TENG325Please respect copyright.PENANAkhEfDeiNt2
325Please respect copyright.PENANA3PVarXGwnP
TENG325Please respect copyright.PENANAlqSq9GlgXt
325Please respect copyright.PENANAQMTkUydG3d
TENG
Dentang lonceng tua nan berdebu kala jarum jam menunjuk angka 12.325Please respect copyright.PENANAd4Q8THHA5F
325Please respect copyright.PENANAg5taM6aMF8
Tahun baru tiba. Meja emas di antara dua orang yang satu berambut putih dan yang lain kisaran umur kepala 4 menjadi saksi bisu dibacakannya pronostica, petuah Sir Zein yang setiap tahunnya diberikan kepada pemimpin pulau kecil, Na’s Adras.
Sebuah pulau bahkan tidak ada yang tahu bentuknya kenampakan dari atas. Tanah subur yang menjadi kehidupan orang orang menyapa menyebut tempat tinggal mereka adalah Na's Island.
Empat mutiara mengelilinginya.
Mata air sukma di sebelah utara menjadi cermin masa emas.
Hutan rimba dengan pohon berbaris nan menari di selatan kunci kesuburan dan menjadi arti sejuk.
Pegunungan praja di timur menjulang tinggi nan gagah menantang mentari pagi ufuk.
Bukit hijau dandelion impian ber permadani rumput karana menjadi pintu terbenam surya.
Elemen elemen terlukiskan di pigura perak yang dipajang berjejer di tembok ruangan ini.
“Ariane. Jangan biarkan dia menikah. Keturunannya, akan membunuhmu” setelah diam cukup lama, kalimat itulah yang diucapkan Sir Zein.
Adras berfikir dalam diamnya. Jika Ariane putri semata wayangnya tidak punya buah kasih, siapa yang akan mewarisi Na’s Island ini waktu dirinya sudah tua nanti?
Akan tetapi, ego Adras merasukinya karena takut mati. Hatinya berkata tak tega apabila tidak bisa melihat masa keemasan Na’s Island di generasinya.
Na's Adras bukanlah raja. Para penduduk di Pulau memilihnya menjadi orang yang dianggap paling. Kepiawaiannya memecahkan masalah hingga kepandaiannya yang mencetuskan sistem demokrasi pulau menghasilkan otonomi yang menjadi peraturan bagi daerah otonom.
Selama kurang lebih 20 tahun, Na's Island selalu dalam kebahagiaan sampai sampai banyak orang yang mengkhawatirkan akan datang bagai besar atau langit mendung yang iri pada kedamaian pulau cantik ini.
***
Di depan cermin bersudut kanan mutiara bintang berbentuk bulan, seorang gadis cantik berkuku jari manis merah muda tengah menyisir rambut panjang gelapnya. Kulit putih bersihnya dan wajah merona merah muda kontras dengan warna kulit ayahnya yang sawo matang. Mungkin anak perempuan ini lebih memiliki kemiripan dengan ibundanya yang kini tenang di atas sana.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” suara lembut pelayan terdengar dari balik pintu. Gadis yang dipanggil Ariane itu menghentikan kegiatannya di meja rias dan beranjak untuk membukakan pintu kamarnya.
“Ada apa, Ayah?” tanya Ariane selepas membuka pintu berwarna putih itu.
“Kemasi barang barang mu. Mulai nanti malam, kau tidur dekat dengan bintang di langit” jawab Adras tak meninggalkan kesan wibawanya.
“Dimanakah itu, Ayah?” cicit Ariane takut merasa ada yang tidak beres.
“Menara” singkat Adras memberi kode tersirat pada Ariane untuk bergegas.
***
Ariane yang kini genap berusia 17 Tahun tak berani melawan hanya sekedar bertanya mengapa. Disinilah dirinya sekarang. Berdiri memandang langit malam yang enggan menghadirkan bintang.
“Na’s Ariane, saya membawa bunga terompet jingga yang engkau minta” suara bariton membuyarkan lamunan Ariane.
“Masuklah, Alex,” si empu yang dipanggil namanya langsung membuka pintu kamar menara Ariane.
“Ini Na’s Ariane” Alex memberikan bunga yang dibawanya ke Ariane dengan berjongkok.
