANAeYERpkVwzg
Dalam hatiku berpikir, “ha? Sampai udah tua gini ? Belum pernah disepong? Emang istrinya gimana?”
“jancok kowe, Drun...iri tenanan aku ini...almarhum bojoku nggak pernah mau...jijik katanya....”.
“Wooh...kehilangan kesenangan idup kowe, Di...apalagi bojoku yang ayunya kayak bidadari ini bisa diginiin”.
Mbah Kadrun memegangi kepalaku dan langsung menyodokkan dengan kencang penisnya sampai ke kerongkonganku.
Cukup kaget aku, tapi jangan remehkan gadis muda ini yang biasa cenderung ketagihan diperlakukan seenaknya oleh pria lansia.
Aku berusaha setidaknya agar tidak kena gigi sementara Mbah Kadrun asik menggenjot mulutku dengan penisnya.
Usai dia berhenti, mungkin karena kelelahan bergerak, aku pun melanjutkan ‘sapu bersih’ selangkangan suami rentaku yang nomor dua ini, dari pucuk, leher, batang penis, pangkal paha, kantung zakar, biji pelirnya, skrotum dan tentu tak ketinggalan lubang anusnya kemanjakan dengan belaian lidah serta cumbuan-cumbuan mesraku sehingga membuatnya bergidik keenakan sambil kegelian.
“karena kowe dulu bantuin aku pas masih luntang-lantung...dan dhuwitku entek...segitu-gitu aja...ku kasih pinjam bojoku 1 minggu...”.
“Ha? Serius kowe, Drun?”.
“kenapa? Sampean nggak mau?”.
“Gila apa aku, Drun...dikasih wadon ayu nggak ketolongan gini...masa nolak...tapi bojomu mau nggak?”.
“Nduk...”.
“Iya, Mbah...”, jawabku seraya menyeka mulutku dengan liurku sendiri dimana-mana.
Dia memencet kedua pipiku, aku pun langsung tau dan membuka mulut.
“cuuh...”, kutelan langsung tak bersisa ludah yang dibuang Mbah Kadrun langsung ke mulutku.
“Mau kan kamu, Nduk? Mbah pinjemin 1 minggu ke temen, Mbah?”.
“mau, Mbah...”, jawabku tersenyum seraya menengok ke belakang dan tersenyum lembut ke arah Mbah Tukidi.
“tuh, tenang aja bojoku mah nurut...”.
“tapi nanti tolong kasih tau Mas Karso juga, Mbah…”.
“wes gampang itu...”.
“Gimana, Di?”, tanya Mbah Kadrun ke Mbah Tukidi.
“Aku mah ngikut aja...”, dengan senyuman yang mulai mesum.
“wes lah kalau gitu...tapi sebentar...aku nggak tahan...semenjak lahiran...aku belum pernah pake tempik bojoku...selalu pake bokong...”.
“Ha? Bojomu juga bisa pake bokong...”.
“oh bojoku ini mah emang dibuat untuk layanin lanang, Di....mulut, depan, belakang...semua bisa dia...ayo diri, Nduk...”.
“Iya, Mbah...”.
188Please respect copyright.PENANAqG8vlizr0c
Dia membuatku berdiri membelakangi Mbah Tukidi dan menunduk sehingga aku memantati Mbah Tukidi.
“Sek liat...lubang bojoku...tempik pink...pantate gak item...”.
“Lho iyo? Kok iso?”.
Ternyata aku masih bisa merasa malu juga, rasanya malu sekali karena kedua lubangku yang harusnya hanya bisa dilihat Mas Karso dan Mbah Kadrun sedang dipertontokan ke lansia laninnya yang secara harfiah baru kutemui saat ini.
“coba endus, Di...”.
“eh...kok harum melati...”.
“Ya kan? Pokoke bojoku ini juara lah...”.
“Terus aku boleh pake bojomu koyo istri sendiri?”.
“Ya terserah kowe lah selama seminggu, bojoku bebas diapain aja...”.
Kuping agak memerah juga mendengar diriku sedang dijadikan ‘barang hubah’ dari satu lansia ke lansia lainnya meski mulai terpicu juga birahiku karena memikirkan tubuhku yang dengan mudahnya bisa berpindah tangan ke lansia lainnya tanpa meminta persetujuanku.
Apakah nanti benar-benar aku akan jadi ‘inventaris desa’ ya?.
188Please respect copyright.PENANApwR5Y63R4Z
“Sek...sekalian kuperagain cara pake bojoku yang bener...”.
“Lho? Ndak ke kamar kah?”.
“Ah kelamaan...lagian bojoku ini siap kapanpun dan dimanapun kok...”.
Mbah Kadrun pun segera mengintimiku di depan Mbah Tukidi selagi memperagakan posisi-posisi yang bagus untuk menyetubuhiku layaknya tour guide yang sedang menjelaskan ‘objek wisata’.
