Hari berlalu dengan cepat. Tanpa disadari, sudah hari Jumat. Tepat pukul 9 malam, Juna melangkah masuk ke dalam rumah dan melihat lampu dapur menyala terang.
"Tante Farrah sudah tidur kayaknya nih." pikirnya dalam hati.
Dia berjalan cepat menuju dapur dan melihat lauk asam pedas ikan kakap terhidang di bawah tudung saji. Dengan cepat, dia menuju ke kamar untuk mengambil handuk lalu mandi. Tak sampai 5 menit berada di kamar mandi, dia sudah duduk nyaman di meja makan menikmati hidangan kesukaannya itu.
"Jun, kalo balik ke rumah tu usahakan salam dulu biar tante tau." ujar Farrah sambil masuk ke dapur.
Juna mendongak dan melihat tantenya masuk ke dapur dengan hanya mengenakan kaos ketat tanpa lengan strap hitam dan celana pendek sebtas paha.
"Maaf tante, Juna pikir tante Farrah lagi tidur di kamar. Takut ganggu." jawab Juna.
Farrah berdiri di samping Juna dan meletakkan tangan di bahunya. Dia tersenyum melihat Juna makan dengan lahap, seolah-olah sudah seminggu tak makan.
"Tante sibuk merapikan baju Om Bambang tadi."
"Rapiin baju Om Bambang buat apa?"
"Ada baju lengan panjang dia, Tante pikir kamu bisa pakai buat kerja besok. Nanti setelah makan, masuk ke kamar Tante ya."
Tanpa menunggu jawaban dari Juna, Farrah pun bergerak menuju kamarnya. Setelah menghabiskan sisa makanan di piring dan mencucinya sampai bersih, Juna mengetuk pintu kamar Farrah.
“Masuk aja Jun, nggak dikunci kok."
Begitu masuk ke dalam kamar Farrah, aroma harum langsung menyambutnya. Ini pertama kalinya dia memasuki kamar itu, meskipun sudah hampir seminggu dia tinggal di sana. Juna terkesima melihat kebersihan dan kerapian kamar itu.
"Wangi banget kamar Tante." katanya sambil memandang sekeliling kamar.
"Biasalah, kamar perempuan. Duduk sini Jun." jawab Farrah sambil menunjukkan tempat duduk dekat ranjang.
Farrah menepuk-nepuk kasur di sebelahnya. Juna mendudukkan diri di sana dan melihat lima pasang kemeja yang sudah dilipat rapi. Farrah mengambil baju yang paling atas dan menyodorkannya kepada Juna.
"Kamu coba baju ini, ini baju baru loh. Dulu tante beliin buat Om Bambang tapi nggak pernah dipakai."
"Eh, kalau Om Bambang mau pakai bagaimana? Nanti dia marah sama Juna loh."
"Nggak, tenang aja. Tante malah yakin dia lupa kalau baju ini ada. Sudah lebih dari setahun baju ini di dalam lemari. Buka bajumu, Jun, cobain sekarang."
Juna menarik kausnya ke atas perlahan-lahan sampai melewati kepalanya. Farrah terpukau dengan tubuh Juna yang berotot, apalagi bagian perutnya yang memiliki bentuk seperti "roti sobek". Ia cepat-cepat mengalihkan pandangannya ke arah lain. Juna kemudian memakai kemeja pemebrian Farrah dan mulai mengancingkannya. Farrah membantu membetulkan kerahnya. Aroma wangi badan Juna yang baru saja mandi menusuk hidungnya.
"Jun, berdiri di depan cermin. Tante mau lihat."
Juna segera bangkit dan berdiri tegak di depan cermin, memutar tubuhnya ke kiri dan kanan. Ia sangat menyukai baju yang baru dipakainya. Farrah juga berdiri di belakangnya, mengusap lengan kanan Juna sambil tersenyum ceria.
"Bagus nggak Tante?"
"Bagus sih, tapi masa pakae kemeja panjang tapi kamu masih pake celana pendek? Kayak orang gila di rumah sakit jiwa saja."
Juna tertawa mendengar lelucon Farrah. Kemeja itu kembali dilepas dan dilipat rapi, sementara Farrah pergi ke lemari yang sudah terbuka dan memilah-milah baju suaminya yang lain. Dia melihat satu kemeja hitam yang tampak sedikit lusuh.
"Kenapa Tante? Tante baik-baik saja kan?" tanya Juna setelah melihat Farrah berdiri kaku di sana sambil menatap baju itu. Farrah mengeluarkan baju itu dan berbalik. Setitik air mata mengalir membasahi pipinya.
"Baju ini yang dipakai Om Bambang saat kencan pertama kami. Entah dia ingat atau tidak kemana kami pergi saat kencan pertama itu? Jangan-jangan dia sudah lupa kalo masih ada aku." Juna bergerak cepat untuk menghampiri tantenya itu. Air mata wanita itu diseka menggunakan jarinya.
"Nggak Tante, Om Bambang nggak akan melupakan Tante. Nanti dia pasti pulang." Juna mencoba membujuknya.
"Sudah hampir dua bulan dia tidak menelepon Tante. Membalas pesan pun setengah hati. Mau pulang ke sini? Sepertinya itu hanya harapan semu. Tante rindu dia. Tapi dia saja yang tidak peduli sama Tante. Dia lebih peduli pada istri mudanya itu."