“Kau tahu kenapa aku selalu meminta dibawakan bunga terompet jingga?”terima Ariane memandang layu bunga ditangannya.
“Tidak Na’s Ariane” jawab Alex sekenanya masih dalam posisi berjongkok dihadapan Ariane.
“Jangan formal padaku, Alex. Kau adalah temanku” bibir Ariane berdecak sebal dengan tingkah pengawal menara yang seumuran dengannya ini.
“Maafkan aku...A..ria..ne” Alex ragu terpatah ucapannya seraya berdiri dan memposisikan tubuhnya disamping Ariane.
“Jangan sering mengucap maaf. Dunia ini kejam” Ariane berbalik arah menghadap laki laki disebelahnya ini.
“Kau cantik malam ini, Ariane” Alex balas memandang Ariane lekat.325Please respect copyright.PENANA9vl5l9qfRy
325Please respect copyright.PENANAo6jwn4HwqW
Jarak mereka semakin dekat. Raut muka Ariane merona merah seperti apel. Deru nafas Alex menerpa wajah Ariane.
Keduanya menutup mata, seperti bulan yang kini tertutup awan. Malam itu adalah saksi yang mengundang petir untuk menyambar memberitakan bahwa ini buruk.
***
“Kenapa sudah 2 minggu ini perutku membuncit? Padahal aku tidak napsu makan” Ariane bertanya pada pantulan dirinya di cermin besar kamarnya.
“Apa benar kata Alex kalau ayah mengurungku di menara agar aku terus melajang? Tapi yang telah aku lakukan..” lirih Ariane berfikir keras meratapi nasibnya terpotong oleh pintu kamarnya yang terketuk.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” mendengarnya, Ariane panik dan berjalan kesana kemari.
“Masuklah, pintu tidak aku kunci” teriak Ariane seraya memposisikan tubuhnya di ranjang dengan berbalut selimut.
“Ariane, apa kau sakit?” sesaat setelah Adras masuk, dirinya langsung menghampiri Ariane yang terbaring dan mengarahkan tangannya di dahi putrinya ini untuk memeriksa suhu badannya.
“Aku tidak apa apa, Ayah” sangkal lembuh Ariane manatap ayahnya sambil tersenyum.
“Aku khawatir padamu. Aku akan pergi ke utara selama 7 bulan di otonom Bradia” raut mimik cemas terarah dari Adras ke anak satu satunya ini.
“Aku akan baik baik saja, Ayah” kembali Ariane mengukir senyum manisnya meyakinkan.
“Bila kau butuh apa apa, katakan pada Sir Aura” dengan menggenggam tangan mungil Ariane, Adras sebenarnya tidak tega meninggalkan putrinya.
Hanya anggukan yang dibalas Ariane bahwa dirinya nanti akan mengomukasikan segalanya pada Sir Aura perawat pribadinya sekaligus ibu dari Alex.
***
7 BULAN KEMUDIAN
“Sir Aura, aku mohon rahasiakan hal ini..” ucap pasrah Ariane yang wajahnya pucat pasi seraya terbaring lemah menahan rasa sakit.
“Saya sangat bodoh Na’s Ariane, tidak mengetahuinya dari awal. Harusnya nona tidak berjuang sendirian. Saya siap jika setelah ini penggal adalah hukuman pantas untuk saya.”
Ariane memang menyembunyikan bahwa dirinya berbadan dua. Hanya Alex yang sesekali datang untuk memberikan bunga terompet jingga. Rahasia menjadi milik mereka berdua sampai masa kelahiran tiba.
Malam ini.
Dengan terbaring lemah dalam menara yang tak terlihat indah, Ariane pasrah akan keadaan.325Please respect copyright.PENANArJdrqzagoD
325Please respect copyright.PENANANBZyFC53qi
Dia merasa hal ini takdir. Walau ia tidak tahu ditujukan pada siapa.
“Selamatkan luke dan lucas” selepasnya, Ariane tidak sadarkan diri. Terpaksa Sir Aura menyayat rahim Ariane dan mengangkat bayi mungil yang kembar.
Tangisan dua bayi itu bersahutan. Untunglah mereka di menara, dengan cepat Sir Aura memotong tali pusar dua bayi laki laki itu dan memandikannya.
