
Mereka berdua adalah anak rantau dari desa di ujung jauh sana. Mereka yang saat itu tak punya uang untuk makan, bahkan harus berhutang, secara terpaksa terjun ke dalam dunia penjualan badan. Lambat laun, mereka pun merasa bahwa tubuh molek itu memang ditakdirkan untuk dijual.
Baik Rita maupun Risa seolah lupa tentang pekerjaan ini yang dulu mereka anggap sebagai pelanggaran kesusilaan. Kini hidup dengan berkecukupan, justru membuat dua wanita itu semakin ketagihan.
Inilah hasil dari ketagihan itu, yaitu ide Rita. Dengan wajah bersungut-sungut, setelah melepas seragam admin di pabriknya, Risa mengambil kemeja hitam ketat yang kekecilan. Bagian bawahnya hanya tertutup rok mini di atas lutut. Ia merias diri di depan kaca cukup lama, saat selesai berdandan, Risa baru sadar bahwa ia juga cukup penasaran dengan sensasi baru ini.
Saat hendak keluar rumah, HP nya berbunyi. Itu adalah notifikasi chat dari Rita.
Pertama kali threesome?
Risa menjawab cepat.
Itu sudah pernah beberapa kali. Tapi aku belum pernah gangbang.
Tak lama kemudian, Rita menjawab.
Hahaha, kamu threesome pun sudah dianggap sukses.
“Sialan.” Rita bergumam. “Ah, nikmati ajalah, toh udah pernah threesome.”
Maka dengan langkah mantap, Rita memesan taksi online menuju ke bar yang dimaksud. Bar itu bernama D-Tavern, sebuah bar yang cukup bebas di kota itu. Minum-minum, dj, atau prostitusi, bebas dilakukan selama masih berada di dalam bar.
Tempatnya sendiri tersembunyi di sela-sela dua gedung. Memang sengaja disembunyikan agar tidak mudah ditemukan anak-anak atau.
Risa berjalan melewati gang sempit tersebut. Setelah beberapa langkah, sudah terlihat dua lelaki mabuk yang menggodanya, tapi ia acuh.
Bertemu dengan security di depan pintu, Risa menunjukkan kartu ekslusif yang menandakan bahwa ia adalah pelanggan spesial. Sang security yang sudah kenal pun segera mempersilahkan.
Musik dj segera menyambut, lampu sorot berbagai warna memenuhi ruangan gelap ini. Tubuh Risa menyelinap di antara mereka yang berjoget dengan setengah sadar, menuju meja panjang tempat barista berada.
“Bir,” kata Risa sambil mengacungkan jari telunjuk.
Sebenarnya mudah saja untuk mendapatkan partner tidur di bar, apalagi threesome. Mereka semua adalah orang-orang yang ingin melepas penat, dan hampir semua akan menyambut belaian tangan wanita.
Karena ini challenge dari Rita, Risa pun berniat tak terlalu pilih-pilih. Dia telah melayani laki-laki berbagai macam tipe, seharusnya tidak terlalu sulit.
Selepas minuman datang dan minum beberapa teguk, Risa memutar kursi untuk memandang sepenjuru bar. Sang dj cantik berpakaian minim berdiri di panggung sana, berjoget meliuk-liukkan tubuhnya. Rita kenal sensasi semacam itu, satu kepuasan yang didapat saat banyak mata memandang dengan kagum disertai puji-pujian.
Tatapannya lalu beralih ke seorang pemuda yang tiba-tiba menghampirinya. Dia tersenyum menatap Risa. “Lama nggak kelihatan.”
“Oh.” Risa kenal orang itu, namanya Lauren. Mereka memang sering bertemu di bar seperti sekarang. “Aku ada banyak pekerjaan akhir-akhir ini, jadi nggak bisa sering-sering ke bar.”
“Berarti sekarang udah nggak terlalu banyak kerjaan, dong?” tanya lelaki itu sambil lalu seraya memesan minuman yang sama. “Atau karena terlalu banyak jadinya pengen melepas penat?”
Risa mengedikkan bahu. “Haha, dua-duanya.”
Mereka lalu saling diam untuk beberapa lamanya, sibuk mengamati keramaian bar yang makin malam makin sesak.
