Hari itu adalah hari yang menyenangkan. Bagi kami itu hari yang menyenangkan karena kami dapat berkumpul bersama-sama dalam rumah yang satu. Aku lebih senang memiliki satu rumah, karena dengan demikian kita akan pulang ke tempat yang sama dan akan bertemu di sana.164Please respect copyright.PENANA94jFVi6Cnm
Pada saat itu hari sudah gelap sejak tadi, karena ini sudah pukul 20.30. Sebenarnya ini adalah jam istirahatku, tapi entah mengapa kali ini aku tidak mengantuk. Ibu dan ayah sedang asyik-asyiknya menonton kajian di salah satu channel tv. Ibu dan ayah termasuk orang tua yang baru mengenal kebenaran; mungkin baru mendapatkan petunjuk atau hidayah.
Kami bertiga menonton layar tv dengan seksama, kemudian ibu seketika mencomot topik pembicaraan sambil menyaksikan tv, “cara menyampaikan materinya mudah dicerna ya” aku mengangguk saja, ayah tetap fokus kepada materi yang sedang disampaikan; mengabaikan apa yang dikatakan oleh ibu.
“Apakah semua ustaz mendapatkan uang setelah menyampaikan materi seperti ini?” ibu menengok kepadaku. Aku pernah mendengar cerita dari salah satu guruku ketika berada di jenjang SMA, bahwa tidak semua ustaz mendapatkan uang setelah menyampaikan materi seperti ini. Kalaupun ustaz mendapatkan uang, belum tentu ustaz itu langsung mengambilnya, terkadang ada yang menolaknya. Ada juga yang menerimanya dengan senang hati, namun bukan itu tujuan mereka.
Aku sampaikan apa yang aku dengar dari guruku itu. Ibuku manggut-manggut mengerti. Ruangan kembali hening dan lengang, hanya terdengar suara ustaz yang sedang menyampaikan nasihat dan ceramahnya.
***
Ibu mengambil kaleng wafer yang berisikan kerupuk kulit. Aku ikut duduk di samping ibu, sedangkan ayah duduk di atas kursi tepat di sebelah kanan ibu; sekitar berjarak 30 centi dari ibu duduk.
Kami sedang berkumpul di ruang tengah sambil menonton tv. Ayah yang sedang memegang kontrol remote sepenuhnya. Jadi ayah bebas mengganti channel sebebas-bebasnya. Yang ia cari adalah channel kemarin, menonton kembali ustaz yang ceramah, menyampaikan pesan-pesan agama.
Ayah sangat antusias mendengarkan setiap kata yang terucap dari mulut ustaz tersebut. Demikian pula dengan ibu, tapi ibu tetaplah ibu. Jika ia memiliki pertanyaan maka ia akan menanyakannya secara langsung.
“Apakah ustaz seperti beliau mendapatkan uang setelah mengisi kajian seperti ini?” aku mengeluh dan puh keluar dari mulutku dengan pelan, karena aku takut ibuku mendengarnya. Ini pertanyaan yang sama dengan yang kemarin ibu tanyakan. Hanya kalimatnya saja yang sedikit berubah.
Awalnya ingin aku biarkan saja, tidak aku tanggapi. Tapi itu bukan perilaku yang benar, apalagi ini kepada orang tua, sangat tidak sopan jika pertanyaannya tidak dijawab. Mungkin ibu lupa pernah menanyakan hal ini dan sudah aku jawab sebelumnya. Maklum, mungkin karena faktor umur.
“Kata guru aku bu, ustaz seperti ini bisa jadi mendapatkan uang setelah menyampaikan nasihat dan pesan-pesan agama. Akan tetapi, uang tersebut tidak selalu diterima oleh ustaz. Terkadang ditolak. Para ustaz berceramah dan menyampaikan pesan-pesan agama di mana-mana bukan untuk mendapatkan uang.” Jelasku kepada ibu. Agak panjang sedikit dari penjelasanku kemarin.
Ibu kembali manggut-manggut, mencerna penjelasan dariku. Kulihat ayah sedang fokus ke depan layar televisi. Tidak menanggapi pembicaraan kami.
***
Hari selanjutnya, masih pada jam yang sama aku melihat ibu dan ayah di depan televisi. Aku ikut bergabung bersama mereka, menonton televisi. Aku mendapati chanel yang sama di televisi ini dan juga acara yang sama; kajian, dengan ustaz yang sama – aku harap ibu tidak menanyakan pertanyaan yang sama.
Beberapa menit berlalu, lengang. Kami semua fokus pada apa yang disampaikan oleh ustaz di televisi. Namun lengang segerpa pecah ketika ibu bertanya dengan pertanyaan yang sama pada dua hari sebelumnya.
Aku sedikit jengkel dan bingung, kenapa ibu selalu bertanya dengan pertanyaan yang sama. Aku memutuskan untuk bertanya kepada ibu, “mengapa ibu terus bertanya tentang hal tersebut? Padahal ibu sudah menanyakannya dua hari berturut-turut.”
Kulihat ibu tersenyum dan berkata, “Ibu tidak punya bahan obrolan bersamamu, nak.”