Tak hanya ketiga lubangku, dia juga memperagakan lipatan-lipatan tubuhku yang bisa dipakai untuk ‘menggesek’ penis mulai dari belahan dadaku, ketiakku, pangkal pahaku, lipatan antara paha dan tungkai kakiku bahkan lipatan antara tangan dengan lenganku (itu lho yang sikut tapi di depannya).
Benar-benar seperti sedang memperagakan ‘barang jualannya’, dan tentu diakhiri aku dibuatnya orgasme dan rahimku disemprot dengan air maninya.
“Aahh...mantaap...akhirnya bisa ngerasain tempikmu juga, Nduk...”.
“Iya…hh..hh”, jawabku.
Dia pun memakai celana sementara aku masih agak sedikit lemas dengan selangkangan yang masih terbuka dihiasi oleh sperma yang merembes keluar dari bibir vaginaku.
“Tapi kowe inget, Di...tempik bojoku bisa kowe pake...tapi jangan kowe sembur pejuh...ini mau aku pake buat bikin anak dulu...jadi dhawuh nya si Karso, yang pertama, aku seng dua...nah habis itu kalo bojoku mau...kowe yang ketiga...gimana, Nduk?”.
“Iya...hh…pokoknya...Mas Karso...hh...Mbah Kadrun...yang ketiga dan seterusnya...terserah Mas Karso & Mbah Kadrun mau kasih rahim Hana ke siapa aja...”.
“Tuh…denger sendiri kan kowe? Bojoku emang paling apik layanannya...”.
“Yowes...sek tinggal dulu...kowe pake maksimal bojoku...sekuatmu...dia nggak bakal nolak...”.
Aku tidak tahu mereka ngomong apa kelanjutannya karena mereka berjalan ke depan sementara aku masih mengatur nafas.
Tak lama, Mbah Tukidi kembali dan melihatku yang masih duduk dengan kedua paha terbuka lebar.
“masih lemes, Nduk?”.
“ii..ya..Mbah...”.
“Sek bentar...tak ambilkan minum dulu...”.
Tak lama dia kembali dengan minuman yang sepertinya sirup dingin.
188Please respect copyright.PENANA9KjTM10KvD
Tak ragu, aku pun meminumnya. Segar sekali rasanya.
Pandangan matanya menjalari seluruh tubuhku.
“Ke...kenapa, Mbah?”.
“Ah nggak...kamu cantik tenan, Nduk...badan kamu juga putih mulus...belum pernah, Mbah liat kayak kamu, Nduk...apalagi nggak pake baju gini...”.
“Ah..mbah bisa aja...hehehehe...”, jawabku yang mulai bisa mengatur nafasku.
“Oh iya, Mbah...karena kita berdua aja sampai seminggu ini...pakai nama aja ya Hana nya...kalau pakai saya…jadi kaku...”.
“Oh bagus malah, Nduk...”.
“Sip deh kalo gitu, Mbah...”.
Tanpa basa-basi aku langsung bergerak bersimpuh di depan Mbah Tukidi yang duduk di sampingku.
“eh..kenapa, Nduk ?”, tanyanya kebingungan.
“hihihi...mau suwun dulu sama mbah satu lagi...”, dengan sedikit paksaan mesum, kutarik sarung dan kolor Mbah Tukidi dan terlihatlah kemaluan keriput miliknya.
“eh..eh...malu Mbah, Nduk...”.
“ngapain malu...kan Hana istri mbah seminggu ke depan lagian masa tega sih...Hana udah telanjang gini...masa gak boleh gantian liat punya mbah...”.
“Ya tapi kan...”.
Biasa berususan dengan lansia mesum, kedapatan lansia pemalu gini jadi lucu juga rasanya.
Aku pun membuka tangannya yang menutupi kemaluan ‘purba’nya.
Wait, tapi jadi kesannya aku bakal merkosa kakek-kakek ya? Hihihi.
Tentu tak ada perlawanan berarti dong, ya masa melawan ditelanjangi gadis muda sih? Hehehe.
Langsung kubenamkan wajahku dan kugosok-gosokkan wajahku ke ‘burung peliharaan’ Mbah Tukidi sekaligus kuhirup dalam-dalam aroma khas selangkangannya.
“Kamu nggak kebauan, Nduk? Mbah belum mandi dari pagi, biasanya mandi nanti jam 12an”.
“hihihi...malah Hana suka tau...bau-bau asem prengus kayak gini...”, ucapku seraya menempelkan hidung ke area lipatan antara pangkal batang penis dengan kantung zakar lalu kuhirup aromanya secara serakah.
Tanpa babibu, langsung kukecupi mesra sekujur batang penis Mbah Tukidi.
“Duuuh...merinding, Nduk...gini rasanya ya?”.
“Ini masih perkenalan dulu, Mbah...bentar yaa...soalnya kayak nggak afdol aja kalo belum Hana kecup-kecup semuanya...hehehe....”.