Selama itu, diam-diam Risa melirik lelaki di sebelahnya. Boleh juga, pikirnya dengan seringai tipis. Kalau diingat-ingat, ia belum pernah tidur bersama Lauren walau sudah sering—amat sering—bertemu di bar D-Tavern ini.
Walau entah malam ini dia bisa melakukan threesome atau gangbang, tapi toh waktunya 3 hari sampai ia benar-benar kalah. Risa berpikir tak apa bila malam ini gagal dengan challenge itu, tapi bisa “mencoba” Lauren.
Mulai melancarkan aksi, Risa buka suara. “Kamu sendiri, ke sini karena penat?”
Lauren cepat menanggapi. “Iya, aku tadi dihabisi bosku.”
Kepala Risa sontak menoleh. “Dihabisi?”
“Iya.” Lauren mengangguk. “Padahal hanya kesalahan kecil, aku salah menginputkan data pengeluaran perusahaan bulan ini, salah sedikit dan aku sadar itu, berniat merevisi. Tapi entah mulut siapa yang bajingan, bos tahu duluan dan menuduhku korupsi.”
“Wah, parah banget. Terus gimana kamu bisa selamet?”
Lauren menghela napas lega. “Temenku yang belain, dia bilang wajar untuk kesalahan begitu dan dia juga bilang kalau aku memang berniat untuk merevisi.” Namun, wajah Lauren menampakkan senyum terpaksa. “Yah, gajiku tetep dipotong, sih.”
Risa mengangguk-angguk. Itu pasti membuat depresi. Dan depresi yang menumpuk bisa dijadikan sebagai sasaran empuk. Maka Risa meneguk birnya beberapa kali, lalu menggeser kursi mendekat.
“Kamu di sini untuk bersenang-senang, kan?” tanyanya sambil menatap berkeliling. “Kamu hanya mau minum?”
Lauren sama sekali tidak berniat menjauhkan badan. “Aku biasa menginap kalau datang ke sini.” Lauren tertawa. “Kamu tidak pernah?”
“Oh, menginap? Rumahmu dekat sini, kan?”
“Hahaha, maksudku dengan wanita bayaran.” Lauren tertawa lebar. “Sesekali bagus untuk menghilangkan stres.”
Risa membulatkan mulut, mengangguk. “Kamu sudah dapat wanita itu?”
Tentu Lauren bukan pria polos yang masih hijau. Dia pun juga pelanggan ekslusif di bar ini, dan seperti yang ia bilang, dia sudah sering tidur dengan wanita bayaran. Melihat gelagat Risa yang terus mendekat, dia bukan tidak tahu. Lauren sudah hafal dengan yang seperti ini.
Maka dengan senyuman, dia menjawab. “Kalau belum, kamu mau nemenin?”
Risa sedikit terbelalak, tapi sesaat kemudian, tersenyum tipis. “Kayaknya aku mau coba nginep sesekali kayak kamu.”
Lauren tersenyum, begitu pula dengan senyum Risa yang tak pudar.
Lelaki itu lalu menarik tangan Risa untuk berdiri. Ia menghabiskan minumannya dalam beberapa teguk lalu membayar minuman Risa sekaligus. Lauren terus menarik tangan Risa menuju lorong yang berada di sisi kiri D-Tavern. Di sana, ada resepsionis seksi berpakaian ketat. Lauren memesan satu kamar. Resepsionis itu pun menyerahkan kunci.
Setelah melewati lorong panjang, mereka tiba di depan kamar tujuan. Lauren pun membuka pintu, membiarkan Risa masuk lebih dulu. Setelah pintu di kunci, segera ia menyambar tubuh Risa, melumat bibir wanita itu.
“Emmhh ….” Tanpa perlawanan, Risa menyerahkan diri. Ia menjatuhkan dompet mahalnya dan menggunakan dua tangan memeluk leher Lauren.
Bagi Risa, Lauren adalah lelaki seksi idaman. Tubuhnya cukup tinggi, badannya lumayan kekar karena dia tahu Lauren rajin berolahraga. Maka ketika malam ini otot-otot Lauren menjelajahi setiap jengkal tubuhnya, Risa merasa seperti diterbangkan ke awan.