Diukir nama Luke di bahu kanan bayi yang keluar pertama dan Lucas di bahu kiri bayi satunya. Seraya menitikan air mata, Sir Aura membasuh wajah cantik Ariane tiga kali untuk menghormatinya yang sudah menyelesaikan urusannya di dunia yang fana ini.
“Na’s Ariane, Na’s Adras baru saja memasuki gerbang” suara yang dikenal Sir Aura menuntunnya untuk membuka pintu.
“Ibu kenapa menangis? Dimana Ariane?” Alex panik dan bergegas menerobos masuk hingga sampai di samping tempat tidur Ariane.
“Kau sebut nona siapa!? Tanpa Na’s? Bisa bisa nya kau menerobos masuk kamar gadis, anak durhaka!” Sir Aura marah terhadap sikap lancang putranya.
“Ariane...hanya tidur, kan?! Dia..dia..tidak mungkin..” Alex terduduk lesu dilantai.325Please respect copyright.PENANAIu9ZnG6vCQ
325Please respect copyright.PENANACX7Y6eKYun
Si bayi kembar kembali menangis.
“Luke... Lucas...” panggil Alex kepada si mungil yang menangis. Alex pun tak kuasa menahan tangis.
“Dari mana kau tahu nama mereka?!” ibu Alex semakin kacau benar benar tidak tahu apa yang sedang terjadi di sini.
“Aku yang memberi nama mereka ketika Ariane bilang laki laki kembar” lirih Alex menjelaskan.
“Apa katamu?!” Sir Aura mendaratkan tamparannya di pipi anaknya.
“Jadi kau... Luke dan Lucas...?” suara tergagap akibat tangis Sir Aura yang semakin menjadi. Dirinya benar benar hancur.
“Maaf ibu, saya pasti bertanggung jawab” Alex berlutut dan meyakinkan ucapannya barusan.
Terdengar langkah kaki menaiki tangga menara.
“Cepat bawa mereka” ibu Alex menunjuk dua bayi yang dibedong kain sutera.
Tak pikir panjang Alex menggendong bayi bertudung kuning terlebih dahulu dan keluar menara lewat jendela. Sir Aura tak tinggal diam menyembunyikan bayi dengan tudung hijau di balik peti duduk berselimutkan selendang.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” dari balik pintu terdengar suara. Hal itu tak diindahkan Sir Aura.
Di sisi lain, Adras curiga. Dirinya memerintahkan untuk mendobrak pintu di depannya ini.
BRAK!
“Apa yang terjadi di sini?!” murka Adras selepas pintu berhasil terbuka dan menampakan Sir Aura tengah menata selimut tempat Ariane tertidur untuk selama lamanya. Adras langsung menghampiri putri yang dirindukannya.
“Hukum saya, Na’s Adras” seketika itu, Sir Aura berlutut.
“Jelaskan! Sejelas jelasnya!!” tegas Adras memerintah.
“Hukum saya, Na’s Adras” Sir Aura menunduk dan bercakap lirih.
“Kau!...” kalimat Adras terpotong oleh suara tangisan bayi. Dicarinya asal suara itu dan menemukan hal tidak terduga di sana.
“Hukum saya, Na’s Adras” berkali kali berucap, hanya kalimat yang sama dari mulut Sir Aura.
Pandangan Adras hanya fokus pada satu hal. Digendongnya bayi bertudung hijau itu dan di bawanya keluar dari menara tanpa mengucap sepatah kata pun.
Langkah demi langkah serasa berat bagi Adras. Kini matanya menatap lurus ke depan mengarah pada jurang bukit belakang rumahnya. Kakinya terhenti di ujung tanah. Dilihatnya lagi bayi kecil di dekapan. Sudut bibir Adras terangkat membuat lengkungan indah yang sama dengan si bayi yang kini tengah tersenyum.
