Gea terbagun, ia melihat ke sekeliling tak ada Seema. Dari balik jendela matahari mulai mengintip. Dengan segera Gea turun dari ranjang. Namun, yang ia dapati ketika keluar dari kamar hanya keheningan, sepi.
Ke mana semua orang?
Gea celingak-cenguk, tetapi tak dapat menemukan saudaranya atau ibunya. Lantas berjalan ke ruang makan. Di sana nyatanya sudah tersaji sarapan. Gea mendekat ke meja dan mengambil segelas air sambil duduk.
Saat air hampi tandas, dari arah pintu dapur. Seseirang datang dan itu adalah Mwldina.
"Sudah bangun rupanya." Meldina tersenyum sembari membawa sebuah wadah dari rotan. Ia habis menjemur pakain. "Semuanya sudah sarapan hanya tersisa kau saja. Jadi, makanlah agar makin membaik," ujarnya sambil meletak barang itu di atas lemari makanan.
Gea mengangguk dan menuruti ibunya. "Ke mana yang lain? Kenapa pagi ini begitu sepi," tanya Gea yang mulai melahap sarapannya.
Meldina ikut duduk, bersembarang dengan Gea. "Theon dan Genio mencari pekerjaan. Sedangkan Seema dan Nora, mereka mencari makanan di hutan," jawab Meldina yang menatap putrinya sarapan.
******
"Bagaimana?" tanya Seema ketika melihat Theon dan Genio datang.
"Ya, seperti ini. Tetap kosong," jawab Theon dengan lesu ia tak semangat jadinya.
Seema mengangguk-angguk pelan kepala. "Oh, ya, sudah kalian makan dulu."
Mereka bertiga masuk ke rumah. Awalnya Seema akan menyusul, tetapi keburu mereka berdua datang.
Di meja makan, Nora sudah duduk sembari memakan buah apel hijau. Sebelumya Theon bertanya ke mana Gea dan setelah mendapat jawaban dari Nora ia pun segera makan.
Siang ini, cuaca tak begitu cerah. Awan-awan mulai menutupi cahay matahari. Seema dengan segera pun beranjak dari duduknya ketika langit mulai mendung. Ia mengambil pakaian di belakang rumah.
Gea duduk di kursi bulat kecil, ia menatap langit kelabu dari jendela kamarnya. Menatap dengan lekat. Ia masih kepikiran soal kemarin.
Sebenarnya itu apa? Dalam benaknya ia terus bertanya tak henti.
Lantas, ketika ia larut dalam pikirannya ia tersentak dan melihat ke belakang. Sebuah suara, yang kemarin ia dengar.
Kau harus pergi.
Mengerutkan dahi, heran. Apa yang akan terjadi memangnya? Gea bertanya lagi dalam hati. Ia menatap kosong, entah apa yang ia tatap.
Pergilah.
Suara itu kembali terdengar. Membuat Gea makin heran.
"Kenapa aku harus pergi?" tanyanya dengan lirih. Namun, saat ia menunggu jawaban suara itu tak kunjung lagi terdengar.
Mungkin angin membawanya, saat Gea menatap kembali keluar. Jika angin mulai bertiup kencang dan titik-titik hujan mulai berjatuhan.
Meldina kini sedang duduk di sebuah kedai. Ia memakai kerudung dan menutupi setengah mukanya dengan tangan kanannya.
"Apa yang kau inginkan?" tanya dengan pelan ke lawan bicaranya yang duduk berseberangan dan sembari menunggu jawaban ia menengok kanan kiri takut ada yang mengenali dirinya.
"Hei, tenanglah Dina. Sebegitu takutnya dirimu ini. Santai saja," ucap seseorang itu sambil mengesap kopi hitamnya.
Sayangnya hal itu malah membuat Meldina berdecak kesal. "Cepatlah, aku tak punya banyak waktu."
"Oh, baiklah." Kekehnya ketika melihat air muka Meldina. Lantas orang itu menegakkan badanya dan meletakkan kedua tangannya di meja yang saling bertaut dan menatap lekat Meldina.
"Aku menginginka Gea," katanya yang membuat Meldina melotot kaget.
"Tidak, aku tidak bisa." Dengan cepat Meldina langsung menolak. Hal itu malah membuat orang di hadapannya tertawa.
Orang itu lantas kembali menyesap kopinya, kali ini sampai tandas. "Baiklah, aku beri waktu buatmu untuk memikirkan matang-matang. Aku tahu kau memang benar-benar menyayangi mereka. Namun, lamban laun bahaya akan." Ia berdiri lantas pamit sambil menyoren tas lusuhnya itu.
Meldina yang ditinggal, kini tengah larut dalam pikiran. Memikirkan ucapan orang itu. Kemudian tak lama tersadar, karena ia harus cepat-cepat pulang.
Hujan makin deras dan Meldina tak membawa payung, ia langsung menerobos saja. Berlari sekencang yang ia bisa.