Aku bisa merasakan kulitnya yang merinding merasakan kecupan-kecupan ‘perkenalanku’ terhadap kemaluannya dari pucuk kepala sampai urat skrotumnya.
“aahh...geli enak, Nduuk...”.
Aku pun tersenyum manis karena lucu juga, baru kali ini aku menjilati kemaluan kakek-kakek yang sudah setua ini belum pernah merasakan blowjob dari seorang wanita.
“ooohhhh...angeetth....enaakkhhh, Nduukkk....”, lenguhnya keenakan saat aku mulai melahap si ‘burung tua’ miliknya.
“plooph...”, bunyi terdengar saat kulepaskan rengkuhan erat bibirku di batangnya.
“gimana, Mbah?”.
“lagi, Nduk...enak banget...”.
“oke...”.
Kini aku tambah dengan menelan keseluruhan batangnya di rongga mulutku sampai bibirku menyentuh pangkal batang penisnya.
Tentu lidahku pun sudah melata manja di sekujur penis Mbah Tukidi yang ada di dalam rongga mulutku.
188Please respect copyright.PENANAJVO0zoIcyf
188Please respect copyright.PENANA5wykVlwn3f
188Please respect copyright.PENANA4quwkNxXTP
188Please respect copyright.PENANA7uCrmF95Jg
188Please respect copyright.PENANAjUBkMnEqMQ
188Please respect copyright.PENANAIVxgMPUWd6
188Please respect copyright.PENANAczhPnFCBMZ
188Please respect copyright.PENANA26Qp27Hzxh
188Please respect copyright.PENANAjD5UCgqPbX
188Please respect copyright.PENANAtlnk51Kjoo
188Please respect copyright.PENANA5r4tUXGQ9V
188Please respect copyright.PENANAbGiY6pK3Pc
188Please respect copyright.PENANAHYmo2c6dFK
188Please respect copyright.PENANAID1WViaE8P
‘Benang’ Perkenalan Hana & Mbah Tukidi
188Please respect copyright.PENANA1gqvg4L6eT
188Please respect copyright.PENANAGbZCA1WCtl
Aku mulai memaju mundurkan kepalaku.
“Ckklhh..cklklk...”, bunyi decitan mulutku dengan penis Mbah Tukidi yang sudah basah karena liurku.
“nduk...nggak kuat, Mbah...nduuk…AKKHHH !!!”, erangnya.
Kulahap dengan sigap air mani yang keluar dari penisnya.
Dia hanya menatap wajahku seraya mengambil nafas saat kubuka lebar mulutku untuk menunjukkan kalau air maninya sudah kutampung semua dengan mulutku dan kutelan habis tak bersisa.
“Ditelen, Nduk?”.
“emm...”, jawabku sambil menjilat bibir atasku seperti habis minum sesuatu yang enak.
“kamu...nggak eneg? Atau jijik, Nduk ? Hhhh...”, tanyanya masih agak terengah-engah.
“hihi...malah Hana biasa makan nasi dikuahin peju, Mbah...”.
“ha?”, raut wajahnya tak percaya.
Iyalah, mana ada yang percaya seorang gadis muda sepertiku makan nasi bukannya dengan kuah sayur tapi malah kuah air mani.
“minum juga sering dicampur sama pipisnya Mbah Kadrun...emang mesum Mbah Kadrun...”.
“Tapi kamu mau aja gitu, Nduk?”.
“ya gimana lagi...namanya juga disuruh suami hehehe...”.
“kenapa? Mbah mau nyuruh Hana minum air kencingnya juga?”.
“ha? Ng...nggak, Nduk...kasian kamu, Nduk....”.
“tapi kalo Hana yang mau gimana?”.
“Ha? Ngg....gimana ya...”.
“hihihi...pokoknya Mbah Tukidi tenang aja...1 minggu ke depan...nggak akan Hana biarin...ini ada isinya...”, godaku seraya menampung kantung zakarnya di tanganku.
“kalo gitu Mbah Tukidi mau sarapan apa?”.
“Udah sarapan, Nduk...”.
“hmm...yaudah...temenin Hana mandi aja yuk...mau nggak?”.
“ya mau lah, Nduk...”, mukanya sumringah mesum.
“nanti habis mandi...Hana kuras ininya, Mbah Tukidi…”, godaku genit seraya membeli lembut kantung zakarnya.
Aku pun langsung menggandeng tangan Mbah Tukidi untuk mandi bersama dalam rangka hari pertama aku ‘dipinjamkan’ untuk melayani nafsu si Mbah tua ini yang bahkan benar-benar hari ini aku pertama kalinya bertemu dengannya.
Bukan Hana namanya kalau tidak langsung bisa ‘berteman’ dengan pria sepuh hehehe.
188Please respect copyright.PENANASWCIBXt94H
188Please respect copyright.PENANAYOKOtUpTar
Hana Mengajak Mbah Tukidi Masuk
188Please respect copyright.PENANAMF8ggxCDav
Lanjut part 2
ns216.73.216.14da2