325Please respect copyright.PENANAQkysN9BC6P
325Please respect copyright.PENANAfTY4RijF1u
325Please respect copyright.PENANAjoEOhiEEao
325Please respect copyright.PENANAuk35Gv6xYM
325Please respect copyright.PENANA1usdKHWD4p
325Please respect copyright.PENANAKCOgsP3NOk
325Please respect copyright.PENANAJKnpaGpjE9
325Please respect copyright.PENANAtrKJgv1g3j
325Please respect copyright.PENANAE9jf2VGJcn
325Please respect copyright.PENANArOn0EZaxDU
325Please respect copyright.PENANAwBORthCSI0
325Please respect copyright.PENANAfwOhCxJcX7
325Please respect copyright.PENANAwtkgeU9rvC
325Please respect copyright.PENANA0Bjljxfbf2
325Please respect copyright.PENANAAGm2oSy4Dz
325Please respect copyright.PENANAmONvppCMgi
325Please respect copyright.PENANAP8alfNtTjr
325Please respect copyright.PENANAfcAIbWX6hZ
325Please respect copyright.PENANAsqQT4VeGC1
325Please respect copyright.PENANAOHIiAmgktd
325Please respect copyright.PENANAeQw2A9cIXW
325Please respect copyright.PENANAdJq5hfhNNe
325Please respect copyright.PENANA7Kd4gtZcpk
325Please respect copyright.PENANA2zLu9762si
325Please respect copyright.PENANASpYG7HdMF0
325Please respect copyright.PENANALMX3yQUfGb
325Please respect copyright.PENANAK73HtE7Vtg
325Please respect copyright.PENANAmp6WaGCZog
325Please respect copyright.PENANA8pG1E5FAhk
325Please respect copyright.PENANATR1bLsXqqF
325Please respect copyright.PENANAJJIalx5nfr
325Please respect copyright.PENANAOHWUvPfhlp
325Please respect copyright.PENANAFzYbGe12dt
325Please respect copyright.PENANAnlnHflvGfy
325Please respect copyright.PENANAijQPBDsojr
325Please respect copyright.PENANAzHhZyyl2Hs
325Please respect copyright.PENANApGnk9eYwjv
325Please respect copyright.PENANAjurJrlhV0m
325Please respect copyright.PENANAyoibOH9AMS
325Please respect copyright.PENANABiw5Jl4MUX
325Please respect copyright.PENANALlrZVip0Ar
325Please respect copyright.PENANAjMF06Vqvb7
325Please respect copyright.PENANAdUgwqPMmsK
325Please respect copyright.PENANAIKXuEtQ9E9
325Please respect copyright.PENANAR0AqcWI0NN
325Please respect copyright.PENANAjEDKx3hdyv
325Please respect copyright.PENANAXqSMaU5LGz
325Please respect copyright.PENANAeIPPNl4NAR
325Please respect copyright.PENANA7MHv5CEF69
325Please respect copyright.PENANATkaOupmm0e
325Please respect copyright.PENANAN7wwORLo4z
325Please respect copyright.PENANAyUjdVmDUS4
325Please respect copyright.PENANASAtQS2xBTi
325Please respect copyright.PENANAhDP4Nwfzzf
325Please respect copyright.PENANA4fuI3PAJxo
325Please respect copyright.PENANApfAU39tYv2
325Please respect copyright.PENANAuOFbBXvu2o
325Please respect copyright.PENANA2MQPVleZJ8
325Please respect copyright.PENANAhDmAeXP2Nc
325Please respect copyright.PENANAdjIJB8ePu3
325Please respect copyright.PENANAEtGdkigOzn
325Please respect copyright.PENANAV3ts7f5LEb
325Please respect copyright.PENANAxa7A1ED0oZ
325Please respect copyright.PENANAE8kZQcH58A
325Please respect copyright.PENANAMuHanaaaau
325Please respect copyright.PENANAFhMjenpFQ8
325Please respect copyright.PENANAPJyB7qaYEv
325Please respect copyright.PENANA8S8mquRj7I
325Please respect copyright.PENANAXXV73NOF2V
325Please respect copyright.PENANAnr7iA0Tl0Z
325Please respect copyright.PENANA59VYmdIeuE
325Please respect copyright.PENANAX4tKJ4mCBM
325Please respect copyright.PENANA6oPE4a1O4l
325Please respect copyright.PENANAoS2QK9tYPm
325Please respect copyright.PENANAFi3mtmrgcG
325Please respect copyright.PENANAdMdFqZha7N
325Please respect copyright.PENANAO7Cc2qKPuk
325Please respect copyright.PENANA1XiEV3rMqT
“Jika kau nanti membunuhku, itu sudah takdirku.”
ns216.73.216.19da2