Mereka saling cium di depan pintu itu sampai beberapa saat lamanya. Hingga tiba-tiba Lauren mendorong Risa ke dinding untuk melepas kancing kemejanya satu-satu.
“Ahh ….” Melihat otot dada dan perut Lauren, selangkangan Risa segera berembun. “Kamu seksi banget.”
“Kamu juga,” bisik Lauren sembari melepas pakaian Risa, sedikit kasar.
“Ehmm … ahh … kamu ngngak sabaran banget.” Risa terkekeh kecil. “Ah, aww ….” Ia menggeliat saat BH nya dibuka, dan Lauren mencubit puting kanan.
Kemudian Lauren melepas rok Risa, melepas celana dalam, menggosok-gosok vagina. Terus seperti itu hingga Risa berteriak minta ditusuk dengan jari. Namun, Lauren justru berhenti, membuat wajah Risa tampak kecewa.
“Kenapa?”
“Gantian.” Lauren berkata singkat. Tanpa ragu lagi ia menurunkan celana.
Risa agak terpekik. Kontol Lauren jauh melebihi bayangannya. Itu cukup besar, mungkin bisa mencium bibir rahimnya. Libido Risa segera bangkit hingga ke ketinggian tak terhingga. Tanpa ragu, ia berjongkok, memegang benda itu, dan mengulumnya.
“Emhhh … ehhmm … aahhmm ….”
Lauren memejamkan mata, menikmati kuluman Risa yang amat lihai. Dia cukup terkesan dengan permainan Risa. Itu sungguh luar biasa.
Setelah kurang lebih dua menit Risa mengisap kontol itu dengan tubuh telanjang, menikmati bau dan rasa kontol itu di dalam mulutnya, tiba-tiba ia membuka mata lebar.
“Ehmm!!”
Lauren memegang kepalanya, sedikit menjambak rambutnya, lalu tanpa ragu menekan kepala Risa hingga pangkal kontol.
“Urkkk!!”
Mata Risa berarir dan berputar ke atas. Dia merasa mual seperti mau muntah. Risa sungguh tak menyangka bahwa Lauren yang tampak ramah di luar ternyata seganas ini ketika berdua dengan wanita. Kontol Lauren masuk menusuk kerongkongannya, membuat jalan napas Risa terhenti.
“Urkk … errkkk!!” Risa menepuk-nepuk paha Lauren.
Seolah tak peduli, Lauren sambil pejamkan mata menggerakkan pinggul maju dan mundur.
Risa mulai merasa pusing, mual, dan pandangan pun kabur. Namun di sisi lain, dia juga berniat untuk menantang diri sendiri sejauh mana mampu bertahan.
Klok … klok … klok ….
Suara-suara cabul itu memenuhi ruang kamar ini sampai beberapa menit kemudian. Ketika Risa benar-benar merasa mau muntah, Lauren mencabut kontolnya.
“Uhuk … uhkk!” Ia batuk beberapa kali, menatap Lauren dengan wajah tak percaya dan mata berair. “Isi perutku mau keluar!” katanya.
Lauren tak terlalu memperhatikan, dia justru mengambil hp dari saku celana yang telah dijatuhkannya di lantai. Ternyata ada telpon masuk, suara hp Lauren terdengar cukup keras.
Entah siapa di seberang sana, tapi Lauren mengatakan letak nomor kamar ini. Risa yang sudah dapat menguasai diri, perlahan bangkit berdiri.
Tepat pada saat itu, pintu diketuk. Sebelum Risa mampu bereaksi, Lauren membukakan pintu.
Tampak lelaki lain yang sedikit lebih tua dari Lauren, tersenyum menyapa Risa. Lebih tepatnya, menyapa buah dada Risa yang membusung luar biasa.
“Cewek cantik,” gumamnya. “Ini makan malam kita?”
Lauren mengangguk tipis. Ia lalu menatap Risa dengan senyum tipis. “Ris, kamu katanya pernah threesome, kan? Nah, gimana kalau kita lakuin sekarang?”
Dada Risa berdegup kencang. Challenge itu semudah ini?
ns216.73.216.169da2