*****
Malam tiba, setelah makan malam mereka berenam tetap berkumpul setelah membersihkan wadah kotor.
"Gea, apa sudah membaik? Tidak ada yang sakit?" tanya Meldina di tengah keheningan yang melanda. Gea hanya mengangguk pelan.
"Syukurlah."
"Ibu, bagaimana keputusanmu." Seema memulai topik pembicaraan malam ini. Meldina tak langsung menjawab, ia menghabiskan air minumnya.
"Kurasa aku tak bisa mengizinkan kalian pergi." Akhirnya ia menjawab, membuat Theon mendadak tak semangat lagi seperti tadi siang.
"Kuharap kalian menuruti perkataanku," sambung Meldina yang diangguki oleh Theon dan Seema.
Hal itu adalah akhir dari percakapan kali ini. Theon menghela napas dengan kasar dan pamit pergi tidur, diikuti oleh Genio.
Begitupun yang lain Gea dan Seema ikut pamit, beranjak dari kursi masing-masing. Sedangkan Meldina, menyuruh Nora terlebih dulu tidur.
"Bagaimana dunia luar itu?" tanya Gea ketika Seema sudah siap tidur.
"Kata ibu di sana banyak bahaya, tapi ...." Seema bangun sedikit, ia menyangga tubuhnya dengan tangan kananya. "Aku pernah mendengar dari seorang pengelana waktu itu, kalau dunia luar penuh dwngan hal-hal yang luar biasa. Apalagi banyak tempat-tempat yang indah." Sembari tersenyum dan menerawang hal yang ia katakan. Lalu kembali ke posisi tidur. Masih menatap Gea yang terduduk.
"Apa kau ingin pergi dari sini?" tanya Seema bergiliran.
"Entahlah, aku tak tahu hanya ingin bertanya," jawabnya dengan ragu-ragu lantas menengok ke arah jendela.
Apa sebenarnya yang menunggu?
433Please respect copyright.PENANAt42CKGy75E
433Please respect copyright.PENANA0sfdPK2y46
433Please respect copyright.PENANAYaep1iE8Jy
433Please respect copyright.PENANAxX1WITU88H
433Please respect copyright.PENANA7IrEfN1XnM
433Please respect copyright.PENANABA8cS5zgzx
433Please respect copyright.PENANA3KsWqJcGqu
433Please respect copyright.PENANAqzK3paA7yz
433Please respect copyright.PENANAOWkgWnORgl
433Please respect copyright.PENANAOgZ0yhZk9q
433Please respect copyright.PENANAWXYpctxAyI
433Please respect copyright.PENANAcVrV6bkf5p
433Please respect copyright.PENANA7P4VaUSdtE
433Please respect copyright.PENANAe0Ezrg251N
433Please respect copyright.PENANAWKKA6jcG08
433Please respect copyright.PENANALODsDg8794
433Please respect copyright.PENANALTahrpjNEZ
433Please respect copyright.PENANAMx57CHnlcN
433Please respect copyright.PENANAFy57Iuekp1
433Please respect copyright.PENANAoRoIwOg9fy
433Please respect copyright.PENANAbPz1pXPzJR
433Please respect copyright.PENANABhkg4XZ6NO
433Please respect copyright.PENANAn7w1TzkxKV
433Please respect copyright.PENANAAFFmndudM3
433Please respect copyright.PENANAlU5PMb0hcf
433Please respect copyright.PENANAAW8KxsuR8A
433Please respect copyright.PENANAHdSdi42w9l
433Please respect copyright.PENANApHnXV3Sp9L
433Please respect copyright.PENANAE029x3ICxr
433Please respect copyright.PENANAMrI48V0doA
433Please respect copyright.PENANALkPMzu23X7
433Please respect copyright.PENANAiXFKHDLWGr
433Please respect copyright.PENANAt4BU5cdH02
433Please respect copyright.PENANAzxCXhJawjQ
433Please respect copyright.PENANAJyUZkQeik9
433Please respect copyright.PENANATEObmNUswh
433Please respect copyright.PENANAUnNyj3n08f
433Please respect copyright.PENANAdSYyPPn3eN
433Please respect copyright.PENANAHDpD07LOG6
433Please respect copyright.PENANAwTE5uRbOdl
433Please respect copyright.PENANAeSDlFaXoic
433Please respect copyright.PENANA5zKcJdGnUJ
433Please respect copyright.PENANAlboo0iccAA
433Please respect copyright.PENANACGGk4C2lt4
433Please respect copyright.PENANAWfb55PiRet
433Please respect copyright.PENANA4sNuWluLd9
433Please respect copyright.PENANAFQUjvo968B
Menerawang jauh sembari menatap bintang-bintang. Gea cukup lama, menatap ke langit. Lantas ia menatap ke arah Seema yang mulai mendengkur pelan. Nyatanya ia terlebih dahulu ke alam mimpi. Lantas Gea segera ikut tidur.
ns216.73.216.10da2