Air mata Farrah jatuh berderai. Mukanya dibenamkan ke dada Juna yang tidak tertutupi baju, melepaskan kesedihan yang sudah lama dipendam. Baju lama Bambang di tangannya dilepaskan. Kedua tangannya merangkul pinggang Juna dengan erat.
"Tante jangan sedih ya. Juna selalu ada di sini bersama Tante," bisik Juna di telinga Farrah sambil memeluknya.
Rambutnya diusap berkali-kali dengan lembut. Berkali-kali juga ubun-ubun rambut tantenya dicium dengan penuh kasih sayang. Farrah berangsur tenang. Jiwanya yang bergejolak tadi mulai reda dengan sentuhan lembut keponakannya itu. Juna mendorong dagunya ke atas supaya Farrah mendongak sedikit, kemudian dia mencium dahinya lama. Membuat dia merasa seperti disayangi dan dihargai kembali.
Perlahan-lahan ciuman Juna beralih ke kelopak mata, ke hidung, dan terakhir ke bibir tantenya. Farrah sedikit tersentak. Matanya setengah terbuka dan memandang Juna sayu. Tetapi matanya ditutup kembali dengan harapan bibirnya akan dicium lagi. Juna membelai pipi Farrah sekali sebelum membenamkan bibirnya ke bibir Farrah. Secara tidak sadar, Farrah membuka mulutnya, membalas ciuman Juna dengan penuh gairah. Kini mereka berdua bertarung lidah seperti sepasang kekasih yang sudah lama berpisah.
Tangan Farrah yang dari tadi di belakang pinggang Juna telah dialihkan ke dada kekar si pemuda itu. Diusap lembut dan dibelai manja. Ketika Juna mengalihkan ciumannya ke leher Farrah, tiba-tiba terlintas di benaknya bahwa lelaki di hadapannya itu bukan suaminya, melainkan keponakannya. Dia mulai merasa bersalah.
"Jun, bisakah... umphhh... bisakah kita tidak melakukan ini, ini salah," bisik Farrah dengan lemah sekali.
Gairahnya makin memuncak saat payudaranya dibelai Juna. Apalagi saat mengenai putingnya yang sensitif. Menambah kenikmatan yang sudah lama hilang darinya. Apalagi sentuhan itu berasal dari seorang lelaki muda, tampan, dan berotot seperti Juna.
"Jun...tolong hentikan…" pinta Farrah namun Juna mengabaikannya.
Juna masih saja menciumi dan menjilati leher Farrah dengan penuh nafsu. Farrah makin terhanyut dalam kenikmatan. Detak jantungnya makin cepat. Vaginanya berdenyut tak henti. Sudah lama ia tak terangsang seperti ini. Namun, saat Juna mulai berusaha menarik kaos Farrah ke atas, Farrah seakan tersadar. Ia berkata pada dirinya sendiri, sudah cukup. Ia menepis tangan Juna dan mendorong tubuh Juna ke depan. Keponakannya itu tercengang.
"Jun, stop! Kamu sadar kan kalo aku ini tantemu?! Istri orang!" Juna melangkah mundur dan menundukkan kepala. Wajahnya memerah, malu dan merasa bersalah atas perbuatannya.
“Ma-Maaf tante…Juna minta maaf…”
Farrah menarik napas berat. Kini dia juga merasa bersalah karena telah membentak keponakan kesayangannya itu. Namun perasaan marah masih membara di hatinya.
"Lebih baik kamu keluar dari sini, jangan lupa tutup pintunya.”
Tanpa berkata apa-apa, Juna melesat keluar dan menutup pintu kamar tantenya. Farrah pun menghempaskan punggungnya ke atas tempat tidur. Dia melihat t-shirt Juna. Dia mengambil t-shirt itu dan menutup wajahnya, menangis terisak-isak.
782Please respect copyright.PENANAFBiIghBlud
***
782Please respect copyright.PENANADdQamlHNVx
Juna berbaring di ranjang. Ia sangat kesal dengan kejadian di kamar tantenya tadi. Ia khawatir hubungan antara dirinya dan Farrah akan jadi canggung dan tak nyaman. Juna benar-benar menyesal karena terlalu menuruti hawa nafsunya tanpa berpikir panjang.
Namun, kini kontolnya sudah mengeras dan tegak. Gairahnya sudah membuncah. Ia sangat terangsang oleh sentuhan Farrah tadi, meski hanya sedikit. Apalagi saat ia bisa meremas payudara Farrah yang kencang. Begitu besar hingga telapak tangannya pun tak mampu menggenggamnya dengan sempurna.
Ia menanggalkan celana pendeknya dan melemparkannya ke samping. Kini ia berbaring di ranjang tanpa sehelai benang pun. Ia mengambil bantal dan menutupi wajahnya. Tangan kirinya memegang kontol yang mengeras, memijatnya naik turun dengan perlahan.
Tak lama, tiba-tiba ia mendengar pintu kamarnya terbuka. Karena terkejut, ia menggeser bantal yang menutupi wajahnya ke samping. Dari cahaya bulan yang menyusup ke kamarnya saat itu, ia melihat Farrah berdiri tegak di depan pintu. Mulut pemuda kekar itu menganga saat melihat Farrah sudah berdiri dekat pintu tanpa sehelai benang pun.
782Please respect copyright.PENANAiHTcaTRoGr
BERSAMBUNG
Cerita ini sudah tersedia dalam format PDF FULL VERSION, untuk membaca versi lengkapnya silahkan klik link yang ada di bio profil
ns216.73.216.65da2